Keluaran 13:17-18
“17.
Setelah Firaun membiarkan bangsa itu pergi, Allah tidak menuntun mereka melalui
jalan ke negeri orang Filistin, walaupun jalan ini yang paling dekat; sebab
firman Allah: "Jangan-jangan bangsa itu menyesal, apabila mereka
menghadapi peperangan, sehingga mereka kembali ke Mesir." 18 .Tetapi Allah menuntun bangsa itu berputar
melalui jalan di padang gurun menuju ke Laut Teberau. Dengan siap sedia
berperang berjalanlah orang Israel dari tanah Mesir.”
Zaman sekarang adalah zaman dimana orang
mengejar sesuatu yang serba instant.
Instant itu berbicara tentang sesuatu yang serba cepat, cepat jadi,
cepat selesai, cepat beres. Dan harus
diakui, banyak orang yang suka dilayani secara instant, termasuk kita. Sesuatu pelayanan yang lama akan membuat
nilai yang negatif dalam pandangan kita.
Misalkan, Kalau kita pergi kerumah makan. Pada umumnya tidak ada yang
suka kalau rumah makannya pelayannnya sangat lama. Makanan seenak apapun tapi
kalau masaknnya lama, kita jadi malas. Seandainya
kita pergi rumah makan ChouMien, enak sekali, harum sekali, tidak pernah ada
masakah choumien seharum ini dan sepas ini dilidah. Tapi kalau mau pesan itu, antrinya harus 1
jam, terus nunggu pesanan harus 1 jam, ah… mending jangan deh. Terlalu lama. Bukankah demikian? Itu menunjukkan kita suka yang instan. Itu sebabnya dikatakan bahwa salah satu kekuatan sebuah
rumah makan ialah, kecepatannya. Semakin
cepat makanan itu keluar, semakin positif nilai sebuah restoran. Itu sebabnya makanan fastfood selalu
rame. Karena manusia suka yang instant. Contoh lagi:
Kalau dulu nonton bioskop kita harus pergi beli tiket di bioskop. Kalau film yang bagus, pasti kita ngantri
disana. Tapi kemudian diciptakanlah
pelayanan M-tix, dimana kita bisa booking lewat internet. Dan banyak orang mendaftar di Mtix karena
instant, tidak perlu kebioskop, cukup dari rumah sudah bisa menonton film yang
kita suka. Itulah kita, kita suka
sesuatu yang instant. Dalam mengurus
hal-hal apapun kita menyukai sesuatu yang instant. Ngurus ktp kalau bisa intant. Mngurus pasport kalau bisa instant. Semakin cepat sebuah pelayanan, maka semakin
baik kualitas sebuah pelayanan. Itulah
penilaian dunia kita, bahwa sesuatu yang instant itu meningkatkan sebuah
keualitas.
Cilakanya tanpa sadar, kitapun seringkali juga
memperlakukan hal yang sama dengan iman kita.
Kita ingin memiliki iman yang besar, yang kata Firman Tuhan bahwa iman
kecil seperti biji sesawi saja bisa memindahkan gunung, (apalagi iman yang besar), tapi kita ingin
memiliki iman yang demikian secara instant.
Kalau bisa iman itu didapat dengan mudah. Cukup didoakan. Cukup diberkati pendeta. Cukup ke gereja tiap hari, dsb.
Sayangnya konsep itu berbeda dengan apa yang Firman
Tuhan ajarkan. Kalau kita mempelajari
baik-baik Firman Tuhan, maka kita akan menemukan bahwa acapkali Tuhan lebih
suka kita berproses dalam membangun iman kita.
Berproses itu bukan proses yang isntant, tapi proses yang acapkali tidak
mudah, proses yang sukar, proses yang berat jalannya. Iman yang Tuhan bentuk itu acapkali lewat
proses yang penuh liku. Entah lewat kehilangan seseorang yang ktia kasihi,
lewat penderitaan, lewat sakit penyakit, lewat kesusahan, bahkan lewat duri
dalam daging dsb.
Proses itu terlihat
juga dalam bagian yang baru kita baca.
Bagian ini mengisahkan tentang bagaimana umat Israel yang baru
dibebaskan Tuhan dari perbudakan Mesir. Setelah perdebatan panjang antara Musa
dan Firaun, dan bagaimana Firaun bersikeras menahan umat Israel. Dan kemudian Tuhan memberikan tulah-tulah
kepada orang Mesir. Yang mau tidak mau
melembutkan hati Firaun. Akhirnya bangsa
Israel dibebaskan. Setelah dibebaskan,
Tuhan segera memberikan ketetapan-ketetapannya.
Kemudian masuk bagian
perikop ini, disini diberi judul Allah Menuntun umatnya. Inilah saatnya Allah menuntun umatnya untuk
memasuki tanah perjanjian seperti yang dijanjikan kepada Abraham beberapa tahun
lalu. Tapi menariknya cara Allah
menuntun umatnya unik. Di ayat 17
dikatakan : “Setelah Firaun membiarkan
bangsa itu pergi, Allah tidak menuntun mereka melalui jalan ke negeri orang
Filistin, walaupun jalan ini yang paling dekat;…” Ya, Allah tidak menuntun umat Israel
lewat jalan Filistin. Kalau kita melihat
peta, dari mesir sampai ke tanah kanaan (negeri orang Filistin) itu mestinya
kalau ditempuh dengan jalan kaki mungkin sekitar 3 tahun lamanya. Tidak terlalu lama. Tapi kalau kita pelajari dan kalau kita baca
di ayat 18, Tuhan menuntun umat israel melalui laut Teberau dan mutar keliling
dari bawah sampai ke tanah kanaan.
Sehingga perjalanan yang mestinya Cuma 3 tahun menjadi 40 tahun lamanya. Mengapa Tuhan menuntun lewat jalan yang
susah? Bukankah kalau menuntun lewat
negeri Filistin orang Israel bisa instant sampe ke tanah Kanaan? Tapi kenapa Tuhan menuntun lewat jalan yang
memutar? Dan jalan memutarnya itu bukan
jalan yang gampang. Tapi padang gurun
yang gersang, yang tidak memiliki banyak persediaan makanan. Yang berat jalannya.
Disini saya menemukan
sebuah kebenaran bahwa Tuhan lebih suka memproses iman kita tidak dengan cara
yang isntant. Tapi Iman itu diproses
dengan cara yang panjang, yang tidak mudah, yang berliku, yang penuh dengan
cobaan dan tidak sedikit air mata yang
kita butuhkan dalam proses iman itu. Sesuatu yang instan memang
menyenangkan. Tetapi iman yang instant
tidak mendidik kita apa-apa. Iman yang
inntant juga akan pergi seinstant kedatangannya.
Itu sebabnya kalau kita
melihat di Alkitab, semua tokoh iman yang ada rata-rata adalah orang yang
imannya diproses dengan cara yang tidak mudah dan tidak instant. Abraham,
untuk menguji imannya, ia harus belajar untuk taat ketika Tuhan memintanya
untuk menyerahkan anaknya. Ia,
kadang-kadang Iman kita diproses ketika kita harus merelakan sesuatu yang
berharga pergi dari hidup kita. Iman
kita kadang diproses dalam penantian yang tidak kunjung tiba. Penantian itu yang membuat kita semakin dekat
dengan Tuhan. Ayub, demi pemrosesan imannya, ia harus kehilangan segalanya. Istri, anak, harta bahkan kesehatannya. Dari kisah Ayub kita melihat bagaimana iman
itu dibentuk lewat kehilangan demi kehilangan.
Iman Ayub mungkin terasah dikit ketika ia mendapatkan segalanya. Tapi imannya sangat terasah justru ketika ia
kehilangan segalanya. Yusuf, demi proses imannya sampai ia
dapat berkata bahwa Tuhan yang mereka-rekakan untuk kebaikan, Yusuf harus
melewati banyak masa-masa suram dalam hidupnya, dijual oleh saudaranya,
difitnah, dipenjara, dsb. Adakalanya
iman kita dibentuk lewat lika-liku, turun kelamnya kehidupan kita. Petrus,
sebelum ia menjadi seorang yang sangat beriman, ia harus mengalami kegagalan
demi kegagalan yang harus membuatnya hancur.
Kegagalan kadang perlu terjadi agar kita lebih bergantung kepada Tuhan
dan mengandalkan dia. Pada saat itu iman
kita akan terasah. Inilah tokoh-tokoh
beriman. Mereka adalah orang-orang yang
diproses Tuhan bukan dengan cara yang gampang, mudah dan instant. Tapi mereka memiliki iman yang matang karena
mereka menjalankan proses.
Ketika
berpikir, apa yang membedakan hamba Tuhan dengan jemaat? Disatu sisi memang hamba Tuhan memang karena
kami belajar Alkitab lebih banyak dari jemaat.
Tetapi apakah hamba Tuhan lebih rohani daripada jemaat? Belum tentu.
Bisa iya bisa tidak. Tapi saya
menemukan bahwa acapkali orang-orang yang menyerahkan dirinya menjadi hamba
Tuhan adalah orang-orang yang pernah mengalami pergumulan yagn berat dalam
hidupnya, yang melalui proses kegagalan, kehilangan, dsb. Dan kemudian iman mereka terbentuk dari
masalah itu dan akhirnya mereka menyerahkan diri sebagai hamba Tuhan. Tapi apakah semua mengalami proses
demikian? Saya rasa tidak. Tapi orang yang mengalami proses yang berat
itulah yang kemudian membentuk iman mereka yang kuat dan iman itulah yang
membuat mereka bertekad menyerahkan hidup.
Ketika
beberapa waktu lalu pemuda mengundang Jefri Adam, dia seorang anak Tuhan, yang
sejak awal lahir sehat-sehat. Namun
menginjak usia 13 tahun ia mengalami kecelakaan, dan kepalanya terbentur. 3 hari kemudian matanya menjadi buta, dan ia
menjadi tidak bisa melihat. Awalnya ia
bermimpi untuk menjadi seorang arsitek, karena banyak yang memuji hasil
gambarnya. Tapi semua cita-cita itu
pupus dan sirna, dan ia kehilangan harapan.
3 tahun lamanya ia terus mengurung diri dikamar. IA terus menangis. Dan ia terus berpikir untuk mau mati
saja. Ia berpikir masa depannya hanyalah
akan menjadi seorang pengemis yang meminta-minta di perempatan lampu merah. 3 tahun ia kecewa dan terpuruk. Namun sampai ia mengalami jamahan Tuhan. Dalam sebuah khotbah di televisi ia mendengar
kisah tentang Yesus dan orang buta. Ketika
murid-murid Yesus bertanya: Siapa yang
berdosa, ia atau orang tuanya sehingga orang itu buta? Yesus menjawab: Bukan dia, bukan juga orangtuanya, namun
supayan pekerjaan Tuhan dinyatakan lewat dia.
Mendengar Firman itu lantas Roh Kudus berkerja dalam hidupnya. Menguasai hatinya. IA menyadari bahwa kebutaan itu adalah alat
Tuhan untuk memakai dia. Ia kemudian
bangkit, bersandar penuh kepada Tuhan.
Dan kini dia menjadi orang yang sangat memberkati banyak orang. IA buta, namun ia bisa melihat. IA bisa bermain musik, ia bisa mengoperasikan
handphone, media sosial, laptop. Ia bisa
membuat web dengan bantuan teknologi yang canggih. Dan ia mendirikan yayasan tuna netra guna
memberikan harapan kepada semua orang buta yang ada di sekitarnya. Kebutaannya justru memperkuat imannya. Kehilangan, kekelaman, dan kejatuhannya jutru
membangkitakan imannya.
Sekali lagi, iman yang
Tuhan ingin terjadi dalam hidup kita ialah iman yang dibentuk lewat proses. Jika bapak ibu saat ini sdang dalam
pergumulan yang berat. Entah itu masalah
ekonomi, masalah keluarga, masalah dalam kesehatan dsb. Mungkin engkau lagi kehilangan sesuatu. Mungkin saudara lagi dalam penantian yang
tidak kunjung tiba. Mungkin saudara
sedang dalam titik terendah dalam hidupmu.
Mungkin saudara baru mengalami kegagalan demi kegagalan. Jangan putus asa, mungkin Tuhan sedang
memproses iman saudara.
Bertahanlah. Jangan padamkan
harapanmu. Tapi carilah secercah cahaya
dalam setiap peristiwa buruk yang menimpa.
Pdt Benny Solihin mengatakan,
ketika engkau berada dalam titik terendahmu, mungkin disana engkau akan
berjumpa dengan kehendak Tuhan Iman itulah yang kemudian menjadi bekal
dikedepan hari untuk menjadi berkat bagi orang lain. Ijinkan Tuhan memproses iman kita, bukan
dengan cara yang instant dan nyaman dan mudah..
Mungkin butuh waktu yang lama, yang pasti kita akan menjadi orang-orang
yang tangguh dalam menjalani kehidupan ini.
No comments:
Post a Comment