Cuplikan
kilas tentang lagu: Andai aaaaku jadi orang kaya (1menit). Lagu ini saya kira mewakili perasaan hati
banyak orang. Menjadi kaya, Menambah harta, bukankah hal itu dambaan
kebanyakan orang. Mengapa menjadi dambaan
banyak orang? Sebab dengan harta yang
banyak kita bisa melakukan banyak hal.
Ada uang kita bisa pergi keliling-keliling dunia melihat semua ciptaan
Tuhan yang indah dibelahan dunia yang lain.
Jika ada uang, kita bisa beli barang-barang bermerek. Kalau ada uang, kita bisa memiliki
gadget-gadget yang canggih, kita bisa memiliki mobil yang bisa menaikan gengsi
kita, yang kalau kata teman saya, turun dari mobil demikian rasanya berbeda.
Dsb. Karena banyak kenyamanan-kenyamanan
yang bisa didapat, itu sebabnya banyak orang yang ingin menjadi kaya dan
menambah kekayaan.
Itu
sebabnya banyak orang bekerja mati-matian memeras keringat untuk mengejar dan
menambah pundi-pundi harta mereka.
Bahkan untuk mendapatkannya, orang bisa melakukan segala cara. Dari cara
yang paling jahat (korupsi, membegal, mencuri, menipu, dsb), sampai cara yang
unik sekalipun mereka akan lakukan untuk mendapatkan kekayaan. Barusan waktu
jalan-jalan ke China bersama susuk-susuk ayi2 yang rata-rata udah usia 60 tahun
ke atas. Ada seorang susuk yang punya
kebiasaan unik. Disana kita beberapa
kali mampir ke klenteng-klenteng kuno di China.
Setiap kali ke sebuah klenteng dan mampir ke tempat sembahyangan, susuk
ini langsung menghentakan kakinya.
Kemudian sembahyang 3 kali, habis itu tangannya seperti ambil sesuatu
dan memasukan kekantong. Hari berikutnya
tangannya lebih dasyat lagi. Ketika
ditanya: apa artinya itu? Dia bilang
menghentakkan kaki itu untuk membuat dewa disana bangun. Habis itu dia sembah dan minta sesuatu. Terus dia menganggap bahwa dewa itu sudah
memberikan uangnya dan ia mengambil memasukan ke dalam kantong. Bagi dia, itulah cara untuk bisa menambah
kekayaan. Itu wajar, setiap kita ingin menjadi kaya. Cara terunik bagaimanapun akan kita lakukan
untuk menjadi kaya.
Tapi bagaimana semestinya
sikap orang Kristen terhadap kekayaan?
Apakah kita turut mengejar kekayaan sebagaimana orang dunia pada
umumnya? Bukankah Alkitab berkali-kali mengingatkan kita tentang bahaya
harta? Banyak ajaran-ajaran Alkitab yang
seakan-akan menunjukkan sikap antipati terhadap harta. Tentu kita masih mengingat bahwa Yesus
pernah berkata agar kita tidak mengumpulkan harta di bumi ini, karena ngengat
dan karat akan merusaknya. Tuhan Yesus
juga pernah memberikan sebuah perumpamaan tentang orang kaya yang bodoh, yang
menimbun hartanya kemudia mati tanpa membawa apa-apa. Tapi disatu sisi, kita butuh harta. Di satu sisi, kita perlu memiliki harta lebih
untuk kehidupan yang lebih baik, dan untuk memenuhi kebutuhan hidup kita. Bukankah ini sedikit memberi dilema bagi
kita?
Nah,
murid-murid Yesus dalam perikop yang kita baca barusan juga kurang lebih
mengalami dilema yang sama. Mari kita simak kisah ini. Dikisahkan waktu itu Yesus hendak melanjutkan
perjalanan-Nya. Mendengar itu datanglah
seorang muda berlari-lari mengejar Yesus. Ia adalah seorang yang kaya raya,
bahkan dalam Lukas ia disebut sebagai seorang pemimpin; seorang yang memiliki
jabatan yang tinggi. Bukan hanya itu, ia
adalah orang yang rendah hati. Ketika
mendengar bahwa Yesus hendak meninggalkan kota itu, pemuda ini langsung segera
berlari-lari mengejar Yesus seperti orang yang takut ketinggalan pesawat. Dan ketika ia mendapatinya ia langsung
berlutut di hadapan Yesus. Pemimpin mana
yang mau mengejar-ngejar seseorang, bahkan berlutut di depannya. Gengsi kan!
Namun pemuda itu tidak. Ia sangat
mengenal siapa Yesus; dan ia mengakui otoritas Yesus lebih atas dirinya.
Tapi
mengapa ia mencari Yesus? Apa yang ia
cari lagi? Bukankah ia punya
segalanya? Berpendidikan, kaya,
berstatus tinggi, dan saya kira hidupnya bahagia. Namun ternyata ada satu hal yang mengusik
pemikiran dan menggelisahkan dirinya, yaitu masalah kehidupan kekal. Karena itu ia bertanya dengan sopan “Guru yang baik, apa yang harus
saya perbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?”
Melihat
pemuda ini, Yesus segera menjawab berdasarkan kitab PL “Engkau tentu tahu
segala perintah Allah: Jangan membunuh,
jangan berjinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, jangan
mengurangi hak orang, hormatilah Ayahmu dan ibumu.” Konsep ini yang dimiliki orang Israel waktu
itu. Mereka akan selamat jika mereka
dapat memegang hukum-hukum Taurat mereka.
Dan mengagumkan, ternyata pemuda ini sudah melakukan semua itu sejak ia
masih muda. Jadi sudah muda, kaya,
sopan, seorang pemimpin, rendah hati, saleh pula. Saya kira jarang
kita dapat menemukan orang seperti ini.
Dapat dikatakan ia adalah orang yang perfect. Kalau ayi-ayi di Makassar melihat pemuda
begini pasti sudah rebutan untuk dijadikan mantu. Saya kira semua orang disekitar Yesus waktu
itu akan berkata “Kamu pasti masuk dalam kehidupan kekal, karena kamu adalah
orang yang diberkati, dan taat kepada Tuhan.”
Merekapun pasti mengira Tuhan akan berespon hal yang sama.
Tapi
respon Tuhan berbeda. Ia memandang
pemuda itu, ia menaruh kasih, sambil tersenyum Yesus berkata “Ada satu lagi
kekuranganmu, juallah apa
yang kau miliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan
beroleh harta di Surga....” Saya
membayangkan betapa terkejutnya pemuda kaya itu mendengar syarat yang diberi
Yesus. Dan akhirnya iapun kecewa dan ia
pergi dengan sedih, sebab banyak hartanya.
Saat ia pergi itulah, Yesus langsung memandang murid-murid-Nya dan
berkata “Alangkah sukarnya
orang yang ber-uang masuk ke dalam kerajaan Allah. Lebih mudah seekor unta masuk ke dalam lubang
jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam kerajaan Allah.” Hal inilah yang kemudian membuat dilema dan
membingungkan. Dan kalau orang berpikir
secara harafiah, jadinya demikian: Apakah
kita harus menjual semua kekayaan kita untuk pelayanan untuk mendapat hidup
kekal? Kalau demikian syaratnya, pasti
banyak diantara kita yang tidak masuk ke dalam kerajaan Surga, karena kita
tidak akan rela menjual harta yang sudah kita kumpulkan selama ini.
****
Namun
apakah demikian maksud Yesus? Apakah
Tuhan anti terhadap kekayaan yang dianggap mamon itu? Kalau ingin memahaminya mari kita melihat
Alkitab yang adalah Firman Tuhan ini secara keseluruhan. Itu pentingnya kita membaca Alkitab setiap
hari, sebab Alkitab kita tidak bisa hanya dibaca sepenggal-sepenggal.
STATUS HARTA
Kalau
kita pahami, Sebenarnya sejak awal Tuhan menciptakan materi atau harta itu baik
adanya. Asal mula manusia pertama
diciptakan yaitu Adam dan Hawa, memang mereka tidak berpakaian, namun mereka
diberi kepercayaan untuk mengelola segala properti atau harta yang ada di taman
eden. Tuhan yang menyediakan harta itu
kepada mereka. Tujuannya apa? Agar segala harta properti itu dapat memenuhi
hidup manusia, sehingga manusia dapat fokus melaksanakan misi dan rencana
Tuhan, yang pada waktu itu adalah penuhilah bumi dan kuasailah bumi.
Namun setelah manusia jatuh dalam dosa
keadaan menjadi terbalik. Harta dan
materi menjadi suatu yang dikejar-kejar dan didewa-dewakan; dan untuk
mencapainya Allahpun dimanfaatkan supaya mendapat tujuan itu. Allah dijadikan seperti mesin atm, di mana
jika kita membutuhkan uang barulah kita menghampiri Allah, tapi setelah kita
mendapat uang itu kitapun mengabaikannya.
Kalau semula Allah ditempat yang paling tinggi, dan harta di tempat
paling bawah, dan harta melayani manusia agar manusia bisa melayani Allah. Tapi setelah manusia jatuh, kondisi
berbalik. Allah dibawah, harta diatas,
dan Allah disuruh melayani manusia agar manusia bisa mendapatkan harta. Makanya ada beberapa orang yang percaya Tuhan
supaya Tuhan memberkati hidunya supaya menjadi lebih kaya. Kalau ikut Tuhan tidak tambah kaya, ngapain
ikut Tuhan. Dan Tuhan ditinggalkan. Bukankah demikian berarti orang tersebut
sudah menjadikan harta sebagai yang utama?
Jadi, secara status, harta itu Tuhan ciptakan untuk maksud baik dan
mulia. Tapi dosa merubah status harta
itu di mata manusia.
PRINSIP UMUM ATAU PRINSIP KHUSUS
Apa maksudnya? Jadi ketika kita mempelajari Firman Tuhan, maka kita harus
memperhatikan konteknya. Apakah ia
prinsip umum atau khusus. Ia menjadi
prinsip umum kalau keseluruhan Alkitab membicarakan yang sama. Tapi ia menjadi prinsip khusus, jika aturan
itu Cuma berlaku pada perikop atau cerita itu.
Nah
sekarang mari kita melihat, apakah menjual harta itu merupakan sebuah prinsip
yang umum yang berlaku dalam Alkitab ataukah prinsip khusus? Apakah sungguh Tuhan Yesus membenci kekayaan
karena manusia sudah jatuh dalam dosa?
Ternyata ketika saya meyelediki Firman Tuhan, saya menemukan bahwa
menjual harta itu bukanlah prinsip umum.
Kalau
itu merupakan prinsip umum maka seharusnya Yesus berlaku sama dengan semua
orang kaya yang dekat padanya. Namun ia
membiarkan perempuan-perempuan kaya yang ditulis dalam Lukas 8:3 mendukung
pelayanannya. Ketika Zakeus pemungut
cukai itu bertobat, Zakeus mengatakan bahwa ia akan menjual setengah hartanya
dan memberikannya kepada orang-orang miskin.
Yesus memuji dia sebagai orang beriman.
Yesus tidak mencela Zakeus untuk menjual seluruh hartanya, tidak boleh
setengah-setengah. Bahkan kalau kita
melihat konteks Perjanjian Lama, maka kita akan menemukan bagaimana Tuhan
mengijinkan Daud, Salomo, dan raja-raja yang lain memiliki harta yang melimpah
ruah, walaupun dalam konteks kenegaraan.
Jadi saya kira prinsip menjual harta ini
cuma berlaku kepada pemuda kaya itu.
(huff lega, ga jadi jual harta propertiku)
Namun
ada apa dengan pemuda itu? Saya kira
Yesus tahu isi hati pemuda kaya itu yang terdalam. Yesus tahu benar bahwa pemuda itu sudah menjadikan hartanya
sebagai sandarannya. Hartanya sudah
bertakhta dalam hatinya. Hatinya sudah
terikat dan terbelenggu dengan harta, dan baginya harta adalah
segala-galanya. Itulah yang membuatnya
sangat berat dan kecewa untuk melepaskan hartanya demi mengikut Yesus. Sebab ia sangat kaya. Ketika ia menjadikan harta sebagai Tuhan,
maka ia tidak lagi menempatkan Tuhan di posisi sebagai mana mestinya. Sekali lagi, sesungguhnya Tuhan tidak anti terhadap kekayaan. Tuhan sendiri yang menciptakan harta kekayaan
untuk manusia nikmati. Namun yang Tuhan
anti adalah hati yang menyembah kekayaan itu.
Itu sebabnya Tuhan murka terhadap Akhan dalam
kitab Yosua. Karena demi harta, ia rela
mencuri barang-barang yang seharusnya dikhususkan untuk rumah Tuhan. Itu sebabnya juga Tuhan mengatakan: Jangan kumpulkan harta didunia, karena
ngengat dan karat merusaknya, tetapi kumpulkanlah harta di Surga. Itu juga
sebabnya Tuhan mengatakan: kita tidak
mungkin mengabdi kepada dua tuan, yaitu Allah dan Mamon. Allah tidak mungkin diprioritaskan sama
seperti harta. Ketika kita mendahulukan
kekayaan diatas segalanya, termasuk lebih daripada Tuhan, pada saat itulah kita
sedang menyembah mamon, bukan Tuhan.
Menjual harta bukan prinsip umum
dalam Alkitab. Prinsip umum yang Alkitab ajarkan kepada
kita ialah, jangan jadikan harta menjadi nomor satu dalam hidupmu. Jangan biarkan harta bertahkta dalam hidupmu.
Hal ini seharusnya mengintropeksi diri kita. Sudahkah kita menjadikan Tuhan sebagai yang
utama di hati kita, ataukah jangan-jangan pekerjaan dan kekayaan sudah begitu
memikat kita sedemikian rupa sehingga kita menjadikannya sebagai nomor 1 di
hati kita. Bukankah ada banyak anak
Tuhan yang demikian? Ketika mengalami
kerugian cukup besar dalam pekerjaan, lantas stress berlebihan sampai lupa
bahwa hidupnya dipelihara oleh Tuhan, bukan harta. Ketika kehilangan harta, kemudian jadi
bersungut-sungut dan menyalahkan Tuhan, bukankah itu menunjukkan harta sudah
bertakhta dalam hati kita sehingga ia rela menyalahkan Tuhan? Atau ketika kita terlalu fokus terhadap
pekerjaan, sampai kita tidak lagi serius mengikuti ibadah di gereja, atau kita
bisa meninggalkan ibadah-ibadah dimana Firman diberitakan demi pekerjaan kita. Kita meremehkannya. Kita menganggap ibadah tidak lebih penting
dari pekerjaan kita, bukankah kita sedang mempertuhankan harta kita. Mari kita kembali mengintropeksi diri, apakah
Tuhan sudah lebih berharga daripada segala kekayaan yang kita miliki.
Seorang teman saya, seorang pengusaha, seorang Kristen tapi tidak
aktif dalam kegiatan gereja. IA kegereja
hanya karena terbiasa dari kecil.
Sementara istrinya aktif di gereja.
Suatu saat teman saya ini menemukan istrinya suka memberikan perpuluhan
kegereja. Teman saya agak marah karena
pikirnya, kita kerja capek-capek, gereja tinggal menerima aja uang dari jerih
payah kita. Kemudian ia melarang
istrinya untuk memberi perpuluhan ke gereja.
Cukup persembahan hari minggu saja katanya. Namun beberapa tahun kemudian, teman saya ini
bbm saya dan mengatakan: bisa tidak saya titip perpuluhan saya untuk dibagikan
kepanti asuhan dan ke gereja-gereja kecil?
Saya cukup terkejut lalu bertanya:
Kenapa tiba-tiba berpikir untuk memberi perpuluhan? Lalu dia bercerita: Ia, dulunya saya juga berpikir tidak perlu
memberikan perpuluhan. Merasa kita capek
kerja tapi sebagian besar uang malah harus diberikan ke gereja. Padahal masih banyak cicilan dsb. Tapi kemudian, karena semakin banyak
permasalahan dipekerjaan, saya seakan-akan diingatkan Tuhan bahwa harta yang
kita punya itu milik Tuhan. Kita jerih
lelah bekerja tidak akan menjadi kaya kalau Tuhan tidak memberikanya. Saat itu ia mulai memberi perpuluhan. Dan anehnya katanya, pekerjaannya membaik
setelah itu. Tidak mengerti logikanya
bagaimana. Saya tidak memberi perpuluhan
untuk mendapat uang, tapi saya sadar, bahwa saya harus mendahulukan kehendak
Tuhan diatas semua keinginan peribadi saya.” Ia tidak memberi
untuk menambah kekayaan, seperti yang diberitakan di gereja-gereja, memberi
perpuluhan untuk dibalas 1-rb kali lipat.
Tidak!. Tapi ia memberi murni
karena ia sadar bahwa Tuhanlah sang sumber berkat. Tapi justru pada saat itu pekerjaannya
diptolong dan diberkati.
Pengalaman
teman saya ini bukanlah hal yang bisa digeneralisasikan. Ini mungkin Cuma terjadi di teman saya dan
beberapa orang lain. Tapi ada kebenaran
umum dalam pengalaman yang ia alami, yaitu kita tidak boleh menaruh Tuhan di
bawah kekayaan dalam hati kita. Harta
kita jangan sampai bertakhta dalam hati kita. Sebab itu mari kita belajar untuk
senantiasa menyadari bahwa harta kekayaan adalah pemberian Tuhan, yang
diciptakan untuk menolong hidup kita, bukan untuk ditaruh menggantikan Tuhan
dalam hati kita.
Ingat,
tujuan harta diberikan ialah agar kita menjalankan kehendak Tuhan dalam
keberadaan kita saat ini, ditempat dimana Tuhan percayakan untk kita tinggal
saat ini. Untuk memuliakan Tuhan. Amsal 3:9
mengatakan: “ Muliakanlah Tuhan dengan
hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu.” Sebab itu jika ada
diantara yang diberi banyak harta, mari kita pergunakan itu untuk pekerjaan
Tuhan.
Bagaimana
memuliakan Tuhan dengan harta kita? Bisa dengan banyak cara. Pertama mari kita gunakan harta kita untuk
mendukung pelayanan di gereja. Gereja
merupakan lembaga yang Tuhan percayakan untuk menyatakan kehendaknya. Untuk itu ketika kita mendukung pelayanan di
gereja dengan harta kita, kita bisa memuliakan Tuhan. Misal:
Gereja kita sebentar lagi mau dibangun, membutuhkan banyak sekali
dana. Gereja kita dibangun tentu bukan
karena kita ingin terlihat megah dengan gereja yang besar. Tapi gereja kita dibangun tentu agar
pelayanan semakin efektif. Orang bisa
beribadah dengan lebih leluasa dsb.
Sebab itu dengan memberi harta kita untuk pembangunan gereja kita sedang
memuliakan Tuhan. Atau banyak lagi
keperluan gereja yang lain, misal:
kebutuhan sosial untuk memberikan bantuan uang sekolah kepada
orang-orang yang ga mampu. Memberi uang
kita untuk sosial, kita sedang membagi kasih lewat gereja. Bisa juga untuk pekerjaan misi. Atau mungkin kita terbeban dengan suasana
ibadah, kita bisa memberi uang kita untuk keperluan ibadah. Dan sebagainya. Belum berbicara kebutuhan komisi dan
sebagainya. Dengan kita menyumbangkan
uang kita lewat gereja, kita sedang memuliakan Tuhan.
Kedua,
kita bisa gunakan harta kita untuk membagi kasih kepada sesama. Kalau kita melihat sekitar kita, kita akan
menemukan banyak sekali orang yang membutuhkan bantuan. Tidak perlu menjadi kaya untuk membagi
kekayaan kita. Selalu ada orang yang
lebih kurang dari kita yang membutuhkan bantuan. Kita bisa membagikannya lewat lembaga-lembaga
sosial, seperti panti asuhan, panti jompo, dsb.
Kita bisa juga memberikannya kepada orang-orang yang kita tau
berkekurangan dan kesusahan yang ada disekitar kita. Dan taukah teman-teman, bahwa kasih yang
orang rasakan lewat pemberian kita membuat kita dan orang yang diberi dapat
merasakan hadirat Tuhan.
Saya ingat pengalaman saya sewaktu di asrama malang. Saya mengajar dipos kecil di sebuah perumahan
kumuh di kota malang. Setiap sabtu sore
saya dan rekan-rekan kesana untuk mengajar sekolah minggu. Disana ada sebuah keluarga yang neneknya
hidup single fighter. Maksudnya,
neneknya ini harus mengurus 4 cucunya karena anaknya yang adalah orang tua
murid sekolah minggu itu hidupnya tidak benar, dan membuat mereka bercerai, jadi
anak-anak mereka dipelihara sama nenek mereka.
Suatu saat salah satu anak dari mereka terlihat murung. Dan kami bertanya, kenapa kamu murung? Ia terdiam dan menjawab: Gak kak, kayaknya ini terakhir saya
sekolah. Nenek sudah tidak sanggup bayar
uang sekolah katanya. Kaget mendengar
hal itu, saya dan teman-teman langsung datang kerumah nenek itu.
Dan kemudian ia menceritakan segala kesusahan yang dialaminya. Dia bilang, itu keputusan satu-satunya yang
ia bisa ambil. Karena tidak adalagi
dana. Ketika pulang dari rumah itu, saya
kepikiran. Di tabungan saya ada
beberapa. Walaupun tidak banyak, Cuma
saya kumpulin buat mau beli sesuatu.
Kemudian nurani saya berkata, bukankah mereka jauh lebih memerlukan
uang?. Tanpa banyak berdebat dengan diri
sendiri, saya langsung pergi ke atm, saya ambil 1,2 juta yang jumlahnya
termasuk banyak bagi saya waktu itu, separuh uang jajan saya, dan saya kembali
kerumah dia dan memberikannya. Ketika
saya memberikannya, apa yang menjadi respon nenek itu, ia langsung terdiam
sejenak, dan kemudian ia menangis, sambil menangis ia terus mencium tangan saya
bilang terima kasih. Dia tidak tahu
bagaimana membalas budi. Tapi kiranya
Tuhan membalas. Lihatlah
bagaimana uang kita bisa memuliakan Tuhan.
Sebab itu jangan kita mencari kemuliaan dengan mengumpulkan harta
sebanyak-banyakan, sebaliknya, muliakanlah Tuhan dengan harta kita. Jangan biarkah harta bertakhta memerintah
diri kita. Tapi biarkan Tuhan yang
bertakhta, dan harta kita gunakan untuk menjunjung tinggi Tuhan kita.
No comments:
Post a Comment