Wednesday, March 27, 2013

Pilatus Vs Yesus (Yohanes 18:28-38) #1






Ketika ada dua pemimpin negara bertemu pasti ada hal-hal yang penting yang akan dibicarakan.  Jangankan pemimpin negara, ketika pemimpin-pemimpin gereja atau pemimpin perusahaan di suatu kota mengadakan pertemuan saja pasti ada sesuatu hal yang  urgent untuk dibahas.  Tidak mungkin para pemimpin negara bertemu tapi membicarakan hal-hal yang sepele dan tidak berguna. 
Baru-baru ini presiden Korea Selatan mengadakan pertemuan dengan perdana menteri Jepang karena ada masalah penting mengenai pertikaian pasukan mereka di sebuah pulau yang menjadi perebutan.  Mereka membahas bagaimana cara penyelesain masalah ini agar perdamaian terjadi.  Lalu merekapun membuat kesepakatan yang penting.  Tahun lalu presiden SBY berjumpa dengan pemimpin Korea Utara untuk membicarakan persoalan tentang kontroversi peluncuran roket satelit milik Korea Utara.   Disana terjadi percakapan penting agar tercipta  perdamaian dunia.  Pasti ada percakapan yang penting ketika ada dua pemimpin bertemu.
Tahukah saudara, prikop yang kita baca barusan ini juga merupakan pertemuan dua pemimpin besar waktu itu.   Walaupun mungkin kita jarang mendengar khotbah dari perikop ini, namun kita tidak bisa memungkiri bahwa percakapan yang terjadi antara Pilatus dan Yesus merupakan percakapan yang penting untuk kita perhatikan.  Sebelumnya mari kita mempelajari siapakah dua  tokoh ini waktu itu.
****
Siapa Pilatus?  Pilatus awalnya merupakan seorang panglima tentara Roma yang cemerlang.  Ia berasal dari keturunan keluarga yang terpandang, dan ia seorang tokoh politik yang bisa diandalkan.   Pilatus sendiri secara mendasar memiliki sifat sama seperti pria-pria lain yang haus akan kekuasaan, haus akan jabatan, dan haus akan harga diri.  Ia terus mengejar karier yang lebih tinggi dari yang ia miliki sekarang.  Dan impian itu kemudian menjadi kenyataaan ketika pemimpin tertinggi Romawi waktu itu, Kaisar Sejanus, merekomendasikan dirinya untuk menjadi gubernur di daerah Yudea di Palestina.  Dari seorang pengawal menjadi gubernur.  Kekuasaan Romawi waktu itu sangat besar.   Cara Kaisar menangani pengawasan seluruh daerah adalah dengan cara mengirimkan gubernur-gubernur dari keturunan Roma untuk berkuasa di setiap daerah.  Nah, waktu itu Pilatus merupakan salah satu orang yang dipercayakan untuk menjadi gubernur di wilayah Yudea.  Betapa senangnya ia mendapatkan kenaikan jabatan itu.  Menariknya sejarahwan mencatat, sebelum ia pergi ke Yudea,  kaisar sudah mewanti-wanti Pilatus demikian:  kamu harus ambil hati orang  Yahudi di sana.   Orang Yahudi itu orang yang keras dan susah di atur.  Banyak Gubernur yang tertekan dan mundur karena kekerasan kepala orang Yahudi.  Sebab itu saya Cuma pesan kekamu bahwa kamu harus bisa mengambil hati orang-orang Yahudi di sana.    Dengan pesan itu kemudian Pilatus berangkat ke Yudea.  Tentu saja sebagai Gubernur yang baru ia berusaha membangun pecitraan yang baik di depan orang-orang Yahudi.  Ia berusaha melakukan segala sesuatu yang menyenangkan orang Yahudi.   Waktu memimpin daerah itu,  beberapa kali ia berbenturan dengan orang Yahudi.  Tetapi Pilatus memilih untuk mengalah, karena ia mengingat pesan: harus mengambil hati orang  Yahudi.  Yah… inilah Pilatus…. Seorang pemimpin muda yang sedang berjaya dan berjuang meniti kariernya.  Ia sedikit mirip dengan Gubernur Jakarta, Jokowi, saat ini, seorang yang sedang naik daun, sama-sama baru menjabat jabatan gubernur, sama-sama baru naik pangkat, dan sedang membangun pencitraan diri dengan melakukan banyak hal yang menyenangkan rakyatnya.
****
Sementara itu siapa Yesus waktu itu?  Yesus bukanlah pemimpin politik seperti Pilatus.  Ia seorang Yahudi yang lahir di desa kecil bernama Betlehem, dan hanyalah anak tukang kayu.   Namun meski Yesus bukan pimpinan politik waktu itu, Ia memiliki pengikut yang banyak.  Ia merupakan pimpinan yang memiliki karisma yang besar.  Melalui teladan-Nya, ajaran-Nya, pelayanan-Nya dan mujizat-mujizat yang dilakukan-Nya, Yesus berhasil menarik banyak pengikut-pengikut.  Para pengikut-Nya banyak yang percaya bahwa Ia adalah raja atau Mesiah yang dinubuatkan selama ini.  Selama ini mereka selalu mengingat bahwa pernah dinubuatkan akan datang seorang Raja yang berkuasa seperti Daud, dan raja ini akan membebaskan umat Israel dari perbudakan.  Tanda-tandanya adalah, Ia akan mengajarkan banyak hal tentang kebenaran, dan Ia akan melakukan sebuah muzizat.  Dan itu semua diperbuat oleh Yesus.  Itu sebabnya banyak sekali orang Yahudi yang mengikut Dia, walaupun mungkin kebanyakan di antara mereka salah kaprah, bahwa Yesus bukanlah pembebas mereka dari perbudakan Romawi.  Melainkan pembebas mereka dari perbudakan dosa.  Yang pasti banyak orang yang mengikut Yesus waktu itu.  Namun demikian, tetap saja ada orang yang membenci Yesus.  Memang sebaik-baiknya seseorang, pasti tetap ada yang tidak suka.  Kehadiran Yesus yang mengagumkan waktu itu ternyata tidak disukai pemimpin-pemimpin agama Yahudi waktu itu.  Mereka merasa terancam karena banyak pengikutnya selama ini lebih memilih untuk mengikuti Yesus sekarang.    Bahkan mereka merasa ajaran Yesus berkali-kali banyak mengecam mereka.  Tentu saja semua ini membuat mereka takut dan terancam.  Jika semua pengikutnya berpindah mengikut Yesus, maka mereka tidak akan menjadi orang yang terpandang dan terhormat lagi.  Itu sebabnya mereka berupaya untuk menjatuhkan Yesus.   Itulah kondisi Yesus waktu itu.

Pilatus Vs Yesus (Yohanes 18:28-38) #1



Ketika ada dua pemimpin negara bertemu pasti ada hal-hal yang penting yang akan dibicarakan.  Jangankan pemimpin negara, ketika pemimpin-pemimpin gereja atau pemimpin perusahaan di suatu kota mengadakan pertemuan saja pasti ada sesuatu hal yang  urgent untuk dibahas.  Tidak mungkin para pemimpin negara bertemu tapi membicarakan hal-hal yang sepele dan tidak berguna. 
Baru-baru ini presiden Korea Selatan mengadakan pertemuan dengan perdana menteri Jepang karena ada masalah penting mengenai pertikaian pasukan mereka di sebuah pulau yang menjadi perebutan.  Mereka membahas bagaimana cara penyelesain masalah ini agar perdamaian terjadi.  Lalu merekapun membuat kesepakatan yang penting.  Tahun lalu presiden SBY berjumpa dengan pemimpin Korea Utara untuk membicarakan persoalan tentang kontroversi peluncuran roket satelit milik Korea Utara.   Disana terjadi percakapan penting agar tercipta  perdamaian dunia.  Pasti ada percakapan yang penting ketika ada dua pemimpin bertemu.
Tahukah saudara, prikop yang kita baca barusan ini juga merupakan pertemuan dua pemimpin besar waktu itu.   Walaupun mungkin kita jarang mendengar khotbah dari perikop ini, namun kita tidak bisa memungkiri bahwa percakapan yang terjadi antara Pilatus dan Yesus merupakan percakapan yang penting untuk kita perhatikan.  Sebelumnya mari kita mempelajari siapakah dua  tokoh ini waktu itu.
****
Siapa Pilatus?  Pilatus awalnya merupakan seorang panglima tentara Roma yang cemerlang.  Ia berasal dari keturunan keluarga yang terpandang, dan ia seorang tokoh politik yang bisa diandalkan.   Pilatus sendiri secara mendasar memiliki sifat sama seperti pria-pria lain yang haus akan kekuasaan, haus akan jabatan, dan haus akan harga diri.  Ia terus mengejar karier yang lebih tinggi dari yang ia miliki sekarang.  Dan impian itu kemudian menjadi kenyataaan ketika pemimpin tertinggi Romawi waktu itu, Kaisar Sejanus, merekomendasikan dirinya untuk menjadi gubernur di daerah Yudea di Palestina.  Dari seorang pengawal menjadi gubernur.  Kekuasaan Romawi waktu itu sangat besar.   Cara Kaisar menangani pengawasan seluruh daerah adalah dengan cara mengirimkan gubernur-gubernur dari keturunan Roma untuk berkuasa di setiap daerah.  Nah, waktu itu Pilatus merupakan salah satu orang yang dipercayakan untuk menjadi gubernur di wilayah Yudea.  Betapa senangnya ia mendapatkan kenaikan jabatan itu.  Menariknya sejarahwan mencatat, sebelum ia pergi ke Yudea,  kaisar sudah mewanti-wanti Pilatus demikian:  kamu harus ambil hati orang  Yahudi di sana.   Orang Yahudi itu orang yang keras dan susah di atur.  Banyak Gubernur yang tertekan dan mundur karena kekerasan kepala orang Yahudi.  Sebab itu saya Cuma pesan kekamu bahwa kamu harus bisa mengambil hati orang-orang Yahudi di sana.    Dengan pesan itu kemudian Pilatus berangkat ke Yudea.  Tentu saja sebagai Gubernur yang baru ia berusaha membangun pecitraan yang baik di depan orang-orang Yahudi.  Ia berusaha melakukan segala sesuatu yang menyenangkan orang Yahudi.   Waktu memimpin daerah itu,  beberapa kali ia berbenturan dengan orang Yahudi.  Tetapi Pilatus memilih untuk mengalah, karena ia mengingat pesan: harus mengambil hati orang  Yahudi.  Yah… inilah Pilatus…. Seorang pemimpin muda yang sedang berjaya dan berjuang meniti kariernya.  Ia sedikit mirip dengan Gubernur Jakarta, Jokowi, saat ini, seorang yang sedang naik daun, sama-sama baru menjabat jabatan gubernur, sama-sama baru naik pangkat, dan sedang membangun pencitraan diri dengan melakukan banyak hal yang menyenangkan rakyatnya.
****
Sementara itu siapa Yesus waktu itu?  Yesus bukanlah pemimpin politik seperti Pilatus.  Ia seorang Yahudi yang lahir di desa kecil bernama Betlehem, dan hanyalah anak tukang kayu.   Namun meski Yesus bukan pimpinan politik waktu itu, Ia memiliki pengikut yang banyak.  Ia merupakan pimpinan yang memiliki karisma yang besar.  Melalui teladan-Nya, ajaran-Nya, pelayanan-Nya dan mujizat-mujizat yang dilakukan-Nya, Yesus berhasil menarik banyak pengikut-pengikut.  Para pengikut-Nya banyak yang percaya bahwa Ia adalah raja atau Mesiah yang dinubuatkan selama ini.  Selama ini mereka selalu mengingat bahwa pernah dinubuatkan akan datang seorang Raja yang berkuasa seperti Daud, dan raja ini akan membebaskan umat Israel dari perbudakan.  Tanda-tandanya adalah, Ia akan mengajarkan banyak hal tentang kebenaran, dan Ia akan melakukan sebuah muzizat.  Dan itu semua diperbuat oleh Yesus.  Itu sebabnya banyak sekali orang Yahudi yang mengikut Dia, walaupun mungkin kebanyakan di antara mereka salah kaprah, bahwa Yesus bukanlah pembebas mereka dari perbudakan Romawi.  Melainkan pembebas mereka dari perbudakan dosa.  Yang pasti banyak orang yang mengikut Yesus waktu itu.  Namun demikian, tetap saja ada orang yang membenci Yesus.  Memang sebaik-baiknya seseorang, pasti tetap ada yang tidak suka.  Kehadiran Yesus yang mengagumkan waktu itu ternyata tidak disukai pemimpin-pemimpin agama Yahudi waktu itu.  Mereka merasa terancam karena banyak pengikutnya selama ini lebih memilih untuk mengikuti Yesus sekarang.    Bahkan mereka merasa ajaran Yesus berkali-kali banyak mengecam mereka.  Tentu saja semua ini membuat mereka takut dan terancam.  Jika semua pengikutnya berpindah mengikut Yesus, maka mereka tidak akan menjadi orang yang terpandang dan terhormat lagi.  Itu sebabnya mereka berupaya untuk menjatuhkan Yesus.   Itulah kondisi Yesus waktu itu.

Wednesday, March 06, 2013

MENGHAKIMI SESAMA (AYUB 22)





Barusan saya terkejut dengan sebuah berita yang bertajuk demikian:  Kejutan Ultah berujung maut.  Kisahnya begini, suatu ketika ada seorang siswi kelas 3 SMP sedang berulang tahun.  Teman-temannya   yang mau memberikan surprise merencanakan rencana usil.  Yang ultah diajak salah satu teman kekantin, sementara yang lain memasukan handphone dan uang sebesar 300rb kedalam tasnya di kelas.  Setelah kembali kekelas salah seorang temannya melapor ke guru kalau dia kehilangan handphone dan uangnya.  Gurunya yang sudah mengetahui rencana itu langsung menyuruh beberapa pengurus kelas untuk menggeledah tas masing-masing.  Kemudian didapatilah di salah satu tas siswi yang berulang tahun tadi.  Langsung satu kelas menyoraki dia: “Maling, maling, maling…”  Karena shock dan terkejut, siswi ini kemudian pingsan tak sadarkan diri.   Gurunya langsung membawa dia keklinik terdekat untuk dirawat.  Akhirnya beberapa jam kemudian siswi ini sadarkan diri.  Tapi apa yang terjadi.  Karena terlalu shock anak ini seperti kehilangan gairah hidup.  Tatapan matanya menjadi kosong,  Ia jadi tidak bisa belajar.  Dan di rumah selalu menangis.  Ia jadi sering melamun.  Hanya dua hari setelah ia sadarkan diri, hari ketiga, karena tidak lagi kuat menanggung tekanan batin itu (walaupun ia sudah tau kalau teman-temannya hanya ingin mengerjai dia) akhirnya anak ini kembali tidak sadarkan diri.  Segera dibawa kerumah sakit terdekat, namun apa daya, ia harus mengakhiri hidupnya di usia 15 tahun. 
Sungguh kisah yang tragis.   Ketika seseorang merasa dihakimi akan terus ada tekanan batin dalam dirinya.  Walaupun mungkin seorang yang menghakimi itu sudah menarik kata-katanya, acapkali luka itu masi membekas dihati orang yang dihakimi tersebut…  Saya kira memang tidak ada orang yang suka dihakimi.  Kita tidak suka dituduh, dikata-katai yang tidak benar, apa lagi kata-kata itu sudah menjurus menjadi sebuah fitnahan.  Namun seringkali kitapun suka menghakimi sesama kita bukan?  Bahkan tanpa kita sadari, perkataan kita sudah menyayat dan melukai sesama kita.  Bahkan taukah bahwa penghakiman kita dapat membunuh orang lain? 
Tentu Tuhan tidak suka sikap menghakimi.   Itu sebabnya Yesus pernah dengan tegas memberikan perintah dalam Matius 7:1 “Jangan kamu menghakimi supaya kamu tidak dihakimi.”   Selanjutnya Ia berkata di ayat 2 dan 3 “Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.  Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?   Dari sini Yesus ingin memberitahukan kepada kita bahwa jika kita menghakimi maka kita juga akan dihakimi.  Itu sebabnya di kitab Lukas 6:37 Yesus mengatakan  Janganlah kamu menghakimi, maka kamupun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamupun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni.”   Penghakiman adalah milik Allah.  Betapa angkuhnya dan betapa jahatnya kita dihadapan Tuhan jika kita suka menghakimi sesama kita.
Itu sebabnya pagi ini saya ingin memberi tau beberapa tips kecil saja untuk kita renungkan tentang bagaimana caranya supaya kita tidak jatuh dalam dosa penghakiman ini.  Saya tidak akan banyak lagi mengupas kisah Ayub ayat per ayat yang begitu sering kita dengarkan.  Tapi mari kita belajar apa yang menjadi kesalahan teman-teman Ayub, secara khususu Elifas, sehingga mereka terjatuh dalam dosa penghakiman.  Hal-hal praktis apa saja itu:

1.       Hati-hati ketika kita ingin memberi masukan walaupun bagi kita itu niat kita baik
Banyak orang mengira ketika memberi masukan atau nasehat hanya dengan alasan niat atau maksud baik itu sudah cukup.  Saya kira hal itu tidaklah cukup.  Maksud baik harus diiringi dengan penyampaian yang baik dan pikiran analisa yang baik sehingga orang yang menerima masukan itu dapat memahami dan menerima masukan itu tanpa merasa dihakimi.
Dari kisah ini kita dapat melihatnya.  Ini merupakan percakapan Elifas yang ketiga yang diberikan kepada Ayub.  Elifas merupakan orang pertama dari ketiga teman Ayub yang berbicara mengomentari masalah Ayub.  Niat awalnya memang baik.  Ia ingin memberitahu caranya kepada Ayub supaya ia bisa keluar dari permasalahan itu.  Namun mungkin cara penyampaiannya kurang tepat.  Sehingga niat baik itu bukan lagi disebut niat baik, tetapi di mata Tuhan niat baik itu sudah menjadi bentuk sikap menghakimi sesama.

2.      Mari perhatikan latar belakang masalah dan analisalah dengan tepat.
Saya kira tidak cukup hanya dengan penyampaian yang baik, tetapi sebelum kita memberikan penyampaian kita tentang sesama kita, mari kita melihat latar belakang seseorang dengan baik.  Kalau kita melihat percakapan Elifas di pasal 4 dan 5 sebenarnya ada beberapa kalimat yang baik.  Dia mengawali nasehatnya dengan pujian, dan dengan kata-kata yang bagus.  Tetapi mengapa semua itu masih terasa sangat menghakimi di hati Ayub?  Saya kira jelas karena Elifas memberikan pernyataan-pernyataan yang keliru, yang tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.  Elifas salah dalam memperhatikan latar belakang Ayub.  Tanpa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, Elifas langsung mengatakan bahwa Ayub harus bertobat, sebab penderitaan ini semua dikarenakan oleh dosa-dosa Ayub yang membuat Ayub ditegur oleh Tuhan.  Perhatikan…Walaupun penyampaian sudah baik, namun jika tidak disertai alasan yang tepat, hal itu bisa menjadi penghakiman bagi orang lain.  Seandainya kita baru-baru mengalami kecelakaan motor.  Di lampu merah kita diam-diam, tiba-tiba ada supir mabuk yang menabrak kita sehingga kita terjatuh dan terluka.  Sesampainya dirumah, orang yang dekat dengan kita bilang begini (dengan nada yang lembut):  Makanya, kalau naik motor hati-hati.  Ga usah ngebut.  Harus perhatikan jalan baik-baik.”  Walaupun disampaikan dengan baik tapi perkataan ini tentu tidak enak didengar.  Karena kita tau kejadiannya tidak seperti itu.  Bkan karena kita yang tidak hati-hati, namun karena ada supir mabuk yang sembarangann.  Itu sebabnya sebelum kita memberi nasihat, penting bagi kita untuk menganalisa masalah dengan baik.  Tidak langsung ngomong begitu saja.

3.      Senantiasa mengontrol emosi dan menahan perkataan.
Menghakimi kadang bisa bermula dari masukan-masukan kecil, kemudian karena ada pembelaan, masukan itu makin tajam, dan kemudian kalau kita tidak hati-hati menjaga emosi kita, kita akan jatuh ke dalam penghakiman
Itu yang terjadi dengan Elifas.  Dalam teguran pertama ia memuji Ayub dimana Ayub telah mengajar banyak orang, tangan yang lemah telah Ayub kuatkan.  Orang yang jatuh telah dibangunkan.  Pada awalnya Elifas hanya mengatakan: sesungguhnya, berbahgialah manusia yang ditegur Allah; sebab itu janganlah engkau menolak didikan….  Di pasal 15 Elifas mulai menyalah-nyalahkan Ayub.  Ia mengatakan bahwa Ayub licik, dan mulutmu yang mempersalahkan.  Ia mulai mengkritiki Ayub dan menganggap Ayub orang yang sombong.  Ayub dianggap sombong karena dianggap menentang Allah dengan keluhan-2annya.  Selain itu di pasal 15 ini juga Ayub mulai disebut dan dikatakan sebagai orang Fasik.  Dan kritikan itu terus berkembang.  Pasal 22 ini merupakan percakapan ketiga Elifas kepada Ayub.  Dan perkataan yang ketiga disini adalah perkataan yang paling kasar.  Di ayat 5 Elifas mengatakan: bahwa kejahatan Ayub besar, kesalahanmu tidak berkesudahan.  Dia mengatakan dengan sewenang-wenang kamu menerima gadai dari saudara-saudaramu, dan merampas pakaian orang-orang yang melarat (ay.6).  Perkataan ini sudah bertentangan dengan pujian awalnya bahwa Ayub telah menguatkan banyak orang lemah.  Penghakimannya semakin tajam dan semakin mengerikan.  Mengapa itu bisa terjadi?  Saya kira hal ini bisa terjadi karena setelah terjadi perdebatan sekian lama dengan Ayub akhirnya Elifa menjadi emosi.  Mereka menganggap Ayub tidak menghargai masukan mereka, mereka emosi, sehingga mereka melontarkan perkataan-perkataan yang lebih tajam dan lebih menghakimi,
Itu sebabnya penting bagi kita sebelum mengeluarkan perkataan-perkataan, mari kita belajar untuk menguasai emosi kita.  Jangan sampai karena terpancing emosi lantas kita mengeluarkan ucapan-ucapan yang menyakitkan sesama kita dan menghakimi.  Tahukah saudara bahwa banyak orang yang terluka hanya oleh perkataan-perkataan tajam yang keluar dari hati yang terlanjur emosi, walaupun maksud hati tidak demikian?  Dan tahukah saudara ada banyak orang yang menyesali apa yang pernah dikatakannya karena terlalu emosi?  Mereka menyesal karena perkataan itu telah menancap tajam di hati orang lain yang mereka kasihi.  Seorang ayah pernah menyesal seumur hidup karena pernah suatu kali dia emosi kepada anaknya yang masih kecil, papanya melontarkan kata demikian “bodoh kamu, memang kamu tidak berguna, bisanya Cuma bikin malu papa.”  Hal itu membuat hati anaknya kepahitan.  Ia merasa sudah sebaik mungkin berbuat yang papanya mau.  Tapi ia tidak terima dikatakan demikian sama papanya sendiri.  Akhirnya anak itu tumbuh besar menjadi orang yang kepahitan.  Ia selalu berusaha menentang papanya, dan sengaja hidup rusak agar papanya bener-bener malu.  
Sebab itu hati-hati dengan emosi kita.  Jangan sampai kalau emosi kita mengeluarkan perkataan-perkataan yang tidak seharusnya kita ucapkan.  Selain itu akan menjadi penghakiman yang sangat jahat, hal itu juga akan melukai sesama kita.  Dan semua sikap itu tidak berkenan dihadapan Tuhan. Mari kita coba untuk melakukan tiga langkah praktis ini.  Kiranya kita semakin terhindar dari dosa menghakimi sesama.  GBus