Saturday, September 27, 2008

PERCAYA AKAN JANJI PENYERTAAN TUHAN (1) (Kejadian 15)

Saat ini kualitas sebuah janji semakin dipertanyakan. Semakin merosotnya moral manusia membuat kualitas sebuah janji itu semakin menurun. Tak heran jika sekarang ini kita melihat bahwa proses sebuah perjanjian panjang dan rumit; Masing-masing pihak yang berjanji harus membubuhi tanda-tangan di beberapa lembar dokumen; Banyak kertas yang harus diteliti dan ditelaah, agar tidak terjadi kekeliruan; Ada resiko yang diterapkan jika perjanjian itu dilanggar, kalau perlu ada jaminan yang harus dipegang, dsb. Namun apakah setelah semua proses itu dilaksanakan, para pembuat janji itu dapat merasa tenang? Tidak! Terus ada keraguan dan rasa tidak percaya terhadap pihak lain. Ada ketakutan kalau-kalau orang tersebut akan memanipulasi kita dan merugikan kita. Bukankah banyak contoh orang yang tidak menepati janjinya? Mis: Suami yang melanggar janji suci pernikahan; Pejabat-pejabat dan pemimpin yang korupsi; pendeta yang berselingkuh dan berbohong. Lalu terlintas pikiran, Jika pemimpin-2 bahkan pendeta saja tidak dapat dipercaya, lantas siapa yang dapat dipercaya? Dari fenomena-fenomena inilah terdengar pepatah “tidak seorangpun yang dapat dipercaya, seorang pun tidak”.


Namun sangat disayangkan, ternyata sikap tidak percaya ini tidak hanya ditujukan kepada manusia yang bobrok, tapi juga ditujukan kepada Allah yang kudus. Manusia yang susah mempercayai janji sesamanya, ternyata juga susah untuk percaya akan janji Tuhan, secara khusus janji penyertaan Tuhan. Bahkan orang yang mengatakan dirinya anak Tuhan pun kerapkali meragukan akan janji Tuhan. Mereka berkata: “Tuhan mana janjiMu? Bukankah Engkau berjanji akan menyertai ku?” Saudara, mungkin kita adalah salah satunya. Namun apakah Tuhan mengkehendaki hal itu? Saudara, sebagai hamba Tuhan, sudah semestinya kita percaya penuh akan janji-janji Tuhan. Ada 2 alasan mengapa kita harus percaya pada janji -Nya?

1. Karena sikap percaya adalah sikap yang dibenarkan oleh Tuhan

Saudara, sikap ragu memang merupakan sesuatu yang manusiawi, namun sikap tersebut bukanlah sikap yang dibenarkan oleh Tuhan.

Saudara, Abraham adalah seorang bapak beriman yang memiliki pergumulan naik turun dalam mempercayai janji Tuhan. Jika kita melihat di pasal 12 dan 13, Tuhan memberikan dua buah janji yaitu sebuah negeri dan janji keturunan. Awalnya ia percaya akan janji itu, namun sayang sekali, dalam perikop yang kita baca, Abraham ragu. Saudara, pasal 15 ini merupakan pasal yang menunjukkan akan kekrisisan Abraham akan janji Tuhan. Untuk pertama kalinya, 2 kali ia mengalami keraguan di pasal ini.

Tuhan tahu itu, oleh karena itu Tuhan menghampirinya terlebih dahulu dalam sebuah penglihatan. Ss, di ayat 1 Tuhan berfirman “Janganlah takut Abram, Akulah perisaimu; upahmu akan sangat besar. Saudara, “jangan takut” ini merupakan pola yang sering digunakan Allah melalui nabi-nabinya untuk memberikan kekuatan kepada umat-Nya. Bukan hanya itu, Tuhan juga mengatakan “Akulah perisaimu” yang berarti, Tuhan akan melindungi dan menyertai. Terlebih lagi, Tuhan mengatakan bahwa “upahmu akan sangat besar”. Saudara, bukankah ini perkataan yang menguatkan?

Namun sayang sekali, Bapak orang beriman itu ragu. Tapi itu merupakan keraguan yang manusiawi, sebab waktu itu umurnya hampir mencapai 100 tahun sedangkan sara sudah berusia 90 thn. Secara logika, mana ada orang yang berumur segitu bisa melahirkan seorang anak. Itu mustahil! Jadi, wajarkan jika Abraham ragu? Oleh karena itulah Abraham mulai tidak percaya akan janji Allah. Ini terlihat Di ayat 2&3 dimana Abraham seakan mengajukan proposal kepada Tuhan agar Eliezer, hambanya itu, dapat menjadi ahli warisnya. Saudara, sudah merupakan adat yang lumrah pada waku itu di daerah mesopotamia jika seorang suami istri yang tidak memiliki anak, boleh mengadopsi anak untuk menjadi ahli warisnya. Adopsi ini bertujuan untuk menjaganya dihari tua dan menguburkan dengan layak. Oleh karena itu Abraham ragu, ia mulai mengandalkan pikirannya sendiri. Ia seakan berkata “Tuhan sudahlah, biarkan Eliezer yang menjadi ahli warisku. Toh, semua orang juga melakukan hal itu. Toh itu hal yang baik & wajar”.

Namun apa yang terjadi? Meskipun keraguannya masuk akal, meskipun proposalnya adalah sesuatu yang wajar, tapi proposal tersebut ditolak. Ditengah keraguannya, Allah mengajak Abraham untuk keluar. Di sebuah padang yang luas, Allah memaparkan karya lukisan yang sangat menakjuban berupa bintang-bintang yang berhamburan dilangit. Lalu Allah menyuruh Abraham untuk menghitung bintang-bintang itu. Namun ketika Abraham mulai mencoba menghitungnya, dia sadar bahwa ia tidak mungkin dapat untuk menghitung semua bintang itu, karena sangat banyak. Tiba-tiba suara yang begitu lembut berbisik kepadanya “Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.” Saudara, mungkin pada waktu itu Abraham menangis, dan dengan bibirnya ia mengatakan “Aku percaya”. Saudara, Abraham percaya, walaupun penglihatan akan bintang-bintang itu tidak dapat dijadikan dasar untuk berharap. Abraham percaya walaupun apa yang dipercaya itu tampaknya mustahil.

Saudara sikap percaya seperti apa yang ditunjukan oleh Abraham? Kata percaya (ibrni “Amen”) ini memiliki bentuk hiphil yang mempunyai makna kausatif aktif, yaitu sikap percaya yang disebabkan karena subjek tertentu. Saudara, ini menunjukkan bahwa kepercayaan Abraham ini bukan kepercayaan yang tak berdasar. Namun kepercayaan yang dikarenakan ada subjek yang berjanji yaitu Tuhan. Saudara, Kata ini sendiri berarti percaya penuh, teguh, dan kokoh; yang mengandung unsur keberserahan, dan keyakinan akan janji Tuhan.

Dan tahukah saudara, sikap percaya Abraham ini diperhitungkan Tuhan sebagai kebenaran. Saudara, sikap percaya ini memang berkaitan erat dengan pembenaran. Diperhitungkan ini berarti: Pembenaran itu diimputasikan kepadanya. Ia yang merupakan orang yang tidak layak, dianggap benar oleh Allah karena sikap percayanya. Peristiwa inilah yang kemudian dikutip oleh Paulus dalam surat-suratnya, yang kemudian menjadi sebuah ajaran teologi agung kaum injili “justification by faith”.

Saudara, bukankah Tuhan Yesus juga menuntut sikap percaya kepada orang-orang yang dilayaninya. Kepada murid-2 yang tidak percaya ia berkata “Hai orang yang kurang percaya, mengapa kamu bimbang?” Tetapi kepada orang yang percaya Ia mengatakan “Sungguh besar imanmu, jadilah padamu seperti yang kau kehendaki.”

Saudara, dalam buku “the life u always wanted” salah satu kisah nyata yang sangat berkesan bagi saya tentang seorang lansia yang bernama Mabel. Ia tidak mempunyai suami dan orang tuanya meninggal ketika ia masih kecil. Suatu ketika ia terkena penyakit ganas yang membuatnya harus tinggal di RS selama sisa hidupnya. Tidak ada keluarga yang mengerti dan memperhatikannya. Perawatpun sangat sedikit pada waktu itu. Jikalau ada, mereka tidak akan tahan mengurusi Mabel, sebab penyakit Mabel sangat menjijikan. Mukanya digerogoti kanker, matanya buta, telinganya setengah tuli, ada luka besar di pipinya, yang membuat hidungnya bengkok, matanya turun sebelah, juga rahangnya turun sebelah, sehingga liur terus menetes. Baunya pun tidak sedap. Sudah 25 tahun ia terikat di tempat tidurnya. Hidup seorang diri dalam kesepian, bergumul dengan penyakitnya. Namun demikian ia tidak pernah menggerutu, bahkan ia seringkali menghibur pasien lainnya. Sampai suatu ketika ada yang melihat itu dan tertarik bertanya kepada Mabel, “Mabel selama 25 tahun di RS ini seorang diri, dan terus terikat di kursi roda, apa yang kau pikirkan?” Secara mengejutkan mabel berkata “Saya hanya berpikir tentang Yesusku. Saya berpikir betapa baiknya bahkan sangat baik ia dalam hidup saya. Saya adalah salah seorang yang paling puas, karena aku memiliki Yesus”. Lalu ia mulai menyanyikan lagu “Yesus segala-galanya..........”

Saudara, saya percaya, sikap Mabel yang percaya akan penyertaan Tuhan itu mendapatkan pembenaran oleh Tuhan.

Saudara, bagaimana dengan kita. Saudara, dalam hidup-Nya Tuhan banyak memberikan janjinya kepada kita. Salah satu janjinya yaitu janji bahwa ia akan menyertai kita. Sebenarnya kehidupan kita saat ini mirip dengan tokoh-tokoh iman dalam jaman PL. Jika mereka menanti kedatangan Tuhan, kitapun sedang menanti kedatangan Tuhan yang ke-2 kali. Dalam penantian itu sama-2 ada janji yang Tuhan berikan. Dan jika Tuhan menuntut sikap percaya untuk umatnya, maka ia pun juga menuntut kita anak-anak-Nya untuk percaya kepada-Nya. Saudara, sebenarnya mengandalkan kekuatan sendiri dalam menjalani penggilan ini merupakan salah satu sikap tidak percaya terhadap penyertaan-Nya.

Ss, Tuhan menginginkan sikap percaya terhadap janji-Nya. Walaupun temanmu tidak dapat dipercaya. Walaupun sahabat mu tidak dapat dipercaya. Bahkan mungkin keluargamu, saudaramu, istrimu, suamimu, atau orang yang paling dekat sekalipun tidak dapat dipercaya, Tuhan mau kita tetap percaya akan janji penyertaan-Nya. Walaupun pergumulan mu sangat mengkhawatirkan, walaupun keraguan itu manusiawi, sekali lagi, Tuhan tetap menginginkan kita percaya kepada-Nya. Karena itulah merupakan sikap yang dibenarkan oleh Tuhan

No comments: