Friday, July 10, 2009

Charater is Number One




Pemilu Indonesia sudah terlewati selama tiga hari yang lalu. Hasilnya memang belum dapat di fix-kan. Namun dari perhitungan KPU sementara dan QuickCount, semuanya menyantumkan kemenangan telak pasangan SBY-Boedhiono dengan total suara sekitar 61%. Dengan demikian, kemungkinan besar pemilu satu putaran pun terlaksana. Beberapa pihakpun sudah memberikan ucapan selamat kemenangan kepada calon presiden yang berslogankan “lanjutkan” tersebut. Bahkan capres lainnya, yaitu pak JK sudah menelepon untuk memberi selamat atas perhitungan QuickCount yang sudah dilakukan.

Beberapa pengamat politik melihat ada beberapa faktor penyebab bagi kemenangan pasangan nomor dua tersebut. Ada yang mengatakan tentang posisinya yang kuat. Ada juga yang mengatakan bahwa masyarakat puas akan kepemimpinannya sebelumnya. Namun yang menarik, banyak sekali pengamat politik yang melihat bahwa kemenangan SBY itu tidak lepas dari karakter dan kepribadiannya yang sangat disukai oleh masyarakat. Seorang peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Lili Romli, menilai bahwa keunggulan Yudhoyono merupakan hasil perpaduan antara figur dan pencitraan. Hal yang sama diungkapkan oleh direktur Eksekutif Cirus Surveyors Group, Ardrinof A Chaniago. Menurutnya, dalam memilih, rakyat menempatkan porsi kepribadian lebih besar dari pada kemampuan. Sikapnya yang tenang dan bersahaja, kecintaannya akan damai, kejujuran dan keramahannya, sangat memikat hati masyarakat Indonesia. Bukan hanya para ibu-ibu, para kaum bapak pun banyak yang tertarik dengan karakteristik yang dimilikinya.

Saya sendiri mengamat-ngamati selama kampanye ini, bahwa beliau memiliki kepribadian yang baik. Diantara ketiga capres yang giat berkampanye, hanya beliaulah yang tidak pernah memberikan serangan-serangan terhadap capres-capres lainnya. Sedangkan dua capres lainnya sangat intens menembakkan peluru-pelurunya untuk menjatuhkan pesaingnya. Saya hanya berpikir, bagaimana mungkin saya memilih pemimpin yang suka menyerang dan menjatuhkan. Kelak ketika ia benar-benar menjadi pemimpin, bukankah orang-orang yang dijatuhkan itu akan menjadi orang atau kelompok yang mengalami sakit hati atas peluru-peluru yang ditembakkan tersebut. Dan kemudian perpecahan akan semakin parah. Untungnya pak SBY memiliki karakter yang bersahaja. Meskipun ia paling banyak menerima peluru, tidak sedikitpun dia mau menarik rudalnya untuk menembak lawan. Sebaliknya ia lebih memilih untuk bersikap sabar dan fokus akan rencana-rencananya bagi kepentingan bangsa.

Satu hal yang saya tangkap dari pesta demokrasi ini adalah: Character is number one. Jika seseorang dipercayakan untuk menjadi pemimpin, maka ia harus siap untuk memperbaiki karakternya dan senantiasa memperhatikan kepribadiannya. Seorang yang suka berkata “yah, inilah diriku apa adanya, kalau orang gak bisa terima ya udah”, kurasa tidak akan dapat menjadi pemimpin yang baik. Sebaliknya pribadi yang mau terus dibentuk dan diubahkan, saya yakin ia merupakan orang yang memang ditetapkan untuk menjadi seorang pemimpin handal.

So, teruslah bentuk dirimu. Tentu saja, cara terbaik dalam membentuk karakter kita adalah dengan terus-menerus berinteraksi dengan Alkitab yang adalah Firman Tuhan. Alkitab merupakan buku yang jauh lebih berguna dari pada buku psikologi manapun, sekalipun ia bukanlah buku psikologi. Melaluinya kita dapat bercermin tentang siapa kita, apa yang harus diubah, apa yang salah, dan kekotoran apa yang masih ada dalam diri kita. Dengan demikian karakter kita akan semakin diasah dan diukir untuk semakin serupa dengan-Nya. Tentu saja kita harus berinteraksi dengan Firmannya di dalam kerendahan hati, dan sikap yang mau dibentuk. Tanpa itu semua percuma saja.
Jadi kawan, bercerminlah sekali lagi akan kepribadianmu dan karaktermu. Perbaikilah apa yang masih dapat diperbaiki. Saya yakin, dengan demikian, kalian pun dapat menjadi pemimpin-pemimpin yang luar biasa.

Mazmur 119:105 Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.

1 comment:

Fong said...

hei idont understand. Who is this?