Monday, June 07, 2010

As For The Lord (Kol 3:22-24)



Sebuah paradigma sangat penting untuk menentukan kinerja seseorang. Paradigma yang baik akan menghasilkan kinerja yang baik, begitu pula sebaliknya. Karena itu beberapa perusahaan yang mengerti akan hal ini akan selalu berusaha untuk mengubah paradigma para pekerjanya untuk memajukan perusahaan tersebut.

Ilustrasi sederhananya dapat kita lihat dalam kisah dua orang penjual sepatu. Dimana dua salesman sepatu ini bersama-sama mencoba menjual sepatu di sebuah daerah terpencil atau pedalaman. Mereka berdua terkejut karena orang-orang yang tinggal di pedalaman itu tidak ada yang memakai alas kaki. Menariknya walaupun mereka pergi ke tempat yang sama dan melihat situasi yang sama, namun paradigma mereka berbeda. Salesman pertama dengan lesu melapor kepada atasannya “Bos, lupakanlah! Sepertinya kita tidak mungkin dapat menjual sepatu di sana. Mereka semua tidak memakai alas kaki.” Sedangkan salesman kedua berkata demikian “Bos, Peluang besar! Orang-orang di pedalaman itu tidak ada yang memakai sepatu, kurasa kita bisa menjual banyak sepatu dan mendapatkan banyak untung.” Menurut saudara, kira-kira salesman mana yang akan menunjukan kualitas kerja yang lebih baik? Saya kira kita sepakat salesman kedualah orangnya. Dari kisah ini kita dapat melihat betapa pentingnya sebuah paradigma.

Tampaknya perubahan paradigma ini yang diupayakan Paulus ketika ia berkata kepada jemaat di Kolose “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” Perkataan ini ditujukan kepada para hamba (Kol. 3:22) atau budak-budak Kristen yang cukup mayor pada masa penjajahan Romawi. Keadaan budak-budak pada waktu itu sangat nelangsa. Mereka tidak mempunyai hak apapun (berbeda dengan sekarang di mana ada hukum-hukum perburuhan, dan budak atau buruh memiliki hak tertentu; bahkan sekarang ada hari buruh untuk menghormati para buruh). Mereka mungkin tidak dianggap sebagai manusia melainkan sebagai “it” atau benda yang harus tunduk penuh kepada tuannya. Nyawa budak dalam kebudayaan Romawi mungkin tidak lebih berharga dari kasut tuannya. Syukur-syukur kalau mendapat tuan rumah seseorang yang baik hati yang memperlakukan mereka dengan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur. Tapi jika tidak, itu berarti mereka harus berbesar hati menjalani nasib hidup mereka.

Dari sudut pandang psikologi, berbagai macam respon bisa saja terjadi. Mereka bisa hidup tanpa harapan dan putus asa; bisa jadi sebagian meresponinya dengan emosi yang membara dan merencanakan pemberontakan (namun tentu saja mereka harus siap mati jikalau ingin memberontak); sebagian mungkin meresponinya dengan bersungut-sungut dan berbicara dibelakang dengan rekan-rekan seperjuangan. Respon-respon seperti ini bisa saja terjadi. Yang pasti tidak ada orang yang senang berada dalam posisi budak. Keadaanlah yang memaksa mereka untuk menjadi budak.

Ditengah keadaan itulah Paulus berkata “Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati karena takut akan Tuhan. Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya.” (Kol. 3:22-24) Paulus bukannya ingin menyetujui atau melegitimasi perbudakan. Dengan gamblang ia juga memberikan peringatan kepada tuan-tuan dalam memperlakukan hambanya dengan adil dan jujur (Kol. 4:1). Tapi ia sadar bahwa menegur / menasehati para tuan tidak akan menghapuskan perbudakkan. Karena itulah Paulus juga hendak memberikan paradigma baru kepada mereka yang menjadi bawahan atau budak.

Paradigma apa yang ditawarkan? Paulus ingin mengingatkan bahwa ada Tuan yang sejati yang harus mereka layani. Tuan sejati itu tidak lain adalah Tuhan sendiri. Tuhan adalah Tuan berdaulat atas seluruh manusia. Ia bukan hanya berdaulat atas nyawa dan kehidupan para budak, namun Ia juga yang berdaulat atas kehidupan majikan-majikan mereka. Jadi bukan tuan yang di dunia yang memiliki mereka. Tuhanlah pemilik kehidupan mereka. Sifat kepemilikan tuan yang didunia hanya sementara, tetapi tuan di Surgalah yang berdaulat atas kehidupan kekal setiap manusia. Jika Tuhan yang memiliki hidup mereka maka upah /gaji pun berasal dari pada Tuhan. Oleh sebab itulah Paulus berkata “lakukanlah pekerjaanmu dengan tulus karena takut akan Tuhan; apapun yang kamu lakukan, lakukanlah seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Upah kita berasal dari Tuhan.” Inilah paradigma yang Paulus tawarkan. Dengan berpikir demikian, maka sudah pasti para budak itu akan bekerja lebih giat, lebih bertanggung jawab, lebih jujur, tidak bersungut-sungut dan tentunya banyak orang yang akan terberkati dengan sikap anak-anak Tuhan yang demikian. Orang Kristen akan semakin memuliakan Allah.

Saya kira paradigma ini masi relevan bagi kita. Apapun profesi yang kita jalankan saat ini “lakukanlah segala sesuatu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” Jika saudara adalah seorang pegawai yang mendapatkan intimidasi dari atasan “lakukanlah segala sesuatu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” Jika saudara adalah seorang wirausahawan yang sedang berjuang “lakukanlah segala sesuatu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” Jika saudara adalah seorang ibu rumah tangga yang penuh pergumulan “lakukanlah segala sesuatu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” Apapun juga profesi yang saudara jalankan saat ini “lakukanlah segala sesuatu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” Ini berarti walaupun kita tidak mendapatkan pujian atau penghargaan kita tetap akan bekerja segiat-giatnya. Ini juga berarti walaupun kita diintimidasi, kita tetap akan menjalankan pekerjaan kita dengan tanggung jawab. Ini juga berarti walau kita berada dalam keadaan yang terdesak, kita tetap akan memelihara integritas Kristen dan kejujuran dalam bekerja. Dan ini berarti, walaupun badai dan masalah datang menerpa, kita tetap akan percaya akan kedaulatan Tuhan atas hidup kita. Have a nice job with God.

No comments: