Wednesday, June 16, 2010

Reputasi yang Teriritasi



Sebuah reputasi yang mengandung manipulasi hanya akan mencoreng sebuah nama baik. Misalkan saja pesepakbola Perancis ternama Thiery Henry. Sebuah gol yang dilesatkan Perancis ketika menjamu Irlandia Utara menuai kritikan tajam. Pasalnya satu-satunya gol yang tercipta tersebut beraromakan manipulasi. Umpan jauh yang diarahkan ke striker Prancis tersebut disambut dengan menggunakan tangan di dalam kotak penalti, yang kemudian diumpan ke rekan lain yang berdiri kosong di depan gawang. Semua publik Irlandia melakukan protes, sebab gol tersebut harus membuat mereka gagal berkontribusi di piala dunia 2010. Keesokan harinya Thiery Henry pun mengaku akan kecurangan yang dilakukannya. Ia meminta maaf dengan alasan reflek. Ia merasa bola terlalu jauh terjangkau maka reflek tangannya bergerak maju. Sekalipun ia sudah meminta maaf dan bersedia untuk melakukan pertandingan ulang, nama baik Thiery Henry terlanjur tercoreng di mata pecinta sepak bola. Ia mendapat cacian dan kritikan tajam “Mengapa pengakuan ini tidak diutarakan pada saat di lapangan? Sekarang kondisi sudah tidak bisa diubah.” Bukan hanya Thiery Henry, nama pesepakbolaan Perancis pun turut tercoreng. Manipulasi yang digunakan untuk menggapai reputasi hanya akan menimbulkan iritasi.


Prinsip ini juga berlaku bagi gereja-gereja Tuhan. Penggapaian reputasi dengan menghalalkan berbagai cara yang tidak halal akan mengirritasi kemurnian sebuah gereja. Kita dapat mempelajari hal ini dari kehidupan jemaat mula-mula. Jemaat mula-mula merupakan tipikal jemaat idaman yang hendak ditiru gereja-gereja saat ini. Pola kehidupan mereka yang penuh dengan kasih, sikap saling peduli, kerendahan hati, dan kerelaan untuk saling berbagi sangat memikat untuk diteladani. Belum lagi kesehatian, kesejiwaan, dan kesepikiran yang langka ditemukan di gereja-gereja saat ini terasa sangat kental dalam tubuh jemaat mula-mula. Jemaat mula-mula berhasil membangun reputasi yang baik dengan menunjukkan kualitas jemaat yang ideal. Namun sayangnya reputasi itu tidak luput dari kecemaran dan noda. Kisah Ananias dan Safira lah yang mencemari reputasi jemaat mula-mula.


Seperti yang kita ketahui, komunitas mula-mula yang penuh dengan Roh Kudus memiliki kebiasaan untuk memberikan apa yang mereka miliki dan membagikan secara merata kepada jemaat-jemaat yang membutuhkan. Dituliskan bahwa tidak ada seorangpun yang berkata bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama (Kis. 4:32). Juga tidak ada satupun dari jemaat tersebut yang mengalami kekurangan (4:34a). Sikap unselfish, kerelaan, kerendahan hati, dan kebesaran jiwa yang dilakukan orang-orang yang membagi-bagikan milik mereka ini membuat jemaat mula-mula begitu terpandang dikalangan orang banyak. Selain mereka disukai semua orang (2:47), mereka juga dihormati orang banyak (5:13). Sepertinya Yusuf, yang disebut rasul-rasul sebagai Barnabas (yang berarti anak penghiburan) merupakan salah satu oknum yang disukai, dihormati, dan terpandang dalam komunitas jemaat mula-mula. Dengan tulus ia menjual ladangnya dan membagi hasilnya kepada mereka yang membutuhkan (4:36,37). Orang-orang seperti inilah yang membangung reputasi apik jemaat mula-mula.



Berbeda dengan Yusuf, selanjutnya Alkitab mengisahkan dua orang lain yaitu Ananias dan Safira. Mereka juga menjual sebidang tanah yang mereka punya dan membagi-bagikan juga sama seperti Yusuf. Hanya saja mereka menahan sebagian dari hasil penjualan itu dan kemudian menyerahkan setengahnya kepada rasul-rasul. Fatalnya, mereka berpura-pura seakan-akan uang yang mereka serahkan itu adalah seluruh hasil penjualan. Dengan kata lain Ananias dan Safira telah memanipulasi para rasul dan jemaat, terlebih Roh Kudus. Tidak jelas mengapa mereka melakukan hal itu. Tapi menurut hemat saya, Ananias dan Safira hendak mendapatkan penghormatan dan pujian yang ada pada orang-orang seperti Yusuf (Barnabas). Mereka ingin menggapai reputasi di tengah jemaat yang sudah terpandang dan terhormat itu. Pemberian mereka tidak berlandaskan hati yang tulus karena cinta terhadap sebuah pelayanan. Ada motif-motif keliru dibalik tindakan yang tampak rohani tersebut. Sebenarnya mungkin mereka tidak mau membagikan kekayaan yang mereka punya. Hanya saja tawaran kehormatan yang didapat jika mereka mebagi-bagikan harta mereka lebih menggiurkan. Karena itu untuk jalan tengah, mereka menyimpan sebagian uang dan menyerahkan sebagian lagi seakan-akan mereka menyerahkan seutuhnya. Penyelewengan motif seperti inilah yang mengiritasi reputasi jemaat mula-mula. Penggapaian reputasi dengan penyelewengan motivasi yang murni akan menimbulkan iritasi. Dan jelas Allah tidak berkenan dengan tindakan seperti ini. Ia yang melihat hati tidak suka melihat ketidak tulusan dan motivasi-motivasi yang keliru yang merusak kemurnian gereja. Karena itulah Ananias dan Safira mata seketika itu juga. Sungguh suatu peristiwa yang mengerikan.


Belajar dari kisah Ananias Safira sudah seharusnya anak-anak Tuhan harus bermawas diri. Sepertinya sejak mula sampai sekarang gereja selalu terancam akan noda-noda kecemaran yang hendak menjatuhkan. Selalu ada orang-orang yang yang memiliki motivasi-motivasi keliru dalam sebuah pelayanan. Ada orang yang memberikan persembahan yang besar supaya dihormati majelis gerejanya; ada orang yang mengambil pelayanan di atas mimbar supaya mendapatkan pujian dari manusia; ada juga orang yang menyibukkan diri di berbagai pelayanan agar dapat menjadi orang penting di sebuah gereja; dan masih banyak lagi orang-orang yang melayani dengan motivasi-motivasi yang terselewengkan. Di balik pelayanannya ada agenda-agenda pribadi yang hendak memuaskan hasrat pribadi. Celakanya orang-orang yang melakukan hal ini seringkali tidak sadar bahwa ada motivasi-motivasi yang keliru ketika melakukan pelayanannya. Entah sadar atau tidak, yang jelas Allah tidak berkenan dengan penyelewengan-penyelewengan motif seperti ini. Karena itu mari kita mengintropeksi diri kita sekali lagi. Apakah kita sudah menjaga motivasi kita sedemikian rupa ketika kita melayani? Adakah kemurnian, ketulusan, dan hati yang sungguh cinta terhadap pelayanan; atau jangan-jangan kita berpura-pura cinta terhadap pelayanan, padahal semua itu adalah bentuk dari cinta kita terhadap diri sendiri? Saudara milikilah motivasi yang benar, yaitu motivasi yang sungguh mencintai pelayanan karena Kristus telah terlebih dahulu melayani kita. Motivasi yang menggemari pelayanan karena ingin meneladani hati Kristus yang adalah Bapa kita. Saya percaya, reputasi itu akan diberikan Tuhan kepada mereka yang melayani dengan hati sungguh. Sebagaimana Tuhan berkata kepada dua hamba yang memiliki dua dan 5 talenta “Baik sekali apa yang telah kauperbuat hai hambaku yang setia, masuklah dalam kebahagiaan tuanmu”; saya percaya perkataan yang sama kelak juga akan diberikan kepada kita.

No comments: