Monday, June 21, 2010

Damai Di dalam DIA



Galatia 5:22-23 menuliskan bahwa buah-buah Roh itu ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Setiap kali merenungi ayat ini, satu pertanyaan selalu timbul di benakku “Di antara buah-buah ini, buah mana yang sukar untuk saya miliki?” Dan setelah mengintropeksi diri baik-baik saya menemukan bahwa ternyata saya sukar untuk memiliki damai sejahtera. Ya, harus diakui bahwa damai sejahtera menjadi perihal yang cukup langka dalam sepanjang perjalanan kehidupanku bersama dengan Tuhan. Sehingga kadang-kadang saya berpikir bahwa saya kurang beriman karena saya seakan meragukan Tuhan. Namun bagaimana caranya mau damai jika hidup ini dipenuhi dengan pergumulan; bagaimana mau damai jika tiap hari harus melihat keluarga yang saling bertengkar; bagaimana mau damai jika kita pernah mengalami abuse; bagaimana mau damai jika ada duri dalam daging yang terus menerus merongrong kehidupan ini; dan bagaimana mau damai jika tiap-tiap hari selalu diperhadapkan dengan masalah-masalah yang datang silih berganti.


Mungkin saudara juga pernah mengalami pergumulan yang sama dengan saya. Saudara berkata “bagaimana saya mau damai jika suami saya selingkuh? Bagaimana saya mau damai jika anak-anak saya hidupnya tidak benar? Bagaimana saya mau damai jika hutang demi hutang menjerat bak lingkaran setan? Bagaimana saya mau damai jika saya dirudung sakit penyakit yang tak kunjung sembuh? Bagiamana saya mau damai jika besok saya tidak tau makan dan minum apa?” Bagaimana….bagaimana….dan bagaimana. Bukankah hal itu yang kita rasakan. Bukannya kita anti dengan kata damai. Hati kecil kita menginginkan apa itu kedamaian. Namun kita tidak tau bagaimana caranya untuk memperoleh kedamaian tersebut. Gejolak hidup ini seringkali merampas damai sejahtera dan sukacita yang diberikan oleh Tuhan.


Daud juga pernah merasakan apa yang kita rasakan. Bagaimana tidak, Alkitab mencatat bahwa Daud pernah dikejar-kejar dan hendak dibunuh oleh anaknya sendiri, Absalom. Anak yang dia kasihi malah hendak menghunuskan pedang kejantungnya. Coba bayangkan apa yang dirasakan Daud. Bayangin jika anak yang saudara cinta dan sayang dengan sepenuh hati tiba-tiba mengatakan bahwa ia membenci kita. Tentu saja perasaan sedih akan menyerang kita bukan? Apalagi jika anak itu bukan hanya membenci, namun kita tau bahwa ia juga berusaha membunuh kita. Kira-kira apakah kita tetap dapat memiliki damai? Saya kira kita tidak mungkin mengalami damai sejahtera sebelum anak tersebut kembali mengasihi kita dan menyadari bahwa kita begitu mengasihinya. Inilah yang kira-kira Daud alami. Dilematis yang rumit merasuk ranah pikiran dan perasaannya. Di satu sisi ia mempunyai kekuatan untuk melawan dan membunuh anaknya, tapi di satu sisi ia tidak tega untuk membunuh anaknya sendiri. Kondisi seperti inilah yang merengut kedamaian dalam hatinya. Mungkin saat itu ia menangis, dan ia juga bertanya “bagaimana saya bisa damai jika anak saya sendiri hendak membunuh saya?”


Namun ditengah kegalauanya, Daud menemukan bahwa ada satu hal yang dapat membuatnya merasa damai. Dalam Mazmur 62 sebanyak dua kali Ia mengatakan “Hanya dekat Allah saja aku tenang, daripada-Nyalah keselamatanku. Hanya Dialah gunung batu dan keselamatanku, kota bentengku, aku tidak akan goyah.” Perasaan tenang ditemukan ketika ia berada dekat dengan Tuhan. Hanya saat berintimasi dengan Tuhanlah segala kegalauan dihatinya lenyap. Daud seakan-akan mempunyai keyakinan bahwa Tuhan jauh lebih besar dari masalah-masalahnya. Ia menggambarkan Tuhan seperti sebuah gunung batu yang merupakan tempat pertahanan yang paling aman pada waktu itu. Ia juga mengumpamakan Tuhan seperti kota benteng yang menjaga sebuah kota dari musuh-musuh yang hendak menyerangnya. Sebenarnya Daud hendak menggambarkan perlindungan Tuhan yang lebih dari dua analogi tersebut. Tapi dalam pengetahuannya, ia hanya menemukan bahwa gunung batu dan kota bentenglah yang merupakan dua tempat perlindungan yang sangat aman. Karena itu ia mengatakan bahwa Tuhan adalah gunung batu dan kota bentengku. Dan oleh karena Tuhan adalah tempat perlindungan yang kokoh maka Daud mau bersandar pada-Nya. Ia mau terus mendekat kepada Allah karena hanya dekat Allah saja ia merasa tenang; sama seperti seorang anak kecil yang merasakan ketenangan ketika berada dekat orang tuanya. Inilah kunci yang diberikan untuk memperoleh kedamaian tersebut.


Tuhan Yesus sendiri dalam kemanusiaan-Nya selalu berdoa dan berintimasi dengan Allah; karena Ia sadar bahwa Allahlah sumber kekuatan-Nya. Dan dalam keilahian-Nya Ia pernah berkata “marilah datang kepada-Ku semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu.” Hanya ketika kita mendekat kepada Allahlah kita akan mendapatkan kedamaian yang sejati. Ya…Kedamaian akan kita dapatkan walaupun ombak yang bergelora sedang menghantam perahu kehidupan kita.


Saudara mungkin pernah mengalami seperti yang saya alami. Ketika saya pernah mendapatkan pergumulan yang sangat berat, sayapun kehilangan rasa damai itu. Ketakutan, kekhawatiran, kesedihan, bahkan sekali-kali keputusasaan mengacaukan seluruh aspek kehidupanku. Kepada siapa saya harus meminta tolong? Orang lain tidak ada yang mengerti dan memahami. Musik dan film serta hiburan-hiburan sejenisnya hanya menenangkan sesaat. Mengandalkan diri sendiri juga tidak mungkin, karena seluruh aspek dalam hidup ini sudah dikuasai kekhawatiran yang luar biasa hebat. Akhirnya sayapun menemukan satu cara yang mampu membuatku merasa damai. YA….Ketika saya berdoa dan berseru kepada Tuhanlah kedamaian itu ada. Saya tidak tau darimana datangnya rasa damai itu. Yang pasti ada kekuatan yang timbul dari keyakinan di mana ada Allah yang Mahakuasa yang mengasihiku, yang menyediakan yang terbaik bagi anak-anakNya yang berseru, dan yang menyertai sampai akhir hidupku. Hal itulah yang membuat hati ini menjadi damai. Sehingga kini saya tau, setiap kali ada persoalan yang datang maka saya harus berdoa. Walaupun dalam doa-doa itu harus mencucurkan air mata, namun setiap cucuran itu akan digantikan dengan rasa damai yang luar biasa.


Saudara mungkin pernah merasakan seperti apa yang saya rasakan dan mengalami seperti apa yang saya alami. Namun mungkin berkali-kali kita lupa dan terjebak dengan cara yang salah untuk memperoleh kedamaian itu. Bukankah seringkali ketika kegalauan itu datang, kita lebih suka “mendamaikannya” dengan rasio dan logika kita? Atau kita lebih mengandalkan orang lain untuk menjadi obat penenang bagi kita? Bukannya kita tidak tau, tapi mungkin kita lupa bahwa hanya dekat Allah saja kita dapat memperoleh kedamaian itu. Perenungan seperti ini pun mungkin sudah sering kita dengar, dan kita mungkin sudah memahami Firman ini dengan baik. Melalui perenungan ini saya hanya ingin mengingatkan agar kita kembali mendekatkan diri kepada Tuhan untuk memperoleh kedamaian sejati. Hanya dekat Allah saja kita dapat merasa tenang. Dan biarlah terjadi seperti yang Paulus katakan dalam Filipi 4:7 “kiranya damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Yesus Kristus.” Amin

No comments: