Tuesday, August 03, 2010

Beri Terbaikmu (Mark 12:41-44) #2



2. Pemberian Yang Terbaik Adalah Pemberian dengan Hati yang berserah.


Mengenai sebuah pemberian ada dua cerita yang memiliki paradoks. Pernah ada seorang sepasang suami istri yang memutuskan untuk pergi ke konselor untuk menyelesaikan masalah rumah tangga mereka. Ketika diminta untuk mengungkapkan perasaannya, si istri berkata “Suami saya sudah tidak memperhatikan dan mempedulikan saya.” Lalu si suami menjawab “Bisa-bisanya kamu berkata begitu, aku dah bekerja untuk memenuhi kebutuhanmu; bukankah rumah, mobil, perhiasan dan kuberikan semua kepadamu.” Lalu sang istri menjawab “Aku ga butuh itu semua, aku hanya butuh dirimu seutuhnya.” Ini cerita pertama.


Cerita kedua mengisahkan tentang seorang anak kecil berusia 7 tahun yang memberikan sebuah kotak kado kepada sang ayah tiap hari. Sang anak memesankan agar kadonya itu harus dibuka ketika dikantor saja. Hari pertama si ayah membuka ternyata isinya kosong. Demikian juga terjadi di hari-hari berikutnya, kotak itu selalu kosong. Lalu si ayah mulai jengkel dan berkata kepada anaknya “Nak kamu jangan bermain-main dengan ayah ya. Jangan berikan kepada ayah kotak yang kosong, ayah tidak akan membawanya ke kantor lagi.” Lalu sang anak berkata “Kotak itu tidak kosong yah, setiap pagi saya memberikan banyak ciuman di kotak itu. Jadi kalau ayah kangen ayah bisa mengambil satu ciuman sepanjang hari.” Mendengar hal itu sang ayah pun berubah pikiran. Setiap hari dia membawa kotak itu dengan hati yang bersukacita. Dari kedua kisah ini, kisah yang mana yang menunjukkan pemberian yang terbaik? Saya kira kita sepakat bahwa cerita kedualah yang menunjukkan akan sebuah pemberian yang terbaik. Mengapa? Karena pemberian itu diberikan dengan hati.


Sejak awal Alkitab selalu menyoroti akan perhatian Tuhan terhadap apa yang ada dalam hati. Tuhan tidak melihat apa yang tampak luar melainkan hati. Memberikan yang terbaik memang tak pernah bicara tentang jumlah. Memberikan yang terbaik berbicara tentang bagaimana hati kita saat memberikan atau melakukan sesuatu bagi sesama maupun bagi Tuhan.


Salah satu pertanyaan saya ketika merenungkan kisah janda ini adalah: Mengapa Yesus mengatakan bahwa pemberian janda itu jauh lebih banyak dari pada orang-orang kaya yang memberikan persembahan itu? Bukankah secara kasat mata janda itu memberikan sangat sedikit? Dua peser itu merupakan koin tembaga yang memiliki nilai terkecil di mata uang Yahudi. Jika disamakan seperti saat ini berarti dua koin cepekan. Dibanding dengan orang-orang kaya lainnya yang juga memberi bukankah persembahan janda itu tidak ada artinya? Namun mengapa Tuhan menyebut dia memberi lebih besar dari orang lainnya?


Setelah merenungkannya lebih lanjut akhirnya saya menemukan jawabannya. Persembahan itu lebih besar karena persembahan itu diberikan dengan hati yang terdalam kepada Tuhan. Kalau kita perhatikan cerita ini, dengan jelas Yesus mengatakan bahwa janda itu memberikan seluruh nafkahnya. Dua peser yang merupakan harta satu-satunya yang ia miliki itu semuanya dipersembahkan kepada Tuhan. Artinya setelah itu ia tidak lagi mempunyai uang sama sekali untuk kehidupan selanjutnya. Saya terus bertanya, bagaimana janda ini akan membeli makannya? Apakah ia sudah tidak berniat hidup lagi? Ataukah ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya? Saya kira tidak.


Mengapa ia mampu memberi semua nafkahnya tidak lain karena janda ini memiliki kepercayaan yang radikal kepada Allah, di mana Allah akan memelihara dan akan mencukupi segala kebutuhannya. Dia tahu bahwa Allah memiliki semuanya. Dia adalah pencipta dan penebus. Dan Allah berdaulat atas seluruh kehidupan manusia termasuk dirinya. Karena itu dia memilih untuk bersandar dan berserah penuh kepada Tuhan. Janda ini tidak menkhawatirkan akan kehidupannya. Sebaliknya ia menaati perintah Yesus dalam Matius 6:33 yang berkata “Carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka semuanya itu akan di tambahkan kepadamu.” Inilah pemberian yang terbaik. Persembahan yang kecil itu diberikannya dengan hati yang besar. Yaitu hati yang berserah kepada Tuhan. Atau dengan kata lain ia memberikan seluruh hidupnya kepada Tuhan.


Kita tidak tahu bagaimana nasib janda itu setelah cerita ini. Apakah setelah itu ia menjadi kaya raya? Apakah ia menjadi seorang yang begitu diberkati Tuhan? Ataukah setelah itu ia akan mati karena kelaparan? Kita tidak pernah tau. Namun bukan hasil akhir yang menjadi fokus perhatian Tuhan. Yang Tuhan lihat adalah bagaimana sikap hati yang berserah penuh kepada Tuhan. Tuhan melihat sejauh mana seseorang dapat memberikan hidupnya pada Tuhan. Itulah yang dipuji dan berkenan dihadapan Tuhan.


Suatu ketika ada seorang pendeta menaiki sebuah pesawat dalam rangka pelayanan. Ditengah perjalanan tiba-tiba lampu sabuk pengaman dinyalakan dan semua penumpang diharapkan untuk duduk karena akan ada badai. Tidak lama kemudian badai datang dengan kekuatannya yang dasyat. Letusan-letusan yang menyeramkan dapat didengar di atas gemuruh mesin pesawat. Kilat-kilat dan halilintar silih berganti menerangi pesawat itu. Pesawat itu diombang-ambingkan, sebentar diangkat, sebentar terturun, seakan-akan sudah mau jatuh. Tentu saja semua penumpang menjadi panik. Ada yang berteriak, ada yang menangis, ada yang berdoa, dsb. Hampir semua peserta tampak cemas pada waktu itu. Pendeta itupun tidak bisa memungkiri bahwa hatinya juga merasakan ketakutan sama seperti penumpang lainnya. Ditengah kepanikannya tiba-tiba dia terheran-heran melihat seorang anak gadis yang duduk disebelahnya. Anak itu duduk bersila dan dengan tenang membaca buku bacaannya. Kelihatannya ia tidak terpengaruh dengan badai itu sama sekali. Selama bermenti-menit para penumpang mengalami kepanikan karena badai yang semakin mengganas, anak itu tetap tenang dan sama sekali tidak menunjukkan ketakutannya sedikitpun. Pendeta itu terheran-heran melihat sikap gadis itu. Sekian waktu lamanya akhirnya pesawat dapat mendarat dengan selamat. Beberapa penumpang segera turun dari pesawat itu dengan wajah ketakutan. Si pendeta inipun mencari kesempatan untuk berbicara kepada anak gadis itu. Ia bertanya “Nak, apakah kamu tidak merasa takut ketika melewati badai tadi?” “Tidak” jawab anak itu ringan. Lalu pendeta itu bertanya “Mengapa kamu tidak merasa takut sementara semua penumpang mengalami ketakutan?” Lalu dengan lugu gadis ini berkata “Tuan, pilot pesawat itu adalah ayahku, dan aku tau ia pasti akan membawaku pulang. Jadi mengapa aku harus takut.” Saudara, pendeta itu terdiam. Gadis ini memberikan yang terbaik bagi ayahnya. Dimana ia mempercayakan seluruh hidupnya dengan hati yang berserah penuh kepada ayahnya.


Mari kitapun belajar untuk memberi yang terbaik bagi Tuhan, yaitu seluruh hidup kita kepada Tuhan. Mari kita belajar menyerahkan hidup kita kepada kedaulatan Tuhan. Karena memberi dengan hati yang berserah merupakan pemberian yang terbaik. Memberi hidup kita itu berarti membiarkan Tuhan memakai kita dengan leluasa untuk melakukan pekerjaan-Nya. Memberi hidup dengan hati yang berserah itu juga berarti bahwa kita akan melakukan segala sesuatu hanya untuk kemuliaan Tuhan. Hati yang berserah itu berbeda dengan hati yang menyerah. Orang yang menyerah adalah orang-orang yang berhenti berjuang karena mengalami putus asa. Akhirnya ia tidak mau melakukan apapun juga untuk Tuhan. Tetapi orang-orang yang berserah sebaliknya. Ia adalah orang yang berjuang untuk terus melakukan yang terbaik untuk Tuhan. Entah dalam pekerjaan, pelayanan gereja, dalam keluarga, ia akan berusaha semaksimal mungkin melakukan segala sesuatu untuk Tuhan. Walaupun akan ada banyak pergumulan yang begitu berat yang harus ia hadapin; walaupun banyak godaan-godaan yang menggocoh dan menekannya, Ia tidak akan pernah menyerah. Ia akan menaikkan pujian demikian: “Ku tak akan menyerah pada apapun juga sebelum kucoba semua yang kubisa, tetapi ku berserah kepada kehendak-Mu, hatiku percaya Tuhan punya rencana.” Ia tidak akan pernah menyesal dan kecewa karena telah memberi hidupnya kepada Tuhan. Sebaliknya ia akan memberikan seluruh hidupnya, baik pikiran, tenaga dan waktunya untuk kemuliaan Tuhan. Dengan satu keyakinan yang mendasari, bahwa Tuhan yang sudah menebus hidupnya, Tuhan jugalah yang akan berdaulat atas seluruh kehidupannya.


Sejak awal kisah ini disebut kita tidak tahu siapa nama janda yang memberi persembahan tersebut. Sampai akhir hidupnya juga tidak ada satu orangpun yang mengetahui siapa nama janda ini. Bahkan para ahli sejarah di abad-abad pertama tidak pernah mengetahui siapa nama janda ini. Tidak ada seorangpun yang mengetahui nama dari janda tersebut. Tapi satu yang pasti, janda ini mendapatkan pujian dari Tuhan. Karena ia sudah memberi yang terbaik untuk Tuhan. Saudara, mari kita belajar untuk memberi yang terbaik. Memberi yang terbaik tidak pernah berfokus pada diri sendiri. Dan pemberian yang terbaik adalah pemberian dengan hati yang berserah penuh. Mungkin kita tidak akan pernah menjadi orang besar menurut dunia ini. Mungkin nama kitapun tidak akan diingat oleh kebanyakan orang. Namun biarlah Tuhan sendiri yang memberikan pujian itu kepada kita ketika kita memberikan yang terbaik bagi Tuhan.

No comments: