Wednesday, September 29, 2010

IA MENGHAMPIRI KITA (Mat 9:9-13)



Hari raya Idul Fitri pada tanggal 10 September barusan dirayakan oleh banyak masyarakat Indonesia. Jalanan di kota-kota besar menjadi kosong melompong nyaris tiada kehidupan. Mereka berkeliling dari satu tempat ke tempat lain saling bersilahturahmi dan beramah tamah bersama kerabat-kerabat mereka.

Ada berita gembira sebelum mereka merayakan hari itu di mana tersiar kabar bahwa bapak Presiden akan mengadakan open house untuk menyambut rakyatnya yang ingin bersilahturami dengannya. Tentu saja banyak masyarakat yang meresponi dengan baik undangan tersebut. Banyak dari mereka yang berharap bisa berjabat tangan dengan orang nomor 1 di Indonesia itu.

Pada hari ha (10 Sept), pagi-pagi benar istana negara sudah dikerumuni oleh ribuan masa yang sudah berdandan rapi dengan pakaian barunya. Masyarakat berdesak-desakan berebut untuk masuk ke dalam tempat kediaman presiden. Namun karena tidak mungkin semua masyarakat dipersilahkan masuk maka sebagian besar orang harus rela mengantri di luar istana. Mereka mengantri dengan harap-harap cemas kalau-kalau open house-nya akan segera berakhir.

Berjam-jam mereka menunggu di bawah terik matahari, tiba-tiba terjadilah seperti yang mereka cemaskan bahwa open house akan ditutup lebih cepat dari waktu yang ditetapkan. Open house itu harus ditutup lebih cepat karena ada warga yang meninggal ketika mengantri ditengah-tengah kerumunan pada hari itu. Tentu saja sebagian besar masyarakat yang masih mengantri di luar istana kecewa berat. Kekecewaan terjadi bukan karena merasa sudah membuang banyak waktu, melainkan karena mereka tidak bisa berjumpa dengan pak Presiden dan tidak dapat berjabatan tangan dengannya. Beberapa dari mereka mengelus-ngelus dadanya. Pihak istana memberikan makanan kering kepada masyarakat tersebut untuk mengobati rasa kekecewaan mereka. Namun makanan-makanan itu tetap saja tidak mampu mengobati kecewa di hati. Bukan makanan yang mereka butuhkan. Bertemu dan berjumpa dengan pak Presiden itulah yang mereka butuhkan.

Memang di negeri ini (mungkin juga di mana-mana) cukup sukar bagi masyarakat jelata untuk berjumpa dengan penguasa tertinggi. Para penguasa itu merupakan seorang yang paling berharga dalam sebuah negara yang harus dijaga ekstra ketat. Tidak sembarang orang dapat berjumpa dengannya apalagi berjabat tangan dengannya.

Saya membayangkan apa jadinya jika Tuhan kita berlaku seperti presiden. Bagaimana jika suatu saat Tuhan penguasa langit dan bumi itu membuka open house di kediaman-Nya dan semua manusia dipersilahkan untuk bersilahturahmi dengan-Nya. Eiitt....tunggu dulu, tidak semua orang yang bisa masuk. Semuanya harus melalui tes kesuciannya. Apakah hatinya suci atau apakah ada dosa dalam dirinya atau tidak? Apakah pikirannya masi semurni waktu ia bayi atau sudah tercemar dengan kegilaan dunia? Dan banyak lagi tes-tes serupa mengenai kekudusan hidup. Tentu saja Tuhan tidak membiarkan sembarang orang masuk ke tempat kediaman-Nya yang kudus. Sebuah dosa saja akan mencemari seluruh kediamannya. Karena itu para malaikat akan menyeleksi dengan baik siapa saja yang diperbolehkan untuk bersilahturahmi dengan Tuhan Yang Mahakuasa itu.

Saudara jika memang hal ini benar-benar terjadi saya kira tidak akan ada satu orangpun dari kita yang dapat menghampiri ‘istana’kediaman-Nya bukan? Jangankan berjumpa dengan-Nya....masuk saja tidak. Kita hanya dapat berdiam di luar pagar istana menunggu pintu dibukakan. Mengapa? Karena semua manusia sudah berbuat dosa dan tidak layak untuk berjumpa dengan-Nya.

Namun bersyukur kepada Tuhan, karena Tuhan yang kita punya berbeda dengan penguasa dunia ini. Tuhan yang kita miliki adalah Tuhan yang mau menghampiri kita. Dia bukan Tuhan yang mengadakan open house diistana kemegahannya; sebaliknya ia mau meninggalkan kemegahan itu dan aktif menghampiri kita. Semua ini bukan karena kelayakan yang ada pada diri kita melainkan hanya karena Anugerah-Nya semata.

Matius merupakan salah satu dari sekian banyak orang yang mengalami anugerah tersebut. Setelah mengundang Matius untuk menjadi muridnya, Yesus datang untuk makan dirumahnya (ay. 10). Ya.... Tuhan kita mau mampir untuk bersilahturahmi kerumah Matius. Padahal di mata orang Yahudi tidak pantas bagi mereka untuk mampir kerumah orang-orang seperti Matius. Mengapa? Karena Matius adalah seorang pemungut cukai. Pemungut cukai seringkali disamakan dengan pencuri dan orang berdosa. Mereka dipandang hina oleh hampir semua orang Yahudi. Apa sebabnya? Karena pemungut cukai ini merupakan orang-orang yang bekerja untuk orang Romawi yang bertugas memungut pajak masyarakat Yahudi untuk diserahkan kepada orang Romawi. Padahal bagi orang Yahudi pajak itu hanya boleh diberikan di bait Allah, tidak untuk pemerintahan bangsa lain. Karena itu para pemungut cukai sering dianggap sebagai seorang pengkhianat. Apalagi pemungut cukai seringkali menarik pajak dengan nilai yang sangat tinggi untuk kebutuhan pribadi mereka. Lengkaplah sudah alasan orang-orang Yahudi untuk tidak menghampiri rumah-rumah pemungut cukai tersebut. Para pemungut cukai, termasuk Matius, termasuk orang-orang yang harus dikucilkan di lingkungan masyarakat Yahudi.

Namun justru Yesus yang adalah Tuhan itu mau mampir ke rumah Matius. Bahkan dikatakan Ia mau makan bersama-sama dengan reakan-rekan Matius sesama pemungut cukai. Bagi orang Yahudi ‘Makan’ merupakan tindakan untuk menjalin relasi antara seseorang dengan kerabatnya. Dengan makan bersama maka suasana beku akan menjadi cair. Ketegangan yang ada bisa di elastiskan. Hubungan pun dapat semakin intim. Inilah yang Yesus lakukan. Ia berinisiatif mencari orang-orang berdosa untuk mampir dan masuk ke dalam rumah mereka. Justru untuk itulah ia datang kedunia, yaitu untuk menyembuhkan orang-orang sakit seperti saudara dan saya. Betapa kita harus bersyukur dan bersukacita punya Tuhan yang demikian.

Mungkin kita masih mengingat acara televisi ‘mimpi kali ye’. Acara yang didesign dimana seorang artis akan menjumpai salah seorang fansnya secara diam-diam. Setiap kali para fans itu ketemu dengan artis pujaan mereka saya menemukan respon yang sama: Mereka terkejut lalu melompat kegirangan. Mereka sangat bergembira dan bersukacita karena idola yang selama ini mereka mimpikan mau bertemu dan menghampiri mereka. Ada yang menangis. Ada yang teriak tak henti. Ada juga yang langsung memeluk erat seakan tidak mau melepaskan. Namun sukacita itu hanyalah sementara karena mereka cuma dapat berjumpa dengan idola mereka selama beberapa jam saja.

Saudaraku, ketika Tuhan datang menghampiri kita bukan sekedar jumpa fans. Tapi Dia datang untuk tinggal ditengah-tengah kita. Dia datang untuk menyertai setiap umat-Nya sampai selama-lamanya. Pertanyaannya saat ini adalah: apakah kita merasakan sukacita itu ketika Tuhan menghampiri kita? Apakah ada kerinduan dalam diri kita untuk terus hidup bersama-Nya? Atau mungkin sukacita yang dulunya pernah kita alami itu kini sudah mulai pudar; mungkin juga karena sudah terlalu lama tinggal bersama-Nya kita jaadi hendak mengabaikan-Nya. Ingatlah, jika Tuhan mau mampir dalam kehidupan saudara itu merupakan anugerah yang sangat besar buat kita. Jangan sia-siakan kehadiran-Nya. Kasihi Dia, dan cintai Dia. Hiduplah selalu dekat dengan-Nya.

No comments: