Wednesday, March 23, 2011
Vertikal Purpose of Life
Jika ditanyakan kepada kita: apakah yang menjadi tujuan hidup ini, kira-kira apa jawab kita? Saya kira beragam jawaban akan dapat kita dengarkan. Bagi seorang anak kecil tujuan hidup ini terlukis oleh sebuah kata yang bernama ‘cita-cita’. Ada yang ingin jadi dokter, pilot, polisi, pedagang, dsb. Bagi orang dewasa tujuan itu kebanyakan tertera dalam sebuah kata “kebahagiaan”. Kebahagiaan itu tergantung dari masing-masing persepsi. Ada yang bahagia jika ia mendapatkan banyak uang. Ada yang bahagia jika mendapatkan kedudukan dan kekuasaan. Ada juga yang bahagia jika melihat anak-anak sukses dan kaya raya. Dan sebagainya. Apa yang mereka anggap dapat membuat mereka bahagia, itulah yang menjadi tujuan hidup yang terus menerus dikejar. Bagi beberapa pujangga dan orang-orang berdarah seni memiliki tujuan hidup untuk menggapai mimpi setinggi-tingginya. Namun ada juga orang yang tidak mempunyai tujuan hidup. Mereka bingung mau melakukan apa selama didunia ini. “Enjoy aja” mungkin itu slogan mereka.
Jika anak-anak Tuhan ditanyakan pertanyaan yang sama, kebanyakan akan menjawab bahwa tujuannya hidupnya adalah untuk memuliakan Tuhan. Setidaknya itu yang diajarkan oleh guru-guru sekolah minggu sejak kita kecil. Coba saja tanyakan hal ini kepada anak-anak remaja atau sekolah minggu kelas besar, beberapa mereka bisa menjawab jawaban demikian. Bahkan orang-orang Kristen yang dewasapun akan menjawab demikian. Tampaknya sebuah jawaban yang perfect dan manis didengar. Namun sayangnya ucapan yang manis itu hanya sebatas perkataan saja, namu tidak dalam keseluruhan hidup.
Sebenarnya jika kita bertanya tentang apa tujuan hidup ini maka kita harus kembali melihat kepada apa tujuan Sang Pencipta menciptakan kita. Dalam sebuah iklan import tentang produk laptop, dikisahkan ada seorang nenek hendak mencari talenan tempat untuk memotong bawang. Dicari dan dicari tapi ia tidak menemukannya. Akhirnya ia melihat sebuah laptop tipis yang bewarna hitam mengkilap. Langsung saja nenek tua itu mengambil laptop itu dan mengiris bawang di atasnya. Sebenarnya iklan ini ingin memamerkan kekokohan laptop ini. Namun iklan tersebut juga menggambarkan bahwa nenek itu tidak tau tujuan laptop itu diciptakan. Tentunya pencipta laptop itu tidak menciptakannya sebagai talenan. Jika seseorang ingin tau tujuan barang itu diciptakan secara detil maka kita harus bertanya kepada sang pencipta itu. Demikian juga kesempurnaan pemahaman kita akan tujuan hidup ini hanya dapat tercapai tatkala kita memahami maksud Tuhan menciptakan kita.
Menurut hemat saya (berlandaskan pemahaman Alkitab selama ini), tujuan hidup kita dapat dibagi kedalam dua garis besar. Pertama¸ merupakan tujuan secara vertikal, kedua merupakan tujuan secara horizontal. Namun dalam tulisan kali ini saya ingin memfokuskan tujuan hidup kita secara vertikal saja. Secara Vertikal tujuan kita diciptakan adalah untuk mengenal Allah. Sejak semula Allah menciptakan kita agar kita dapat bersekutu dan mengenal Dia. Allah menciptakan kita bukan karena Ia ingin dihormati dan dimuliakan oleh manusia. Tapi Ia menciptakan kita dari gambar dan rupa-Nya semata-mata agar setiap kita memiliki hubungan yang intim dengan Dia. Hubungan yang intim tersebut tidak akan diraih tanpa ada pengenalan akan Tuhan.
Kita tau bahwa setelah manusia jatuh dalam dosa, hubungan manusia dengan Allah rusak. Saya kira betapa sedih-Nya hati Tuhan. Kerinduan awalnya yaitu untuk bersekutu dan menikmati keintiman bersama dengan manusia jadi rusak karena dosa. Namun Tuhan tentunya tidak tinggal diam. Karena itulah ia mengirim nabi-nabi, para imam, dan utusan-utusannya agar manusia tetap bisa berkomunikasi dan mengenal Allah. Bahkan klimaksnya ialah Allah mengirim Anak-Nya yang tunggal yaitu Yesus Kristus kedunia untuk disalibkan. Untuk apa Yesus disalib? Jawabnya jelas: yaitu untuk menebus dosa dan menyelamatkan kita. Namun jika kita bertanya lebih jauh: untuk apa ia menyelamatkan dan menebus dosa kita? Maka kita akan mendapatkan bahwa Ia menebus dosa kita karena Ia ingin kita kembali bersekutu dengan-Nya dan mengenal Dia. Karena itu jugalah Tuhan memberikan Alkitab kepada kita, yaitu agar kita semakin mengenal Allah.
Beberapa ayat yang mendukung ini dapat kita lihat dalam Yohanes 17:3 “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.” Hosea 4:6 “Umatku binasa karena tidak mengenal Allah.” Hosea 6:6 “Sebab Aku menyukai pengenalan akan Allah lebih dari pada korban bakaran” dsb. Jelas bahwa tujuan kita diciptakan yaitu untuk bersekutu dan mengenal Allah.
Apakah saudara sudah menyadari hal ini? Kalau kita bilang kita ingin memuliakan Allah itu tidak salah. Namun kita tidak akan pernah dapat memuliakan Tuhan jika kita tidak memiliki pemahaman dan pengenalan yang benar akan Allah. Karena itu sebagai pertanyaan refleksi bagi kita adalah: seberapa jauh kita memiliki kerinduan untuk mengenal Allah? Seberapa jauh pengenalan akan Allah ini menjadi tujuan hidup kita? Dan seberapa jauh kita memiliki kerinduan untuk bersekutu dengan Dia?
Ada seorang anak pendeta yang berusia 3 tahun yang bernama Alden. Sejak kecil ia biasa mendengar bahwa kalau papanya pergi berarti ada pelayanan di gereja. Kemudian pernah ia bertanya kepada papanya “pa, papa mau kemana?” Papanya menjawab (Setelah berpikir panjang agar dapat menjelaskan dengan sederhana kepada anaknya): “Papa mau bekerja.” Sang ayah kira hal ini menuntaskan rasa ingin tahu anaknya. Ternyata tidak. Alden kembali bertanya," Kenapa papa harus bekerja?" Segera papanya berjuang untuk menemukan jawaban yang menyangkut kepentingan Alden. "Papa harus bekerja supaya dapat uang. Uang untuk beli susu Alden." Akhirnya jawaban itu menghentikan pertanyaan anaknya untuk hari itu. Namun keesokan harinya berbeda. Ketika Alden melihat papanya berganti baju, Alden mengulang pertanyaan yang sama," Kenapa papa kok pergi?" "Papa harus bekerja," papanya menjawab. "Papa harus bekerja supaya dapat uang," lanjutnya. Alden terdiam, kemudian tangannya sibuk membuka laci. Temen saya sedang menyisir rambut ketika mendengar Alden memanggilnya," Papa ..." Ia pun menoleh ke arah anaknya. Kemudian sambil mengulurkan tangan dengan tiga koin ratusan di telapak tangannya, Alden pun melanjutkan kalimatnya," Ini uang Alden untuk papa. Papa tidak usah bekerja. Papa di rumah saja, main sama Alden." Deg, langsung hati papanya terpana menatap Alden. Ia sudah tahu apa yang paling diinginkannya. Bukan susu kesukaannya, tetapi kehadiran dan berelasi degan papanya.
Dari sinilah timbul sebuah pemikiran: Seberapa jauh kita merindukan untuk bersekutu dengan Tuhan? Seberapa jauh kita merindukan untuk berelasi dan mengenal Dia? Adakah kita memiliki kerinduan sama seperti Alden merindukan papanya? Jika kita mempunya kerinduan itu, mari kita renungkan, seberapa jauh kita merindukan untuk mendalami firman Tuhan? Seberapa jauh kita merindukan untuk mengikuti persekutuan digereja dan mendengarkan khotbah-khotbah dari para hamba Tuhan? Seberapa jauh kita memaknai karya dan perbuatan Tuhan dalam kehidupan kita sehari-hari? Salah besar kalau kita berkata untuk mengenal Allah kita harus menjadi hamba Tuhan. Mengenal akan Allah dapat kita alami dalam kehidupan kita sehari-hari. Selain melalui firman Tuhan, kitapun dapat mengenal Allah lewat keluarga kita, pekerjaan kita, anak kita, bahkan mungkin masalah-masalah yang sedang kita hadapi. Tuhan dapat berbicara melalui semuanya itu. Yang penting ada hati dalam diri kita yang rindu untuk terus mengenal Allah. Karena dengan mengenal Allah, maka kita berada dijalan yang tepat sebagai mana yang diinginkan Tuhan ketika ia menciptakan saudara dan saya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment