Wednesday, April 13, 2011
Mini Story Of “The Terminal”
Beberapa dari kita tentu pernah melihat film ‘The Terminal’ yang diperankan oleh aktor ternama Tom Hank. Disana dikisahkan Tom yang diberi nama Victor Navorski terjebak dalam lapangan terbang yang membuatnya harus hidup berbulan-bulan di lapangan terbang itu. Tidak hanya dalam sebuah film, di Jepang pun pernah terjadi demikian. Ada seorang pria yang mendadak terkenal karena ia hidup di bandara kurang lebih selama 3 bulan. Entah terjebak atau kesengajaan, yang pasti pria itu sudah menjadi sorotan media masa karena kebiasaannya yang tidak umum tersebut.
Nah, kemarin sayapun mengalami mini story dari kisah-kisah di atas. Sesuai dengan tiket yang saya beli, semestinya pesawat Sriwijaya dengan nomor SJ-567 harus berangkat meninggalkan bandara Hasanudin (Makassar) menuju bandara Juanda (Surabaya) pukul 15.40 wita. Karena itu saya datang kebandara pukul 14.45, 1 jam lebih cepat untuk melakukan proses check in dan sebagainya. Namun menjelang waktu yang ditetapkan, saya terheran mengapa tidak ada panggilan penerbangan. Kemudian saya bertanya kepada petugas, dan ia meminta maaf karena ada sedikit kendala maka pesawat akan berangkat pukul 16.30. “Yah, Cuma 50 menit. Tidak apalah tunggu sebentar” pikirku.
50 menitpun berjalan begitu saja....namun panggilan itu juga tidak kunjung tiba. Saya kembali bertanya kepada petugas dan petugas itu sekali lagi meminta maaf karena kemungkinan pukul 17.20 baru bisa diberangkatkan. Dengan alasan bahwa ada kerusakan pada bagian tabung oksigen dalam pesawat yang masih susah untuk diperbaiki. Kerusakan tersebut menyebabkan tekanan udara turun dan dapat membahayakan penerbangan. “Baiklah saya akan menunggu 50 menit lagi. Tidak masalah” pikirku lagi. Saya memutuskan untuk membaca beberapa buku yang saya bawa dan melahapnya selama diruang tunggu. Begitu nikmatnya dengan bacaan saya, tanpa sadar waktu sudah menunjukkan pukul 17.30. Sayapun tersadar dan kembali bertanya “mengapa pesawat saya tidak jalan-jalan.” Sementara saya berjalan ke arah petugas, saya melihat beberapa penumpang sudah melemparkan suara protes dan mata bermusuhan. Mereka bertanya mengapa tidak jalan-jalan, padahal sudah dari tadi kami menunggu. Demo kecil-kecilanpun terjadi di ruang tunggu. Untungnya petugas cukup bijak menjelaskan, dan megatakan bahwa pesawatan akan berangkat pukul 19.00. “Pasti!” itulah cara petugas untuk menenangkan para penumpangnya.
Namun baru berselang 30 menit dari kata kepastian itu, terdengarlah pengumuman yang mengatakan bahwa pesawat akan ditunda sampai pukul 21.00. “Apa, jam 9 malam?” pikirku jengkel. Mengapa lama sekali penundaannya. Serentak seluruh penumpang langsung mendatangi petugas bandara. Hampir semua datang dengan emosi yang memuncak. Hanya saja beberapa bisa menahannya, dan beberapa tidak. Ada yang berteriak-teriak sampai satu ruang tunggu kedengaran. Ada yang memaki-maki. Ada yang memukul meja. Beberapa lagi meminta pihak Sriwijawa bertanggung jawab, setidaknya menukarkan tiket ke pesawat lain. Namun pihak Sriwijaya tidak bersedia karena memang tidak ada penerbangan lain yang ke Surabaya malam itu. Akhirnya penumpangpun semakin emosi, pembicaraan semakin panas, dan beberapa petugas berkumpul mencoba menenangkan masa. Beberapa penumpang marah karena sejak tadi pagi mereka berangkat dari ambon sudah delay selam 3 jam. Dan sekarang delay 7 jam. Mereka tidak bisa terima jika sepanjang hari hidup mereka berada di bandara. Beberapa lagi emosi karena sedang membawa jenazah yang mau dikuburkan di Surabaya.
Sayapun sebenarnya marah, namun saya berpikir jika saya berada dalam posisi petugas itu pasti saya juga tidak bisa berbuat apa-apa. Keterlambatan pesawat bukan karena disengaja, namun karena ada kerusakan pada badan pesawat. Jelas jika saya menjadi pihak Sriwijaya saya juga akan menyuruh para penumpang bersabar. Jadi sayapun cuman pasif mendengar perdebatan seru mereka. Kurang lebih 30 menit berlalu, beberapa penumpang pergi dengan kecewa. Beberapa lagi termasuk saya, mencoba tenang dan berusaha menunggu dengan sabar.
Sayapun memutuskan untuk kembali membaca buku. Sekali-kali saya membuka laptop dan mengakses internet. Untung saja saya membawa laptop, ada hiburan sedikit jadinya. Pihak Sriwijaya menyediakan sedikit nasi kotak untuk kita makan malam. Disertai teh dan kopi secara cuma-cuma. Dalam waktu-waktu itu ruang tunggu sudah menjadi sepi. Yang tersisa hanya orang-orang yang tampak lelah menunggu. Yang berangkat dari Makassar seperti saya ‘hanya’ menunggu 7 jam. Tapi mereka yang melakukan transit dari Ambon sudah menunggu hampir seharian dari pagi hari. Karena itu wajar kami tampak lelah.
Menariknya justru dalam keadaan seperti itulah penumpang yang satu dengan yang lainnya menjadi semakin dekat. Saya jadi berkenalan dengan hampir 10 penumpang lain yang mengalami nasib yang sama. Padahal sebelum-sebelumnya kalau mau berangkat langsung berangkat saja, tanpa peduli siapa yang ada di ruang tunggu tersebut. Kemarin, Kita mentertawakan nasib kita bersama. Kita menceritakan kekonyolan-kekonyolan yang ada. Beberapa penumpang yang tadinya emosi, sekarang tertawa pasrah karena tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Mungkin pikiran kami sama, dari pada capek marah-marah, mending kita tertawa saja. Ya.... mentertawakan malangnya nasib bersama-sama. Bahkan kami mengajak beberapa petugas untuk tertawa dan bercanda bersama. Yang tadinya marah-marah seakan hendak memukul petugas, kini tertawa sambil mengejek-ngejek penuh canda. Suasana kekeluargaan mulai tercipta.
Akhirnya kami lepas landas bukan pukul 21.00. Melainkan 22.30 wita. Jadi total waktu yang saya luangkan untuk menunggu kurang lebih selama 8 jam. Tidak ada lagi penumpang yang marah karena keterlambatan itu. Sudah pasrah, dan berserah sama pihak penerbangan. Tapi jujur saya bersyukur mendapat pengalaman seperti ini (namun tetap tidak ingin sering-sering terjadi ). Baru kali ini suasana yang akrab di antar penumpang tercipta. Biasanya suasana dingin menghiasi ruang tunggu. Walau sesama rakyat Indonesia, namun penumpang satu dengan yang lain tampak seperti makhluk asing. Justru masalah-masalah yang terjadi kemarin semakin mempersatukan kita. Suasana kekeluargaan yang penuh tawa tercipta. Seandainya setiap kali penerbangan nuansa keakraban seperti ini pasti asyik.
Yah.....saya cuman kepingin sharing.... Tidak semua ketidaknyamanan berakhir pada hasil yang tidak baik.... bener juga memang pepatah yang mengatakan dalam setiap perkara pasti ada hikmahnya. GBu
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment