Sunday, August 14, 2011

Just Give Thanks (Filipi 4:4)




Suatu ketika ada seorang guru memberi tugas kepada anak-anak yang diajarnya, “Anak-anak sekarang tugas kalian adalah menuliskan 7 Keajaiban Dunia yang kalian ketahui saat ini. Tuliskan itu diselembar kertas!” Sesaat sebelum bel pulang berbunyi, semua siswa bergegas mengumpulkan tugas mereka kemeja guru. Semuanya mengumpulkan dengan penuh semangat, kecuali seorang gadis kecil yang pendiam; kelihatannya dia ragu-ragu untuk mengumpulkan tugasnya. Malam hari, si guru memeriksa tugas para murid untuk memberi nilai. Meskipun berbeda urutannya, tetapi pada umumnya siswa mendaftarkan 7 keajaiban dunia ini: (1) Piramid; (2) Tajmahal; (3) Tembok Besar Cina; (4) Menara Pisa; (5) Kuil Angkor; (6) Menara Eifel; dan (7) Kuil Parthenon. Sudah hampir semua kertas diperiksa dan jawaban yang didapatkannya tidak jauh berbeda, hanya urutannya saja yang berbeda. Namun ia tertegun ketika sampai lembar yang terakhir, yang adalah milik gadis kecil yang dikenalnya sebagai remaja yang pendiam itu. Anak itu memberikan daftar 7 Keajaiban Dunia yang sangat berbeda dengan teman-temannya: (1) Bisa melihat; (2) Bisa mendengar; (3) Bisa menyentuh; (4) Bisa disayangi; (5) Bisa mengecap; (6) Bisa tertawa; (7) Bisa mencintai. Tujuh keajaiban Dunia versi gadis kecil itu membuat sang guru terdiam. Ia menyimpan semua lembaran kerja para muridnya, kemudian menundukkan kepala dan berdoa. Ia mengucap syukur atas seorang gadis kecil pendiam dikelasnya yang telah mengajarkan akan arti bersyukur kepadanya. Gadis itu dapat mensyukuri segala sesuatu yang ada padanya shingga ia menyebutkannya sebagai sebuah keajaiban.

Dalam dunia ini banyak orang yang susah untuk mensyukuri kehidupannya. Apalagi ketika masalah-masalah yang harus dihadapi semakin hari semakin kompleks maka semakin banyak orang yang tidak dapat mensyukuri kehidupannya. Saya pernah mendengar seseorang berkata demikian “Bagaimana saya dapat bersyukur jika harga barang semua melambung tinggi, usaha makin sepi, anak-anak ga jelas kerja apa, belum lagi banyak sakit penyakit yang menimpa keluarga saya, bagaimana mungkin saya dapat bersyukur?” Selagi hidup penuh dengan berkat maka akan mudah bagi kita untuk berysukur, namun ketika hidup penuh dengan “sial” maka betapa mudahnya seseorang menggantikan sikap bersyukur itu dengan sikap bersungut-sungut. Jadi orang miskin ngomongnya “aduh enak ya si acong itu kaya raya, kemana-mana naik mobil, coba saya jadi orang kaya.” Tapi ada juga orang yang kaya yang tidak bisa bersyukur.

Memang itulah ciri manusia, susah sekali untuk mengucap syukur. Mungkin saudara yang ada disini juga merupakan salah satu orang demikian. Kalau saudara melihat kehidupan anda belakangan ini, secara jujur apakah kita lebih banyak mengucap syukur atau jangan-jangan kita lebih memilih untuk memelihara perasaan khawatir itu dalam diri kita?

Sebagai anak-anak Tuhan semestinya kita harus dapat selalu bersyukur dalam setiap keadaan. Karena mengucap syukur itu merupakan ciri khas dari pada orang Kristen. Ketika rasul Paulus berkata dalam ayat yang singkat barusan “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan, sekali lagi kukatakan bersukacitalah” sebenarnya itu berbicara juga tentang mengucap syukur. Ucapan ini dikatakan kepada jemaat Filipi yang mungkin sedang dalam tekanan pemerintah Romawi pada waktu itu. Ditengah tekanan-tekanan yang berat itu Paulus meminta orang-orang Filippi untuk bersukacita senantiasa. Tapi tentunya orang yang tidak dapat bersukacita jika ia tidak dapat bersyukur akan hidupnya bukan? Sukacita itu berkaitan erat dengan bersyukur. Orang tidak mungkin dapat bersukacita jika tidak ada rasa syukur dalam hatinya. Dengan kata lain Paulus ingin berkata kepada jemaat Filipi “walaupun kalian sedang dalam tekanan sekalipun, ayo tetap belajar untuk bersyukur” Ini adalah sesuatu yang penting sampai-sampai Paulus mengulangi kalimat ini sebanyak dua kali “Bersukacitalah senantiasa di dalam Tuhan, sekali lagi kukatakan bersukacitalah”. Dengan kata lain, sudah semestinya dalam keadaan apapun juga kita harus tetap dapat mengucap syukur.

Mungkin saudara pernah mendengar lelucon tentang lagu orang Kristen yang dapat gajian. Diceritakan ada orang Kristen yang suka memuji Tuhan. Ketika tnggal 1 baru dapat gaji masih nyanyi “Nanananana,...bersyukurlah kepada Tuhan, sebab ia baik-2”.... Tanggal 5 lagunya juga masih girang “Sungai sukacitamu, melimpah dalamku...oh yes...yes.yes.yes” Masuk tanggal 15 lagunya sedikit lebih pelan “ooh Tuhan pimpinlah langkahku, ku tak brani jalan sendiri.” Lalu masuk tanggal 20 lagunya makin pelan “Ku tahu Tuhan pasti buka jalan, kutahu Tuhan pasti buka jalan...” Terakhir waktu masuk akhir bulan lagunya demikian: “Ketika aku berbeban berat... kudatang kepada Yesus” Nah apakah orang Kristen seperti demikian? Kalau dapat gaji, kalau uang banyak berysukurlah? Tapi kalau dompet lagi kurus kering tidak dapat bersyukur? Tidak! Paulus mengingatkan kepada kita untuk bersyukur senantiasa dalam keadaan apapun juga. Baik itu dalam keadaan penuh berkat, maupun ketika keadaan susah bahkan sekarat sekalipun kita harus tetap belajar untuk senantiasa bersyukur.

Bagaimana dengan saudara di tempat ini? Ketika pekerjaan lagi banyak masalah; ketika sakit penyakit menghampiri keluarga kita; ketika ada musibah yang menimpa usaha atau kelurga kita; apakah kita masih tetap dapat bersyukur? Atau kita memilih untuk bersungut-sungut? Atau jangan-jangan kita marah dan kecewa dengan Tuhan? Ingatlah Firman Tuhan yang mengatakan bahwa dalam keadaan apapun juga kita harus dapat tetap mengucap syukur. Bukan hanya pada saat-saat tertentu saja. Ada sebuah pernyataan indah yang mengatakan: Bukan karena kita bahagia maka kita dapat bersyukur, justru ketika kita dapat bersyukurlah maka hidup kita akan bahagia. Kebahagiaan kita bukan tergantung dari apa yang ada di luar kita, tetapi kebahagiaan kita tergantung dari apa yang ada dalam diri kita, yaitu seberapa jauh kita dapat bersyukur dengan keadaan kita.

Ketika Paulus mengatakan kalimat ini, sebenarnya rasul Paulus juga sedang menghadapi masa-masa yang tidak mudah. Ia tidak sedang melakukan city tour di kota Roma yang begitu eksotik dan indah. Dia juga tidak sedang mendapatkan sesuatu berkat materi yang berlimpah, sebaliknya Paulus sedang berada di dalam Penjara. Salah satu tempat dimana seseorang tidak memiliki pengharapan ialah penjara. Ia sedang dipenjara ketika menuliskan surat Filipi. Memang penjara zaman dulu berbeda dengan zaman sekarang. Namun dari abad- keabad, yang namanya penjara itu merupakan tempat penghukuman. Karena itu tidak pernah ada penjara yang dapat dikatakan nyaman. Namun demikian dia tetap dapat bersukacita dalam menghadapi situasi yang dialaminya? Mengapa demikian, karena saya yakin hidup Paulus limpah akan ucapan syukur, karena itulah dia dapat bersukacita senantiasa walaupun ia dalam penjara.

Kita pun harus belajar bersyukur dalam setiap keadaan. Sebenarnya kalau mau belajar bersyukur janganlah melihat keadaan orang yang ada di atas, tapi selalu lihatlah keadaan orang-orang yang ada di bawah kita. Jika kita selalu melihat keadaan diatas tidak akan habis-habis. Karena keinginan kita tidak akan pernah terpuaskan, dan kita tak akan pernah dapat bersyukur. Namun kalau kita melihat kebawah kita akan menemukan betapa kita adalah orang-orang yang sangat beruntung.

Di sebuah website yang meniliti tentang data-data kekayaan didunia berdasarkan pendapatannya (www.globalrichlist.com), pernah saya mencoba memasukan dengan seandainya gaji yang diterima seseorang adalah Rp.1.000.000, (anggap saja sebagai UMR), maka orang yang memiliki gaji sedemikian merupakan orang yang ke-1,488,503,335 terkaya didunia. Dengan kata lain, jika penduduk di dunia saja yang kurang lebih ada 6 milyar manusia, maka orang yang berpenghasilan Rp.1.000.000 perbulannya jauh lebih kaya daripada 4,5 milyar orang didunia ini.

Kalau kita melihat dari data-data tersebut maka kita akan menemukan bahwa ada begitu banyak orang yang tidak seberuntung kita. Karena itu jika saudara mengeluh akan susahnya jalankan usaha anda, ingatlah ada orang-orang yang tidak dapat memiliki usaha sama sekali. Ketika saudara mengeluh tentang keluarga saudara, ingatlah ada banyak orang yang tidak punya keluarga. Ketika saudara mengeluh tentang kesehatan saudara, ingatlah bahwa masih banyak yang memiliki tubuh yang cacat dan tidak seberuntung kita. Kalau kita mengeluh tentang pakaian, ingatlah ada orang yang masih bergantung dengan pemberian orang lain. Karena itu belajarlah menghargai apa yang kita miliki sekarang. Bersyukurlah!

No comments: