Wednesday, August 24, 2011

Menghadapi Dilema Dalam Kehidupan Kristiani (Daniel 1) # 2




Seorang tokoh Alkitab yang baru kita baca juga pernah menghadapi dilema yang berat dalam hidupnya. Dilema apa itu? Mari kita bayangkan bersama. Waktu itu negara Israel baru saja kalah perang oleh negeri Babel dan semua rakyat, baik petinggi, baik rakyat kecil semuanya diangkut ke negeri Babel. Semua orang yang melawan langsung dibunuh, sedangkan orang yang mau ikut aturan akan diangkut ke negeri Babel. Tentunya mereka di ajak kenegeri Babel bukan sebagai orang bebas, tapi sebagai tawanan yang harus bekerja bagi orang-orang Babel. Dan tentunya juga mereka tidak memiliki hak yang sama dengan warga Babel. Mereka hidup tidak merdeka. Mungkin sama seperti sewaktu bangsa kita dijajah oleh negeri Belanda. Kita yang punya kekayaan, kita yang disuruh kerja keras, tapi mereka yang menikmati hasilnya. Orang-orang Indonesia tidak memiliki hak senyaman orang-orang Belanda yang menjajah kita. Mereka bisa berbuat apa saja sesuka hati mereka. Mungkin ini sedikit gambaran keadaan Israel waktu itu. Betapa mereka hidup di zaman yang susah dan berat. Mungkin itu masa terberat sepanjang perjalanan kehidupan bangsa Israel.

Nah, Daniel hidup di zaman seperti ini. Dia adalah salah satu masyarakat tawanan yang tidak memiliki hak apapun juga. Singkat cerita, dari negeri Babel hendak mencari orang-orang dari berbagai macam daerah untuk dapat dipakai dalam pemerintahan. Alkitab menuliskan “ Lalu raja bertitah kepada Aspenas, kepala istananya, untuk membawa beberapa orang Israel, yang berasal dari keturunan raja dan dari kaum bangsawan, yakni orang-orang muda yang tidak ada sesuatu cela, yang berperawakan baik, yang memahami berbagai-bagai hikmat, berpengetahuan banyak dan yang mempunyai pengertian tentang ilmu, yakni orang-orang yang cakap untuk bekerja dalam istana raja, supaya mereka diajarkan tulisan dan bahasa orang Kasdim.”

Saya kira ini taktik yang cerdas dari orang-orang Babel. Mereka mencari anak-anak muda (kalau menurut penafsir masih berusia dibawah 15 tahun), mengapa? Karena orang-orang ini mudah dibentuk dan diajar, dan mereka jarang melawan. Tahun lalu saya melayani di komisi pemuda, dan tahun 2011 ini saya melayani di komisi remaja. Kalau di Pemuda untuk memutuskan sesuatu kita harus bahas bersama dulu, berdiskusi, banyak perdebatan, baru mencapai suatu keputusan. Kita tidak bisa langsung mempengaruhi orang karena mereka sudah punya prinsip-prinsip tersendiri. Namun ketika memegang remaja caranya berbeda. Hampir 90 % mereka mengikuti apa yang pembinanya katakan tanpa memperdebatkan ini dan itu. Anak remaja masih mudah dibentuk dan diatur. Karena itulah raja Babel mencari anak-anak yang demikian untuk dibentuk. Terus mereka mencari anak-anak keturunan raja dan bangsawan, yang memiliki banyak talenta agar dapat dipakai untuk mengembangkan Babel. Dan saya kira mereka berharap ketika para tawanan ini sudah dibentuk sedemikian rupa, dan ketika dewasa mereka mulai menganggap bangsa Babel adalah bangsanya sendiri, mereka-mereka ini yang akan diperalat untuk menguasai rakyat bangsa mereka masing-masing. Dengan demikian pemerintah akan lebih mudah mengatur para tawanan yang bukan berasal dari daerahnya. Raja Babel sangat pintar dalam mempersiapkan strategi yang jitu seperti ini. Karena itulah diadakan Babel Got Talent, untuk merebut talent-talent muda dari berbagai negara, salah satunya Israel.

Daniel adalah salah satu dari para remaja yang terpilih. Ia bersama Sadrakh, Mesakh, Abednego, merupakan orang-orang yang dipersiapkan untuk masuk dalam pemerintahan. Semuanya tampak baik-baik saja. Tentunya sebagai anak remaja mereka bangga bisa masuk dalam pemerintahan, walaupun status mereka masih sebagai tawanan. Namun sampai suatu ketika ada peraturan yang mengejutkan dimana raja meminta agar semua anak-anak remaja itu diwajibkan untuk menyantap makanan dan minuman yang biasa disantap raja. Saya membayangkan banyak anak remaja yang bergirang karena membayangkan makanan raja yang tentunya lezat-lezat.

Tapi bagi Daniel dan Sadrakh, Mesakh, Abednego ini merupakan sebuah dilema yang sukar. Mengapa? Karena bagi mereka memakan makanan dan minuman raja itu berarti ketidaktaatan kepada Allah. Bagaimana mungkin? Pertama, dalam makanan orang Babel biasa terdiri dari daging babi dan kuda. Dan daging-daging itu merupakan daging-daging yang dilarang oleh hukum Taurat untuk dimakan. Kedua, orang Yahudi dilarang memakan darah (Im. 3:17;17: 10-14). Namun hal itu tidak dilarang di Babel. Ada kemungkinan mereka juga memakan darah binatang. Dan point ketiga yang sangat penting juga karena biasanya makanan tersebut merupakan makanan yang dipersembahkan kepada dewa orang Babel. Jika ada orang yang memakannya, itu menunjukkan bahwa ia tunduk dan menyembah kepada dewa tersebut. Tentu saja hal itu tidak menyukakan Tuhan.

Tapi disisi lain kalau mereka tidak memakannya maka beberapa resiko yang akan dihadapi antara lain: pertama, mereka tidak tau apa yang harus mereka makanan. Dan tentunya mereka harus memakan makanan yang berkualitas lebih rendah dari makanan raja. Kedua, saya kira mereka akan kehilangan jabatan mereka di pemerintahan dan kembali hidup sebagai budak karena tidak memenuhi syarat. Dan lebih berat lagi karena (ketiga) harus diingat bahwa ini adalah perintah raja Nebudkanezar. Menolak perintah raja akan mendatangkan hukuman mati atas diri mereka.

Karena itu Daniel dkk mengalami dilema yang sangat. Apalagi usia mereka masih remaja, yaitu usia dimana seseorang masih begitu mudah terombang-ambing. Mereka bingung haruskah mereka mengikuti kenikmatan dunia, atau mentaati Tuhan. Apakah mereka harus setia kepada raja atau setia kepada Tuhan. Apakah mereka harus mengambil zona aman untuk menyelamatkan nyawa mereka dengan memakannya, atau memilih untuk menaruh hormat kepada Tuhan.

Ketika kalian diperhadapkan dengan dilema seperti ini kira-kira apa yang akan kalian lakukan? Tentunya zaman sekarang sudah tidak berbicara soal makanan minuman. Tapi tetap dalam kehidupan kita sebagai anak-anak Tuhan di dunia ini kita tidak akan lepas dari dilema-dilema semacam ini. Misalkan atasan menawarkan kenaikan gaji asalkan kalian melakukan tindakan-tindakan yang kalian tahu persis bahwa itu tidak benar. Atau lebih parahnya, anda dipaksa melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip Alkitab, karena jika tidak melakukannya anda akan dipecar dari perusahaan. Apa yang anda lakukan? Atau misalkan sahabat atau teman kita meminta kita untuk berbohong terhadap sesuatu hal, yang membuat kita bingung karena jika tidak melakukannya bisa jadi hubungan kita dengan sahabat kita menjadi retak. Apa yang akan kita pilih? Menyukakan sahabat kitakah? Atau mungkin keluarga kita atau orang terdekat (entah itu sahabat atau pacar kita) sendiri yang meminta kita melakukan suatu tindakan yang tidak sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan, yang jelas-jelas hal itu tidak menyukakan hati Tuhan. Dan semua itu menghasilkan dilema-dilema yang membingungkan. Apa yang menjadi keputusan kita? Menyukakan hati manusia atau menyukakan hati Tuhan? Mengikuti kata hati kita, perasaan aman kita, atau berani mengambil resiko yang besar dengan menjalani ketaatan terhadap Firman Tuhan?

No comments: