Wednesday, November 02, 2011

Mengalahkan Kesibukan (Luk 10:38-42) #2




Dalam perikop yang kita baca, Marta juga merupakan seorang yang terjebak dalam sebuah budaya yang begitu menyibukkan dirinya. Pada waktu itu merupakan zaman patrialis dimana wanita dianggap sebagai masyarakat kelas dua. Sudah merupakan tugas dan kewajiban wanita untuk melakukan pekerjaan rumah, bersih-bersih, menghidangkan makanan, melayani tamu yang datang, dsb. Dalam perikop ini diceritakan Yesus sendiri yang datang mengunjungi rumah Marta dan Maria. Ini bukan tamu biasa, melainkan Yesus sendiri. Apalagi dalam perikop ini Yesus namanya sudah tersiar dimana-mana sebagai seorang nabi, seorang imam, seorang raja, dsb. Yesus sudah terkenal karena begitu banyak mujizat dan penyembuhan yang dilakukannya. Dan bagi orang Israel, seorang nabi yang berkuasa itu jauh lebih berharga daripada seorang raja. Nah sekarang bayangkan bahwa Yesus yang begitu popular itu kemudian datang ke sebuah kampung kecil dimana Marta dan Maria tinggal. Saya kira pasti seluruh kampung menjadi heboh, bahkan sampai kampung-kampung tetanggapun ikut menjadi heboh. Dan ketika Yesus mampir kerumah marta, saya kira seluruh kampung juga datang kesekitar rumah itu untuk melihat sosok Yesus. Beberapa petinggi kampung itu mungkin ikut masuk ke dalam rumah Marta.
Hal inilah yang kemudian membuat Marta kalang kibut dan sibuk mempersiapkan pelayanan yang terbaik untuk tamu-tamu agung. Dia harus menyiapkan baki untuk mencuci kaki Yesus dan murid-murid-Nya; Ia harus menghidangkan makanan dan minuman untuk semua tamu yang hadir; ia harus membersihkan segala sesuatu; mencuci piring yang kotor untuk tamu-tamu berikutnya; dsb. Ia terjebak dalam kesibukkan yang memang sudah semestinya pada budaya waktu itu.

Sikap yang dilakukan Marta ini seharusnya mendapatkan respek dari banyak orang. Ia sudah melakukan tugasnya dengan baik. Dan saya membayangkan orang-orang yang hadir dirumahnya waktu itu juga memberikan respek itu akan kerja kerasnya. Tapi berbeda dengan Yesus. Yesus malah mengritisi kesibukan Marta. Ini terlihat ketika Marta menjadi jengkel melihat adiknya Maria yang enak-enakkan duduk bersama para tamu mendengarkan perkataan Yesus. Karena jengkel ia melaporkan kepada Yesus akan sikap Maria yang tidak mau bersibuk-sibuk membantunya. Tapi bukannya menegur Maria, Yesus malah menegur Marta dengan mengatakan “Marta...marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara,....tetapi hanya satu saja yang perlu....” Dengan kata lain Yesus ingin berkata “Marta-marta...engkau terlalu banyak kuatir dan karena itu kamu menyibukkan diri dengan banyak pekerjaan....tetapi bukan itu yang penting...hanya satu yang diperlukan....”
Seberapa banyak anak-anak Tuhan yang mengalami kekeliruan seperti yang dilakukan oleh Marta? Mereka kuatir akan tuntutan zaman yang semakin hari semakin menggila. Mereka kuatir jika mereka tidak lagi dapat bertahan hidup dalam dunia yang menjalankan hukum rimba dimana-dimana. Dan karena itu banyak orang Kristen yang menyibukkan diri kedalam banyak hal untuk melenyapkan semua kekhawatiran tersebut. Tapi pertanyaanya apakah kesibukkan itu sesuatu yang penting? Atau jangan-jangan kesibukan yang kita anggap penting malah mengorbankan sesuatu yang jauh lebih penting dari itu semua?

Yesus menegur marta, karena kesibukan yang Marta lakukan itu ternyata harus mengorbankan sesuatu yang lebih penting, yaitu hubungan atau relasi dengan Yesus sendiri. Marta sibuk melayani orang banyak, bahkan melalui itu mungkin ia mendapatkan decak kagum dari banyak orang. Tapi ia melupakan sesuatu yang penting dimana Yesus datang ke rumah mereka untuk menjalin relasi dengan mereka. Karena itu Yesus menegur Marta.

Sebaliknya Yesus malah memberikan pujian yang besar kepada Maria. Mengapa? Karena Maria berani mengorbankan banyak hal untuk sesuatu yang berharga. Seperti yang saya katakan tadi, perempuan pada waktu itu adalah orang-orang kelas dua dalam pandangan masyarakat. Ketika ada tamu yang datang mereka harus bekerja dibelakang / didapur, mempersiapkan makanan, membasuh kaki tamu-tamunya, membersihkan rumah, merapikan sandal dsb. Bagi mereka tidak sopan jika ada perempuan yang ikut duduk bersama kumpulan laki-laki di ruang tamu. Karena itu ketika Maria duduk mendengarkan perkataan-perkataan Tuhan, saya kira orang-orang disekelilingnya, bahkan mungkin termasuk murid-murid Yesus mencibir dia, karena dianggap tidak sopan, tidak bertanggung jawab,dsb. Tetapi bagi Yesus berbeda. Bagi Yesus Maria telah memilih bagian yang terbaik dan yang lebih penting dan lebih terutama daripada segala kesibukan Marta. Memang untuk itulah tujuan awal kita diciptakan, yaitu agar kita memiliki relasi yang intim dengan Tuhan.

Kesibukkan memang dapat merusak hubungan kita dengan Tuhan. Karena acapkali jika kesibukkan kita berlebihan maka kita cenderung akan mengorbankan segala sesuatu termasuk hubungan pribadi dengan Tuhan. Dan karena kesibukan itu juga api rohani kita dapat menjadi padam. Saya ada seorang teman yang dulunya adalah seorang yang aktif dalam pelayanannya, namun kini jarang sekali menunjukkan batang hidungnya di gereja. Paling seminggu sekali itupun kalau ia bisa. Ketika saya ada kesempatan sharing-sharing sama dia, dia berkata demikian “Gak bisa Fong, saya baru berkeluarga, anak saya masih kecil....belum lagi saya baru merintis usaha saya.... dan usaha yang baru saya rintis ini ada banyak sekali masalah...sekarang saya terjerat utang ini dan itu...saya harus bekerja lebih keras lagi untuk memenuhi kebutuhan hidup saya dan menyelesaikan utang-utang itu. Mana saya sempat ke gereja lagi.” Terus saya berkata kepada dia “Fren, bukannya kalau semakin kamu memiliki masalah dalam kehidupanmu semakin kamu harus mencari dan mengandalkan Tuhan?” Tetapi dia menjawab “Ia sih, tapi saat ini setiap waktu begitu berharga untuk saya lewatkan. Jika saya salah memakai waktu sebentar saja, maka saya akan gagal memenuhi tanggung jawab saya. Karena itu saya ga bisa lagi sering-sering kegereja, apalagi melayani. Fiuhh,....andaikan Tuhan menciptakan waktu lebih dari 24 jam.” Tapi apa yang terjadi setelah itu? Setelah ia mengatakan itu, kurang lebih satu tahun kemudian, usahanya bukan semakin membaik, tetapi semakin berantakan....masalah keluarga juga semakin banyak dan semakin berat. Tapi justru karena itu kini semakin bergantung kepada Tuhan. Ia mulai membaca Alkitab setiap hari, bahkan mulai kembali rajin mengikuti persekutuan dan kebaktian. Iapun mulai menjalin relasi yang erat dengan Tuhan. Ia sadar, bahwa kesibukkan bukannya memberi sukacita dalam kehidupannya, melainkan keberserahan dan kebergantungan kepada Tuhanlah yang membuat hidupnya damai sejahtera.

Sadar atau tidak sadar ada banyak orang Kristen yang terjebak dengan permasalahan yang sama. Mungkin bapak ibu saudara yang ada ditempat ini adalah salah satunya. Kita terlalu sibuk mempersiapkan masa depan kita. Kita terlalu sibuk meniti karir kita. Dan kita terlalu sibuk dengan target-target kita. Namun jika karena kesibukkan itu kita harus mengorbankan banyak hal yang berharga: entah itu relasi kita dengan keluarga, entah itu relasi dengan anak-anak kita, bahkan terlebih relasi kita dengan Tuhan. Tanpa sadar kita mulai meng’allah’kan kesibukan tersebut. Rasanya kalau satu hari tidak sibuk perasaan langsung menjadi resah dan galau. Bahkan dalam dunia pelayananpun demikian. Bisa saja seseorang terjebak dalam kesibukkan melayani, dan dimata orang ia tampak rohani, bahkan ia mendapatkan decak kagum banyak orang. Namun ketika pelayanan itu harus mengorbankan relasi dengan Tuhan, sebenarnya pelayanan itu bukan lagi pelayanan yang berkenan dihadapan Tuhan. Sekali lagi saya katakan bahwa kesibukan itu sendiri tidak salah sama sekali. Namun jika kesibukkan itu harus mengorbankan sesuatu yang berharga, yang penting, dan yang lebih utama, maka kesibukkan itu dapat dianggap sebagai masalah.

Saya pernah mendengar kisah seorang istri yang menuntut cerai sang suami karena kesibukkan suami yang terlalu padat. Sang suaminya marah, karena suami merasa dia melakukan kesibukkan itu semua juga untuk keluarga. Tapi sang istri mengatakan “kalau karena kesibukkan itu kamu harus mengorbankan relasi dengan keluargamu, lebih baik kita cerai saja. Saya tidak menginginkan semua uang dan barang-barang itu, saya cuma ingin hubungan keluarga yang sehat.” Saya kira demikian pula Tuhan. Ia merindukan akan adanya sebuah relasi yang intim. Bukan sekedar kesibukan kita, bukan sekedar pelayanan kita, bukan sekedar uang kita; melainkan sebuah relasi. Itulah yang berharga di mata Tuhan.

Saya suka dengan kisah seorang tukang kayu. Suatu saat ketika sedang bekerja, secara tak disengaja arlojinya terjatuh dan terbenam di antara tingginya tumpukan serbuk kayu. Arloji itu adalah sebuah hadiah dan telah dipakainya cukup lama. Ia amat mencintai arloji tersebut. Karenanya ia berusaha sedapat mungkin untuk menemukan kembali arlojinya. Sambil mengeluh mempersalahkan keteledoran diri sendiri si tukang kayu itu membongkar tumpukan serbuk yang tinggi itu. Teman-teman karyawan yang lain juga turut membantu mencarinya. Namun sia-sia saja. Arloji kesayangan itu tetap tak ditemukan. Tibalah saat makan siang. Para pekerja serta pemilik arloji tersebut dengan semangat yang lesu meninggalkan bengkel kayu tersebut. Saat itu seorang anak yang sejak tadi memperhatikan mereka mencari arloji itu, datang mendekati tumpukan serbuk kayu tersebut. Ia menjongkok dan mencari. Tak berapa lama berselang ia telah menemukan kembali arloji kesayangan si tukang kayu tersebut. Tentu si tukang kayu itu amat gembira. Namun ia juga heran, karena sebelumnya banyak orang telah membongkar tumpukan serbuk namun sia-sia. Kini cuman dia seorang diri saja, dan berhasil menemukan arloji itu. 'Bagaimana caranya engkau mencari arloji ini?' Tanya si tukang kayu. 'Saya hanya duduk secara tenang di lantai. Dalam keheningan itu saya bisa mendengar bunyi 'to-tak, tok-tak'. Dengan itu saya tahu di mana arloji itu berada.'

Saya kira demikian juga ketika kita ingin mendapatkan kehidupan yang berharga, kita harus belajar hening sejenak dari kesibukkan kita, meluangkan waktu bersama dengan Tuhan, menikmati relasi bersama dengan Tuhan, serta berserah kepada Tuhan untuk menolong hidup kita. Sama seperti sebuah kalimat yang indah dalam sebuah sastra tetap membutuhkan beberapa tanda titik untuk mengakhiri setiap kalimat-demi kalimat; demikian juga kehidupan yang indah, yang seimbang, yang berharga, adalah kehidupan yang disertai waktu teduh dan intim bersama dengan Tuhan.
Karena itu mari kita mengalahkan kesibukkan itu dan bukan meng’allah’kannya. Mari kita mengambil waktu hening sejenak bersama Tuhan setiap hari. Karena melalui relasi kita tiap hari bersama Tuhan, maka kesibukkan-kesibukkan itu akan diarahkan kepada apa yang menjadi kehendak Tuhan. Kesibukkan itu akan menjadi sungguh lebih bermakna. Kalahkan kesibukan dengan mengisi kesibukan itu dengan sesuatu yang berharga.

No comments: