Sunday, November 13, 2011

PENDENGAR FIRMAN SEMESTINYA (1 Raja 22)



Seorang kawan pernah mendatangi saya setelah selesai kebaktian minggu dan berkata demikian kepada saya: “Wah, khotbah hari ini bagus ya, lucu....kita jadi tidak mengantuk. Semestinya hamba Tuhan kita harus berkhotbah seperti itu, sehingga kita semangat datang ke kebaktian. Kalau khotbah itu jangan yang berisi teguran dan perintah-perintah saja. Kita sudah banyak pergumulan, jangan lagi dituntut ini itu, ditegur ini itu, dsb. Kita ingin disegarkan.” Awalnya sebagai seorang yang berusaha menyelami pemikiran kawan saya ini, saya merasa perkataan ini ada benarnya. Janganlah Firman Tuhan yang disampaikan malah menekan jemaat yang butuh penghiburan. Tetapi setelah lama-lama direnungkan, saya kira tidak juga sepenuhnya tepat. Mengapa demikian? Karena Firman Tuhan yang kita meliki bukan hanya bersifat dan berisi sesuatu yang menghibur dan menguatkan saja, tetapi di dalam Firman Tuhan ini juga terdapat teguran-teguran, peringatan-peringatan, untuk mengoreksi dan mengintropeksi diri kita akan kesalahan yang kita perbuat. Karena itulah Yakobus mengatakan bahwa Firman itu seperti cermin yang akan memberitahukan kepada kita akan kesalahan kita. Itu juga sebabnya Paulus berkata kepada Timotius bahwa “Firman yang diilhamkan Allah itu bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan mendidik seseorang dalam kebenaran”. Dan untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan, serta mendidik seseorang itu tentu saja tidak hanya dengan Firman yang lembut, tetapi diperlukan Firman yang keras untuk mendisiplin seseorang.

Saya sendiri tertarik serta tertegur ketika merenungkan kejadian dalam 1Raja-raja 22 mengenai nabi Tuhan yang melawan nabi-nabi palsu. Dikisahkan raja Yehuda Yosafat mendatangi Raja Israel yaitu Ahab untuk berdiplomasi urusan negara mereka. Dan timbullah sebuah perencanaan untuk memerangi Ramot-Gilead, daerah yang berada didekat mereka. Tetapi Yosafat (raja Yehuda) adalah seorang yang takut akan Tuhan (ay.43). Berbeda dengan raja Ahab yang begitu jahat sampai-sampai Alkitab mengatakan tidak ada raja yang lebih jahat daripada Ahab. Karena itu Yosafat meminta Ahab untuk menanyakan Firman Tuhan lewat nabi-nabi sebelum mereka bertindak. Sudah kebiasaan dan cara Tuhan pada jaman itu bahwa Tuhan seringkali berfirman lewat para nabi, dan memang ada kelompok dan kumpulan para nabi pada waktu itu.

Lantas Ahab mengumpulkan 400 nabi-nabinya untuk menanyakan apakah mereka boleh pergi berperang melawan Ramot Gilead apa tidak. 400 nabi ini serempak dan sepakat berkata bahwa Tuhan berfirman kepada mereka bahwa Tuhan akan memberikan kemenangan kepada Israel. Sungguh sebuah firman yang enak didengarkan. Kemenangan....Kesuksesan...Kejayaan... bukankah itu berita yang menyenangkan?
Tapi 400 nabi-nabi itu sepertinya merupakan nabi-nabi yang dipilih oleh raja Ahab sendiri, yaitu nabi-nabi yang disukai karena suka menubuatkan yang baik-baik, yang sedap didengar, yang manis di hati. Dan para nabi-nabi ini juga adalah nabi-nabi yang ingin mendapat jabatan yang baik di mata raja, karena itu mereka selalu mengatakan hal yang baik di hadapan raja, yang manis di dengar, dan yang menyukakan telinga raja....mungkin agar mereka mendapat posisi yang cukup baik di dalam istana.

Hal ini terlihat ketika raja Yosafat menanyakan kepada raja Ahab “Adakah nabi yang lain dari 400 orang ini” Ahab dengan jujur mengatakan “Masih ada 1 lagi.... tapi saya membenci dia karena dia tidak pernah menubuatkan yang baik....Nama orang itu adalah Mikha.” Jadi nabi Mikha tidak terhitung sebagai nabi pilihan raja, karena nubuatannya dianggap selalu tidak enak didengar. Setelah Ahab mengatakan demikian, raja Yosafat tetap meminta untuk memanggil nabi Mikha. Ketika utusan Ahab menjemput nabi Mikha, utusan itu mengatakan kepada Mikha demikian di ayat 13 “Ketahuilah, nabi-nabi itu sudah sepakat meramalkan yang baik bagi raja, hendaklah engkau juga berbicara seperti salah seorang dari pada mereka dan meramalkan yang baik.”

Dan apa yang terjadi setelah nabi Mikha datang ke dalam istana, ia menyampaikan suara Tuhan yang berbeda dengan apa yang disampaikan oleh 400 nabi tersebut. Ia memberitakan berita hukuman atas semua kejahatan yang dilakukan oleh Ahab. Dan oleh karena berita itu ia ditampar oleh nabi yang lain, dan iapun dikucilkan oleh raja Ahab. Dari sini kita melihat jelas bahwa raja Ahab tidak suka mendengar Firman Tuhan yang tidak menyenangkan hatinya. Dari sini kita juga dapat melihat bahwa mayoritas para nabi juga terjebak untuk menyampaikan berita Firman yang menyenangkan saja. Mereka lupa bahwa firman Tuhan juga bersifat mengkoreksi hidup kita.

Ironinya bukan hanya pada zaman itu, kalau kita perhatikan jaman sekarangpun masih banyak jemaat yang seperti Ahab seperti kawan saya tadi. Mereka tidak menyukai Firman yang keras yang menegur mereka. Mereka tidak suka Firman yang mengkoreksi mereka. Tetapi mereka lebih suka Firman Tuhan yang menyukakan telinga, yang memberikan kabar suka selalu seperti berkat-berkat Tuhan, kesuksesan, kekayaan dsb. Ironinya banyak juga pembawa Firman yang ingin menyenangkan telinga pendengarnya sehingga yang disampaikan selalu berupa firman-firman yang enak didengar, yang lembut, yang menghibur, tanpa teguran dan menuntut sama sekali.

Mari kita kembali melihat apa yang terjadi dengan Ahab. Karena ia tidak mau mendengar suara firman Tuhan yang sudah memperingatkan dia berkali-kali. Akibatnya ketika ia maju berperang, ia harus tewas terbunuh dalam peperangan itu. Tuhan sudah mengingatkannya melalui nabi Mikha. Sebenarnya Ahab punya kesempatan untuk bertobat akan kesalahan-kesalahannya ketika di tegur oleh nabi Mikha. Tapi karena keengganannya mendengarkan Firman yang menegur itulah yang akhirnya membinasakan dirinya sendiri.

Memang sesuatu yang nyaman itu menyenangkan. Namun pada umumnya yang nyaman itu tidak baik untuk diri. Makanan yang paling enak acapkali menjadi makanan yang paling berbahaya untuk tubuh kita bukan. Demikian juga kisah raja Ahab ini harusnya menjadi peringatan bagi kita; agar tidak menuntut firman yang nyaman didengar, yang menyukakan telinga kita, yang membuat kita ketawa saja. Namun kejarlah Firman yang sejati, yang dapat membentuk hidup kita, mengoreksi kekeliruan yang kita perbuat, yang mengarahkan kita untuk serupa dengan Kristus. Jadilah orang Kristen yang memiliki mental tidak hanya menuntut dan mau menerima Firman Tuhan yang mudah dimengerti, tapi menuntut diri untuk mengerti firman yang susah dimengerti. Karena mental seperti inilah yang akan membawa kita memiliki kehidupan yang lebih baik di mata Tuhan. Memang dibutuhkan kerendahan hati untuk memiliki sikap ini. Berdoalah setiap kali kita hendak mendengarkan Firman dan katakan kepada-Nya, sumber inspirasi, untuk menolong kita mengerti setiap Firman yang dibaca atau diberitakan. Itulah bagaimana seorang Kristen sebagai pendengar Firman semestinya.

2 comments:

Lasma Manullang said...

Ketegor nih, jadi koreksi diri sendiri.
Tapi sekarang memang banyak sekarang istilah, gereja jadi tempat hiburan. Orang cari janji Tuhan yang manis-masin aja...padahal ada janji Tuhan yang lain, yang mengandung teguran dan hukuman bagi yang melanggar dan Tuhan ga main2 dengan firman-Nya...Thank you buat postingannya :)

Hendra Fongaja said...

Yup lasma, sama-sama...thanks juga sudah mampir ...GBus