Sunday, August 26, 2012

Menyeberanglah Kemari dan Tolonglah kami (kis. 16:4-12) #1



Di sebuah surat kabar pernah mengisahkan tentang kisah seorang ibu bersama putrinya yang cacat yang mengalami tekanan hidup.  Mereka telah ditinggal oleh suami dan ayah tercinta.  Kawasan rumah yang mereka tinggali sangat tidak nyaman.  Mereka seringkali mendapat intimidasi dari geng pemuda di dekat tempat tinggalnya selama kurang lebih 10 tahun.  Rumah mereka dikencingi setiap hari. Kebunnya dihancurkan. Putrinya yang cacat diejek.  Seringkali ia dipukul dan pernah dikurung dalam ruang tertutup.  Selama 10 tahun itu juga sang ibu melaporkan hal tersebut kepada polisi untuk meminta tolong.  Beberapa kali dia juga mengirimkan surat kepada wakil rakyat di daerah setempat untuk mendapat pembelaan.  Namun upaya itu sia-sia.  Tidak ada respons.  Tidak ada yang peduli. Akhirnya beberapa waktu kemudian, ibu anak ini memutuskan untuk mengakhiri hidup dengan membakar diri dalam sebuah mobil.  Mengejutkan? Sangat mengejutkan!  Kasus ini kemudian diangkat dalam sidang membahas tentang kinerja kepolisian.  Polisi cuma mengucapkan kata penyesalan dan permintaan maaf sedalam-dalamnya karena ketidakpeduliannya kepada keluarga yang ditinggalkan.  Penyesalan yang terlambat.  Tidak ada lagi yang dapat dilakukan kepada orang yang sudah mati.
Ini hanyalah segelintir kisah dari jutaan kisah penderitaan hidup manusia.  Sadar atau tidak sadar, ada begitu banyak orang di dunia ini yang membutuhkan pertolongan kita.  Ada banyak orang yang membutuhkan uluran tangan kita.  Bukan sekedar minta tolong untuk mengatasi persoalan mereka sehari-hari, namun kalau kita mengamati lebih jauh dan lebih mendalam, banyak orang yang membutuhkan pertolongan dalam jiwa dan batin mereka.  Banyak jiwa yang mengalami kekosongan dan kehampaan dalam hidup mereka.  Mungkin dalam usaha mereka sukses.  Mungkin di luar kita melihat mereka orang yang berkedudukan.  Mungkin kita melihat mereka selalu tersenyum.  Namun siapa yang tau, bahwa hati mereka kosong dan hampa.
Seorang kawan saya yang belum percaya Tuhan, ia memiliki istri yang cantik, anak yang lucu-lucu, usaha yang cukup berkembang.  Setiap minggu dia bisa melakukan hoby kesukaannya: memancing, iapun berkumpul dengan teman-teman dekatnya.  Dari luar ia tampak energik dan bersemangat.  Semua mengira ia memiliki kehidupan yang ideal.  Namun suatu saat, ketika ia berjumpa dengan saya, ia terlihat sedih.  Dan kemudian ia berkata kepada saya:  Mengapa saya merasa hidup ini kosong.  Mengapa saya merasa semua yang saya lakukan sia-sia?  Dan saya mengatakan kepada dia:  memang hidup kita akan sia-sia, dan semua yang kita lakukan akan tidak berarti, jika kita hidup di luar Tuhan. 
Hari itu mata saya tercelik, bahwa bukankah ada banyak orang-orang yang mengalami hal demikian.  Yang tampak bahagia dengan hidupnya, yang tampak memiliki segala sesuatu,  namun di relung hati yang terdalam, ia mengalami kekosongan yang juga mendalam.  Mereka menemukan adanya kesia-siaan dan ada sesuatu yang hilang dalam hidup mereka.  Mereka berusaha untuk mencari makna kehidupan yang sejati, yang tidak bersifat sementara, yaitu sebuah kehidupan yang hanya bisa didapatkan ketika seorang berada dalam Kristus, namun mereka tidak mendapatkan.  Pertanyaannya: dapatkah mereka menemukan kehidupan itu jikalau kita, yang sudah menemukan kehidupan sejati itu, tidak mau membagikan hidup itu kepada mereka?  Roma 10:14 mengatakan “Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya jika mereka tidak percaya kepada Dia?  Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia.  Bagaimana mereka mendengar tentang dia jika tidak ada yang memberitaknanya?”  Mereka tidak akan mendapat jika tidak ada yang membagikannya.
Betapa egoisnya kita jika kita yang sudah menikmati kehidupan sejati di dalam Tuhan, yang sudah mendapatkan anugerah itu, tapi tidak mau membagikannya kepada orang lain.  Seorang misionaris pernah mengeluarkan perkataan yang cukup menyentak saya.  Dan seharusnya perkataan ini harus menyentak kita juga.   Dia berkata:  “Jikalah kita tidak peduli terhadap jiwa-jiwa yang terhilang, maka sebenarnya kita belum menyelami hati Kristus.  Bahkan kita belum mengenal Tuhan. Sebab... hati Tuhan ada pada jiwa-jiwa yang terhilang.”  Sudahkah kita memiliki hati yang peduli terhadap jiwa-jiwa yang terhilang?
Oleh sebab itu hari ini kita akan belajar dari perikop barusan mengenai teladan Paulus dalam menjalankan misi.  Dari kisah Paulus kita dapat mempelajari bagaimana seharusnya 2 sikap yang dimiliki oleh orang Kristen berkaitan dengan pekerjaan misi.  Sikap apa saja:

No comments: