Suatu waktu saya berjumpa dengan beberapa kawan saya untuk hanging out. Kami kumpul di rumah salah seorang teman yang
sudah ditentukan. Sampai dirumah itu,
setelah semua orang sudah berkumpul, tiba-tiba teman saya yang mempunyai rumah
itu menyodorkan kunci mobil kepada saya meminta saya untuk menyetirkan
mobilnya. Akhirnya saya pun menyetir
mobilnya kita hanging out bersama ke
sebuah mall. Sesampainya di mall itu
kami mencari tempat makan karena sudah kelaparan. Waktu kami semua sudah memesan makanan, tidak
sengaja saya memperhatikan dompet teman saya yang punya mobil itu, saya melihat
ada dua sim yang ia punyai antara lain sim A dan sim C. Lantas sayapun bertanya kepada dia: “Kamu punya sim kok suruh saya nyetir?” Dia menjawab “Iya Fong, itu sim sudah lama
saya buat, tapi saya sekarang ga bisa nyetir mi.” Saya melanjutkan “Kok bisa kamu belum bisa
nyetri tapi sudah dapat sim?” Lalu ia
mengatakan demikian “Iya, dulu saya pernah khursus mengemudi, setelah itu bisa
dan saya buat sim. Namun beberapa tahun
lamanya saya tidak pernah menyetir lagi.
Kadang malas, kadang mobil dipakai, kadang takut, yah akhirnya karena
lama tidak nyetir mobil, jadinya sekarang saya kagok / kaku, dan tidak bisa
bawa mobil”. “Yah… sia-sia dong kamu
buang uang kursus dan buat sim tapi tidak pernah kamu pakai.” Saya bilang begitu. Mengapa ia tidak bisa menyetir mobil? Karena ia jarang mempraktikan atau melakukan
untuk mengemudi. Ia menyia-nyiakan
waktunya untuk berlatih dan ia menyia-nyiakan uangnya untuk membayar khursus
dan membuat sim.
Saudara,
sadarkah bahwa ada berapa banyak orang Kristen yang demikian, yang suka
menyia-nyiakan waktu hidupnya? Yang
setiap waktu kegereja, dan sering mendengarkan Firman Tuhan. Mungkin mereka bersaat teduh setiap hari;
mungkin mereka setiap minggu kegereja mendengarkan Firman, bahkan mungkin ada
yang 2-3 kali seminggu ke gereja;
mungkin mereka sering mengikuti seminar-seminar tentang pendalaman
Alkitab; dsb;….. Tetapi ia tidak melakukan Firman itu. Tahukah saudara, jika saudara tidak pernah
melakukan setiap Firman yang sudah saudara dengarkan, maka saudara sama seperti
teman saya tadi, saudara telah menyia-nyiakan hidupmu, saudara telah
menyia-nyiakan waktu-waktu saudara, dan saudara telah menyia-nyiakan sesuatu
yang berharga. Itu sebabnya penting bagi
kita untuk tidak hanya duduk diam ditempat ini dan mendengar Firman, tapi jauh
lebih dari itu, yaitu bagaimana kita duduk, mendengar, merenungkan, menghayati,
dan yang paling penting melakukan Firman itu.
Harus ada jembatan yang menghubungkan antara Firman yang kita dengar dan
apa yang harus kita lakukan. Mari
bersama kita melihat terlebih dahulu alasan-alasan mengapa penting bagi kita
untuk melakukan Firman Tuhan.
****
Pertama,
jika kita tidak melakukan kebenaran Firman Tuhan maka hidup kita rentan dan
rapuh. Mari kita membaca dari Matius
7:24-27 “24 Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia
sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. 25
Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah
itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. 26
Tetapi setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan tidak
melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas
pasir. 27 Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir,
lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah
kerusakannya.”
Perumpamaan
ini di katakan oleh Yesus ketika Yesus mau mengakhiri khotbah di bukit yang di
mulai dari pasal 5. Setelah berkhotbah
panjang lebar dan mengajarkan banyak hal, kemudian Yesus menutup khotbah-Nya
dengan perumpamaan dua macam dasar. Di
Israel cuaca sangat tidak menentu.
Seringkali hujan lebat mendadak datang dan menyebabkan dasar sungai yang
kering berubah menjadi aliran sungai yang sangat deras. Orang Israel sudah umum melihat pemandangan
demikian. Nah, orang-orang yang di
pedesaan umumnya suka membangun rumah diatas lumpur yang mengeras ini. Sementara orang-orang yang bijaksana biasa
memilih membangun rumah jauh dari aliran sungai dan mencari batu karang sebagai
pondasi rumahnya. Akibatnya sudah umum
di Israel waktu itu, ketika cuaca mendadak berubah, hujan lebat melanda, dan
aliran sungai tiba-tiba meninggi dan deras, rumah-rumah yang dibangun diatas
lumpur ini hancur berantakan terseret
arus air. Sebab dasarnya tidak
kuat. Sementara orang yang membangun
rumah diatas batu tidak perlu khawatir, sebab rumahnya akan kokoh berdiri
karena pondasi yang kuat.
Saudara,
Tuhan mengumpamakan orang yang mendengar Firman namun tidak melakukannya ini
seperti orang pedesaan yang membangun di atas pasir tersebut. IA rapuh, ia lemah, tampaknya saja bagus,
namun ketika ada cobaan datang, maka hancurlah semua pendiriannya; Runtuhlah imannya; dan hilanglah
harapannya. Habis terhempas bersama arus
dunia yang begitu kencang. Sebaliknya
jika saudara mendengar Firman Tuhan dan melakukannya, saudara akan menjadi kuat
dan tidak tergoyahkan, sebab kita sudah menjadi pelaku-pelaku Firman.
Ya
saudara, Sekalipun kamu mendengar Firman dan memikirkannya; sekalipun kamu
mendengar Firman dan merenungkannya; bahkan sekalipun kamu mendengar firman dan
kamu tersentuh karena Firman itu (bahkan mungkin sambil menangis tersedu-sedu
sambil berkata: Tuhan…Tuhan); tetapi kalau saudara tidak melakukannya,…. Saudara seperti orang yang bodoh, yang
membangun rumahnya di atas pasir. Dimana
ketika ada cobaan datang menerpa, maka segala iman keyakinan, kekuatannya, akan
sirna karena rumah itu tidak dibangun dengan melakukan Firman Tuhan.
Suatu ketika ada seorang ayah yang mengajarkan kedua putranya
mengendarai mobil. “Nak, cara
mengendarai mobil begini ya…kamu harus masuk gigi perlahan, injak kopling baru
koplingnya dibuka sedikit sambil injak gas, bla...bla...bla….bla…” Setelah menjelaskan panjang lebar, sang ayah
berkata: “Kalian sudah mengerti kan, silahkan kalian pakai mobil butut ini
untuk latihan disekitar perumahan kita ya.
Jangan pakai mobil baru ya” Anak
pertama merasa sudah mengerti caranya, ia meremehkan dan tidak pernah berlatih,
karena merasa sudah tau. Sementara anak
kedua dengan bersemangat segera memakai kesempatan itu untuk berlatih dan
berlatih supaya dia bisa jalan-jalan dengan teman-temanya. Beberapa waktu kemudian bapak ini mengajak
kedua anaknya keluar kota. Anggap saja
ke Malino. Papanya menyetir anak
pertamanya duduk didepan, anak keduanya duduk dibelakang. Ditengah jalan tiba-tiba dada papanya merasa
sesak, ia langsung memarkir mobil
dipinggir jalan, dan papannya memegang dada mereka sambil berusaha menahan
sakit. Segera saja anak kedua ini berkata kepada
kokonya: ko, cepet gantikan papa nyetir.
Kita harus membawa papa ke rumah sakit.
Kokonya langsung pindah ketempat supir papanya ditidurkan
dibelakang. Tapi ketika memegang setir,
kokonya bingung, setelah starter, lantas dia bingung bagaimana masukkan gigi,
setelah berhasil masuk, bagaimana lepas kopling pelan-pelan, dan gas nya harus
bagaimana. Akhirnya mobilnya sering
termati-mati, terkejut-kejut karena sering salah injak. Adiknya yang melihat hal itu langsung
mengambil alih tugas kokonya. Ia
menyuruh kokonya kebelakang dan adiknya yang menyetir. Akhirnya mereka bisa.
Saudara demikian juga orang yang mendengar Firman tapi tidak
melakukannya, ia seperti anak sulung yang hanya mendengar dan mengerti, namun
ketika ada masalah datang, ia tidak bisa apa-apa, rapuh, dan tidak
berdaya. Itu sebabnya penting bagi kita
untuk bukan hanya mendengar Firman dan menghayatinya setiap hari. Tapi jauh lebih itu, mari kita bersama-sama
melakukan Firman itu, agar ketika persoalan-persoalan kehidupan datang, ujian,
pencobaan, dan pergumulan hidup menerpa hidup kita. Kita tau apa yang harus kita lakukan, karena
kita adalah pelaku-pelaku Firman itu.
No comments:
Post a Comment