Ada seorang
anak kecil yang buta yang sedang mengemis ngemis di tengah-tengah keramaian
sebuah stasiun. Anak ini buta sehingga
ia hanya melangkah dengan imannya berusaha mendapatkan uang dari kemurahan hati
orang. Sedikit-demi sedikit uang receh
demi receh pun terkumpul. Tapi ketika
menjelang sore, sebelum ia pulang, anak ini berpikir untuk menunggu rombongan
penumpang yang akan turun sore itu.
Karena penumpang sore biasanya paling banyak karena itu pas jam pulang
kerja. Akhirnya kereta itu tiba dan
penumpang pada turun. Tapi karena
terlalu banyak orang, anak kecil yang meminta-minta ini tersenggol dan seluruh
uang yang dia kumpul dari pagi bercecer dijalan. Anak ini begitu panik. Karena jika ia pulang tidak membawa uang,
pasti orangtuanya akan sangat marah dan akan memukul dia. Anak ini mulai panik dan takut. Dia berteriak: Tolong jangan ambil uang saya, tapi tolong
untuk mengumpulkannya. Ia pun mulai
meraba-raba lantai itu dengan tangannya.
Mencoba mengumpulkan kembali satu persatu uang yang tercecer. Tapi gerombolan orang itu bukannya membantu,
mereka sibuk melanjutkan perjalanan bahkan banyak terdengar suara koin yang
ditendang oleh orang yang sedang berjalan.
Sesekali anak ini terinjak tangannya selagi sedang meraba. Dan beberapa orang malah memaki anak ini
karena dianggap mengganggu jalan. Anak
ini sedih sekali dan tentu saja ia merasa sangat takut. Namun tiba-tiba ada seorang pria yang tidak
dikenal menundukkan diri dan mulai membantu pengemis buta ini untuk
mengumpulkan koin-koin yang tercecer.
Setelah terkumpul semua, pria ini kemudian menambah lagi beberapa lembar
uang kertas kemangkuk anak itu. Anak ini
begitu terharu, dan kemudian ia memanggil pria tadi: pak, terimakasih
banyak. Saya tidak dapat melihat, tapi
apakah bapak Tuhan? Pria yang membantu
ini terdiam dan kemudian ia pergi.
Kebaikan bapak ini ternyata
mampu membuat anak ini seakan mengalami Tuhan dalam hidupnya. Memang kasih yang kita nyatakan ketika itu
mengena kepada hidup seseorang di saat yang tepat (entah seseorang dalam
pergumulan berat, atau itu adalah harapan terbesarnya), hal itu dapat membuat
seseorang merasakan kasih Allah. Kasih
itu dapat menghibur, menguatkan bahkan mengubahkan kehidupan seseorang.
Itu yang dialami oleh
Mefiboset dalam perikop yang kita baca.
Siapa Mefiboset? Dia adalah cucu
dari Saul dan anak Yonatan sahabat Daud.
Dari awal tokoh ini diperkenalkan Ia disebut sebagai seorang anak yang
cacat. Sewaktu ia berusia 5 tahun
inangnya menggendong dia ketika sedang berlari, sang inang terjatuh dan
kemudian Mefiboset menjadi cacat. Tentu
menjadi anak yang cacat bukan hal yang menyenangkan. Kalau ia cacat dari lahir mungkin ia akan
terbiasa karena ia tidak pernah merasakan memiliki sebuah kaki. Tapi kalau ia cacat di tengah-tengah usianya,
itu hal yang sangat menyesakkan hati. Belum lagi zaman itu orang yang cacat sangat tidak
dihargai dan dipandang sebelah mata.
Orang cacat itu dianggap sebagai orang yang dikutuk oleh Tuhan akibat
dosa dan sebagai seorang yang tidak berguna. Coba bayangkan perasaan Mefiboset ketika
dianggap sebagai seorang yang terkutuk, bukan karena kesalahannya, tapi karena
kesalahan inangnya yang tidak hati-hati sewaktu menggendong dia.
Kini dalam perikop ini
Mefiboset diperkenalkan sebagai anak yatim yang tidak punya keluarga sama
sekali. Ayahnya, kakeknya, dan semua
keluarganya tidak ada yang tersisa karena gugur dalam perang. Kini
Mefiboset hidup sebatang kara sebagai orang yang cacat. Saya
membayangkan dirinya seperti seorang gadis remaja yang sekolah di
Singapur. Dalam tragedy air asia
kemarin, karena keluarganya ingin berlibur dan menjenguk dia untuk merayakan
tahun baru di Singapur, tapi sekeluarga harus berakhir menjadi korba. Akibatnya ia harus menerima keadaan bahwa ia
menjadi yatim piatu. Sungguh menyedihkan
mendengar hal itu. Saya kira begitu juga
keadaan Mefiboset. Sungguh keadaan
Mefiboset sangat tidak menyenangkan, sudah cacat dan dianggap remeh sama orang
sekitar, dan kini satu-satunya tameng yang dapat menerima dia, yaitu
keluarganya kita harus mati dalam perang.
Namun ditengah
keterpurukan itu, hadirlah Daud yang membagikan kasih kepadanya. Berawal dari ikatan perjanjian antar Daud dan
Yonatan, bahwa Daud akan menjaga keturunan Yonatan, maka Daud pun menyatakan
kasihnya kepada Mefiboset. Kasih yang
diberikan itu bukan kasih biasa. Di ayat
3 Daud berkata “Tidak adakah lagi orang yang tinggal dari keluarga Saul? Aku hendak menunjukkan kepadanya kasih yang
dari Allah.” Ya… daud menyatakan kasih
Allah kepada Mefiboset. Apa itu kasih
kasih yang dari Allah? Kasih yang dari
Allah adalah kasih yang menerima apa adanya.
Kasih Allah adalah kasih yang besar yang diberikan secara Cuma-Cuma
tanpa menuntut balas. Kasih itulah yang
dilakukan Daud kepada Mefiboset. IA
memberikan ladang dan harta yang besar kepada Mefiboset, bahkan Raja Daud
mengijinkan Mefiboset untuk duduk makan sehidangan dengan dia. Sehidangan dengan raja menunjukkan akan betapa
Spesialnya Mefiboset. Tidak sembarang
orang boleh duduk sehidang dengan Raja.
Tapi Siapakah Mefiboset? Ia
seorang yatim, ia seorang cacat, tapi dapat duduk semeja dengan raja. Kasih Daud inilah yang mengangkat hidup
Mefiboset, sampai kemudian hari ada ungkapan yang dinyatakan Mefiboset demikian
“Tetapi tuanku raja adalah seperti malaikat Allah; sebab itu perbuatlah apa
yang tuanku pandang baik.” Ya..
Mefiboset melihat Daud sebagai malaikat Allah, IA melihat kasih Allah dalam
hidup Daud.
Kisah Daud dan
Mefiboset ini sedikit banyak menggambarkan hubungan Tuhan dengan kita manusia
berdosa. Kita ini bagaikan Mefiboset
yang penuh dengan keterbatasan. Karena
dosa kita menjadi cacat dan tidak berdaya.
Kita menjadi orang yang kotor, yang menjijikan, yang nista. Kita terpisah dari Allah yang adalah Bapa
kita. Betapa bobroknya hidup kita. Tapi Tuhan mau menyatakan kasihnya kepada
kita. Bukan hanya sekedar sehidang makan
dengan kita, Tapi ia rela mati menyerahkan nyawanya kepada kita. Kasihnya mengangkat kita. Kasihnya membuat kita berharga. Kasihnya memulihkan kita.
Kini yang Tuhan mau
sama seperti yang Daud lakukan kepada Mefiboset. Mari kita membagi kasih yang daripada Allah
kepada sesama kita. Mari kita nyatakan
kasih Allah itu kepada mereka yang membutuhkan. Buat orang lain dapat melihat
Tuhan dalam hidup kita. Biarlah kasih
kita dapat mengangkat sesama kita, biarlah kasih kita dapat menghibur dan
menguatkan sesama kita. Biarlah kasih
kita dapat bermakna bagi orang lain yang membutuhkan uluran tangan kita.
Tahukah saudara bahwa
ada kebahagiaan yang tak terucapkan ketika orang dapat melihat Allah dalam
hidup kita? Saya pernah mengalami hal
ini. Peristiwa itu terjadi di
akhir-akhir semester, sementara mengerjakan skripsi bagian akhir, dan tinggal beberapa waktu lagi saya akan keluar
dari SAAT. Suatu saat salah seorang adik tingkat
saya. Tanpa bicara, tanpa banyak
ekspresi, dia Cuma memberikan 1 lembar kartu selipan Alkitab. Dalam kartu itu ternyata kartu yang ia gambar
dan design sendiri dengan tanganya. Dan
dalam kartu itu tertulis demikian: Thank you for all, I see Jesus in You. Mungkin ia berikan itu karena pernah ketika
ia kena virus yang aneh, yang membuat
dia harus ditaruh dikamar terendiri, saya terus yang meyiapkan makanan dan
menanyakan kabarnya. Ketika saya membaca kartu itu, ada sukacita yang tidak
terkatakan. Saya terharu, dan saya
bertekad, utnuk terus bertindak seperti Kristus. Agar smua orang bisa mendapatkan berkat lewat
kehadiran saya.
Mari kitapun miliki
komitmen demikian. Jadilah
malaikat-malaikat Allah yang memanncarkan kasih dan kemurahannya. Amin.
No comments:
Post a Comment