Saturday, October 06, 2018

Orang Terdekat



"Orang yang paling mampu melukai hati kita adalah orang terdekat kita sendiri", saya kira ini sebuah kebenaran yang telah dialami banyak orang.  Termasuk saya.  Entah kenapa, hati ini tampak begitu rapuh dan mudah terluka dengan apa yang dilakukan oleh orang yang paling dekat.  Yang seharusnya jika itu dilakukan oleh orang lain, mungkin sakitnya tidak seperti itu.  Namun ketika orang terdekat kita yang melakukannya, sakitnya itu tidak terkatakan.


Misal: Kalau teman biasa mengkhianati kita atau menolak kita, kita akan lebih tenang, dan kemudian berkata "Cukup tau dalam hati", ternyata orangnya begitu.  Namun ketika sahabat atau kekasih kita yang mengkhianati  atau menolak kita, kita akan bertanya "Why do you hurt me", dan seakan ada sesuatu yang menghujam jantung, dan ada gravitasi besar yang memaksa air mata kita keluar dari pelupuk mata.


Dilematis sekali bukan?   Kalau dipikir-pikir, seharusnya karena dia sahabat atau kekasih kita, seharusnya mereka adalah pribadi yang paling kita maklumi, dan pribadi yang bisa kita terima apa adanya.  Tapi disatu sisi, sebuah hal kecil mudah melukai hati kita.  Ini dilematis yang terjadi jika kita ingin menjalin relasi dengan orang dekat kita.

Sebagian besar orang lantas memilih untuk membangun tembok, dengan dalih "takut terluka", "Cukup sekali jantung terkoyak", atau "Mau hemat air mata".  Mereka menarik diri dari keterbukaan untuk terjalinnya relasi terdekat kembali.  Menutup kamar hati mereka erat-erat, agar tidak ada satu pribadipun yang bisa masuk kedalamnya.

Nah, hari ini saya cuma teringat dengan peristiwa ketika Yesus dikhianati dan ditolak oleh rasul Petrus, murid terdekatnya.  Saya kira tidak perlu dijelaskan kembali, betapa dekatnya relasi Yesus dengan Petrus.  Yesus mengasihi Petrus melebihi kasih sebagai guru dan murid.  Tapi ia mengasihi seperti seorang sahabat, seorang ayah, sebagai orang yang terdekat. 
Bagaimana ya kira-kira perasaan Yesus ketika PEtrus mengatakan: Aku tidak mengenal dia?  DAn itu terjadi ketika Yesus mengalami pergumulan yang sangat berat.  Sedih, terluka, kecewa, atau bagaimana?  Ingat, PEtrus sangat dekat dengan Yesus, dan orang terdekat itu juga yang menyangkal dan menolakYesus.

Tapi satu hal menarik yang saya perhatikan, bukan soal perasaan Yesus, tapi apa yang Yesus lakukan setelah itu.  Ia yang kembali mencari Petrus, IA yang kembali menerima PEtrus, IA kembali memberikan kesempatan kepada Petrus untuk mengasihi Dia kembali, dan kembali menjalin relasi kedekatan.  Bahkan Yesus memilih Petrus untuk menjadi pemimpin dari rasul-rasul lain, dan memakai PEtrus dengan luar biasa.


Ahh, Tuhan.  Saya mau punya hati seperti itu.  Hati yang terus terbuka untuk mengasihi.  Hati yang mau menerima kembali.  Hati yang siap mengampuni, bahkan sebagaimana hati ini terluka.
Mampukan kami Tuhan.  PErtebal kembali hati yang rapuh ini.

No comments: