Tuesday, December 25, 2007

Dia Lahir



Ia lahir berjubah darah
Ia mati bertumpah darah
Ia lahir beriak menjerit
Ia mati mengerang kesakitan
Ia lahir dalam kandang kotor
Ia mati di atas salib hina
Ia lahir sarat akan kesederhanaan
Ia mati sarat akan penderitaan
Ia lahir dikeheningan malam
Ia mati dalam kesendiriaan

Ia lahir dan mati untuk kita
Agar kita yang mati dapat dilahirkan
Thanks God

Saturday, December 22, 2007

Pigura Biruku

Pigura biruku...
Mengurung sejuta kenangan
Kelam, indah tak terperi
Senyum membuai haru

Pigura biruku...
Mengalunkan khayal
Menguak rekaman masa lalu
Yang tak terlupakan

Pigura biruku...
Mengembalikan rasa hati
Suka gembira kasih
Duka derita kemelut

Pigura biruku
Menyulik jiwaku
Meninggalkan jasadku
Lewat air mata

Pigura biruku...
Membuatku bersyukur
Kepada Sang Pencipta
Akan keluarga biruku

Thursday, December 20, 2007

Jiwa, Harap & Iman

Suatu ketika si "Jiwa" terbakar emosi terhadap "harapan" karena si harapan ini tidak kunjung-kunjung datang. "Harapan mengapa engkau tidak mau datang? padahal setiap hari aku memanggilmu untuk datang menhampiriku!" omel si jiwa. Tetapi harapan senyap tak menjawab ocehan si jiwa. Sekali lagi si jiwa memanggil "Harapan, mari datang kepadaku, aku sungguh merindukanmu, kehadiranmu membuat aku gembira". Namun tetap si harapan tidak bersuara dan tidak datang menghampiri si jiwa.

Maka menangislah si jiwa, sekujur tubuhnya menjadi lemah tak bergairah. Hasratnya padam. Ia begitu sedih dan kecewa. Terduduk ia seorang diri ditemani air mata yang terus mengalir deras. Tak ingin ia berhenti menangis kecuali habis air matanya.

Tiba-tiba dalam deras air matanya, terlihat kabur sesosok yang datang menghampiri. Segera ia mengusap air matanya yang menghalang pandang. Semakin dekat....semakin dekat...... "Apakah itu harapan?" pikir si jiwa. Terus mendekat dan semakin jelas. Ternyata bukanlah harapan yang datang menghampiri, melainkan si "Iman". Maka kecewalah si jiwa dan ia pun marah kepada harapan "Hei harapan! dimana kamu! mengapa kamu tidak datang? Mengapa harus dia yang datang? Bukan si iman yang kuinginkan, tapi kamu!"

Lalu si harapan akhirnya keluar dari senyapnya. Dan dengan perlahan ia berbisik kepada si jiwa "Tahukah kamu, hei jiwa, iman itu jauh lebih penting buatmu. Dia dapat membuatmu jauh lebih bahagia. Bahkan ia dapat melakukan sesuatu lebih dari apa yang kau harapkan. Bergaullah erat dengannya.....bergaullah erat."

Thursday, December 13, 2007

Sekeping Coklat

Ku genggam sekeping coklat
Di tanganku erat
Karena betapa manis ia
Terlalu manis hingga aku takut kehilangan

Namun ternyata ku salah
Karena genggam eratku kuat
Meleleh ia mengotori jemari
Seakan ingin berontak keluar
Lepas dari genggamanku

Aku sedih sekali, telah kehilangannya
Kugenggam coklat yang lain
Nasibnyapun sama dalam tanganku
Memberontak tak senang
Dalam hina tanganku
Delapan.... tidak! Sembilan coklat
Melelehkan dirinya pergi dariku

Dan akupun menangis keras
Terdudukku dihamparan lantai
Tertundukku menyatu haru
Karena tak bisa kunikmati kemanisan
Tak bisa kurasakan kenikmatan

Tiba-tiba sebuah Tangan yang besar
membungkus diriku
Dan menaruh dalam genggaman-Nya
Mengusap duka air mataku
Menjadikanku miliknya berharga
Tak pernah Ia melepaskanku
Dan tak pernah bisa kulepas dari-Nya
Karena Tangan kuasa itu
Adalah Tangan Surgawi

Thursday, December 06, 2007

Rumput

"Gak adil! Apakah karena wanita diumpama sebagai bunga sehingga disekitarnya dihiasi tumbuhan rumput hijau segar?" kata asrama putra dengan kesel hati.
Itulah canda yang terbesit dibenakku ketika melihat disekitar asrama putra dipenuhi oleh pasir-pasir tak terurus, kotor berserakan. Berbeda dengan asrama putri yang didandani oleh rumput-rumput hijau. Bak domba yang bersukacita karena puas akan rerumputan yang mengenyangkan. "Tidak adil! pokoknya tidak adil!" Tersenyum aku sambil mengkhayalkan perkataan si asrama putra.
2 minggu kemudian, seakan Yang Mahatahu mendengar omelan si asrama putra, pekerja-pekerja itu datang membawa berjuta rumput yang siap ditanam. "Wah, sebentar lagi asrama putra tidak akan kalah cantik dengan si putri diseberang sono neh" pikirku lucu. Kuamat-amati, kusimak-simak bagaimana para pekerja itu memasang rumput, mempercantik asrama putra kami.
Kubayangkan memasang rumput itu mudah, tinggal menggali dan menanam. Ternyata tidaklah segampang itu. Untuk menanam rumput-rumput itu, selain harus menggali tanah, rumput itu harus ditumbuk keras-keras dengan alat penumbuk yang besar. "Buk...buk...buk..." suaranya berdentum kencang di dada meski dalam kejauhan. Tampaknya rumput itu kesakitan, berteriak-teriak "jangan tumbuk aku, sakit...sakit... rasanya mau mati..". Itulah yang kubayangkan, apakah rumput itu tidak rusak jika ditumbuk sekuat itu?
Sementara rumput itu ditumbuk, mereka dialiri air yang tentunya sangat dibutuhkan oleh rumput-rumput itu. Aliran air itu seakan menyegarkan para rumput itu ditengah tumbukan yang dialaminya.
Kini rumput-rumput itu tertanam cantik menghias asrama kami, kuat dan kokoh tak tergoyahkan oleh apapun, baik oleh angin, hujan maupun injakan pijak kaki manusia. Ternyata tumbukan yang begitu kencang dan aliran air itulah yang membuat mereka dapat berakat kuat.

Seumpama rumput-rumput itu demikianlah anak-anak Tuhan. Untuk menjadi berkat bagi sesama, menghiasai dunia dan mewarna kehidupan untuk kemuliaan Tuhan, mereka membutuhkan tumbukan-tumbukan pencobaan dan penderitaan yang kuat dan menyiksa hati. Mereka membutuhkan tumbukan itu, agar mereka semakin hari semakin kuat dan berakar pada Tuhan. Tumbukkan-tumbukkan itu memang sangat menyiksa, mungkin membuat kita menangis bahkan seperti Ayub yang menyesali hari kelahirannya, seakan tidak ada lagi gunanya hidup. Tetapi ingatlah selalu, ada air Surgawi dari Tuhan yang terus mengalir, menyegarkan, menyejukkan dan menguatkan kita ditengah tumbukan penderitaan yang kita alami.
Kelak melalui semuanya itu, kisah hidup kita akan mempercantik, menghias dan mewarnai dunia ini dengan kemuliaan Tuhan. Dan kita akan berdiri tegar dalam melangkahi kehidupan kita bersama Tuhan. Oleh sebab itu, sabarlah dan jangan menyerah karena penderitaan yang kita alami. Ada Tuhan yang sedang menuntun kita. GBU

Nb: Oh ya, sekarang rumput-rumptu didepan asrama putra kami tidak lagi menerima tumbukan-tumbukan itu, karena rumputnya sudah tertancap kuat ketanah. Tetapi tahu gak, mereka terus mendapatkan aliran air yang menyegarkan. Tampaknya..... sekarang mereka bahagia.