Tuesday, January 22, 2008
Angin Kabarkanlah
Kabarkanlah kepada-Nya
Bersusah hati jiwaku
Berbeban berat pundakku
Karena kedaginganku
Yang menuntunku
Ke dalam lembah curam
Memisahkan ku dari-Nya
Angin...
Kabarkanlah kepada-Nya
Bahwa aku mencintai-Nya
Hanya saja aku malu
Mampir ke dalam kekudusan-Nya
Aku ingin menghampiri-Nya segera
Namun rasa sungkan berpijar
Menyatakan tidak layak aku
Kini aku sesat
Aku telah buta
Buta sambil menangis
Kehilangan arah
Kehilangan hubungan cinta
Angin...
Tolong sampaikan kepada-Nya
Segera....
Thursday, January 17, 2008
Aya-aya Oae
Di informasikan pada hari thanks giving di Amerika, Presiden George Bush hendak memberi hadiah berupa mandat pembebasan. Tapi lucunya yang dibebaskan itu adalah seekor ayam kalkun. Ayam itu dibebaskan dari nasib yang di alami oleh teman-temannya, yaitu digoreng atau dibakar, lalu dibumbui dan dimakan. Pikirku "aneh! mengapa tidak manusia saja yang dibebaskan dari tahanan? kenapa harus ayam? Ayam kan seekor binatang, derajatnya lebih rendah dari manusia? bukankah memang seekor ayam itu ditakdirkan untuk dimakan? Aneh deh. Aya-aya Oae!! "
Namun tiba-tiba aku tercenung. Mungkin perkataan yang sama juga dilontarkan oleh para malaikat di Surga. Aya-aya oae! Ngapain seh Tuhan Yesus harus turun kedunia hanya untuk membebaskan manusia? Bukankah manusia itu derajatnya lebih rendah? Bukankah manusia itu sudah begitu menjijikan karena dosa-dosanya? Bukankah memang semua manusia ditakdirkan untuk dihukum dan dibinasakan? Buat apa lagi manusia dibebaskan. Bahkan membebaskannya harus dijalani dengan penderitaan terlebih kematiannya di atas kayu salib lagi. Ngapain Tuhan berkorban sebesar itu hanya untuk manusia? Aya-aya oae! Mungkin itu yang para malaikat pikirkan.
Saudaraku, Tuhan Yesus mau datang kedunia ini karena Is sangat...sangat....ya..... Ia sangat.....sangat-sangat-sangat mengasihi manusia, termasuk kita. Memang kita semua dulu sama, yaitu sama-sama manusia menjijikan. Namun kasih yang besar itu melampaui rasa jijik. Kasih yang besar itu membuat dosa-dosa kita ditimpakan kepada-Nya. Bahkan ditimpakan melalui kematian-Nya. Ia, Allah yang kudus itu mau berkorban untuk manusia hina. Mengapa? Agar kita dapat memperoleh sukacita dan kebahagiaan selamanya. Luar biasa bukan.
Oleh sebab itu kita harus senantiasa bersyukur kepada-Nya dengan menunjukkan ketaatan kita kepada-Nya. Taat melakukan firman-Nya dan bersekutu dengan-Nya. Jika kita sudah memperoleh kasih yang besar tersebut tapi kita tidak mau berusaha berjuang untuk hidup taat dan kudus. Maka kita adalah orang-orang yang tidak tahu diri. Atau saya sebut orang Kristen Aya-Aya Oae.
Saturday, January 12, 2008
Sapu

Sapu itu mengerutkan dahinya, matanya semakin tertutup dan tertutup. Dan titik-titik air merembes keluar dari mata yang tertutup itu. Ia bersedih karena merasa dirinya tidaklah berguna. Ia selalu ditaruh ditempat yang terpojok dan tergelap dalam ruangan. Tidak ada orang yang mau menyentuhnya. Setiap kali orang tersentuh, mereka akan menghina dan menyindirnya dengan mencuci bersih-bersih tangan mereka. Ia merasa dimanfaatkan, tidak dihargai namun tidak pernah di lepaskan. Tertunduk lesu ia menerima takdir tercipta sebagai sebuah sapu. Sekali sapu tetap sapu, sekali kotor tetap kotor itu kata orang.
Maka datanglah Sang Empunya sapu menghampiri. Ia berbincang-bincang dengan sapu milik-Nya. Bercakap-cakap panjang, penuh nuansa aur mata. Dengan lembut jamahan-jamahan tangan-Nya terlihat sedang mengusap air matanya. Akhirnya sebuah pelukan mengakhiri percakapan mereka.
Keesokan harinya si sapu tampak begitu riang seakan beban yang ia rasakan kemarin sudah tidak ada. Semua yang ada diruangan itu bingung, mengapa ada perubahan mendadak pada si sapu. Merekapun menanyakan perihal tersebut pada si sapu. Maka si sapuu menjawab:
"Biarlah saya tetap menjadi sapu sebagai mana adanya saya. Biarlah saya dipandang kotor oleh orang lain. Biarlah saya menjadi orang yang tidak terpandang dan tidak dianggap. Biarlah saya diletakkan ditempat yang paling pojok tak terlihat. Yang penting saya berguna bagi Tuan saya. Yang penting saya dipakai oleh-Nya untuk membersihkan kotoran-kotoran dan debu-debu yang bertaburan dimana-mana. Saya suka menjadi sapu kotor yang membersihkan kekotoran ruangan saya"
Doa: Tuhan pakailah hidupku yang kotor ini untuk menjadi alat Tuhan dalam membersihkan kekotoran-kekotoran dunia ini. Amin
Saturday, January 05, 2008
Use Your Time

Melintas begitu saja
Mengulang hari kemarin
Menambah kerut wajah
Sia-sia.....sia-sia....
Mata hanya memandang waktu
Tubuh terus dalam pembaringan
Wajah semakin melayu
Kemalasan bersahabat
Menikmati waktu yang terus melaju
Memanjakan diri
Yang semakin rentan
Kelak waktu itu akan berhenti
Engkau masih dalam pembaringan
Keriput menjadi debu
Sia-sia semuanya
Gunakanlah waktu yang ada
Sebab waktu-waktu ini jahat
Belajarlah untuk hidup
Menghormati waktu-waktumu
Wednesday, December 26, 2007
Nama Kita

Semua sibuk! Semua menjadi sibuk ketika anak di kandungan ipar saya hampir dilahirkan. Memang semuanya sudah di siapkan jauh-jauh hari, baik itu pakaian bayi, dot, tissue basah, keranjang, mainan dan semua perlengkapan bayi lainnya. Terus sibuk kenapa? Ternyata mereka masih sibuk mencari nama. Yang bikin sibuk itu karena banyak kepala yang memikirkannya. Tidak hanya ayah dan ibunya, tapi engkong, apho dari mama juga dari papa belum lagi paman-paman dan bibi-bibinya yang ikut-ikutan bikin semua tambah ruwet. Masing-masing memberi nama, dan masing-masing merasa nama pilihannya adalah yang the best. Tapi itu wajar sih.
Setiap orang tua pasti ingin memberikan sebuah nama yang terbaik bagi anaknya. Bukan hanya nama yang terdengar indah, tapi juga yang memiliki arti baik. Apalagi kalau nama Chinese, pastilah ia memiliki arti yang mewakili harapan dari sang pemberi nama. Misalnya nama saya “Yong Sing” memiliki arti, selamanya bahagia. Kakak saya “Yong Kuang” berarti selamanya bercahaya. Keponakan saya pun akhirnya diberi nama “Hui Chin” yang berarti pandai bermain piano di musim salju (apa maksudnya ya, saya juga bingung). Atau mungkin nama
Namun nama hanyalah sebuah nama. Kenyataan seringkali berbicara lain. Ternyata apa yang diharapkan itu malah tidak terjadi. Buktinya, nama saya yang berarti selalu bahagia juga tidak terbukti. Banyak kesedihan, kepahitan dan kekecewaan yang dirasakan. Kakak sayapun hidupnya tidak bercahaya tuh. Saya juga tidak tahu apakah keponakan saya nantinya bisa bermain piano atau tidak. Bahkan sekarang banyak penjahat kelas gurami yang bernama petrus, paulus, yohanes, daniel, josua dan nama tokoh lainnya. Tetapi meskipun demikian, setiap orang tua pasti tetap memberi nama sembari menyelipkan harapan didalamnya.
Ketika kita hidup di dalam Kristus dan telah diselamatkan oleh darah-Nya yang kudus, kita juga telah dilahirkan kembali (lahir baru). Kita pun diberi nama. I Yohanes 3:1a mengatakan “Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah.” Ya! kita dinamai sebagai anak-anak Allah. Sebutan ini adalah sebutan yang luar biasa bagi kita karena didasarkan oleh kasih Bapa. Dan tentu saja nama ini tidak hanya asal nama, tetapi di dalamnya juga terkandung harapan dari Sang Pemberi Nama. Apa harapan Allah? Harapannya tentu saja agar kita betul-betul menjadi anak-anak Allah. Menjadi anak-anak Allah berarti menjadi anak-anak terang. Anak-anak yang taat, penuh kasih, adil, berbuah baik, pendamai, sabar, rendah hati, mencintai Tuhan di atas segalanya, melakukan kehendak-Nya dan lain-lain. I Petrus 1:14-16 menuliskan “Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus. Itulah harapan Allah. Kita di beri nama anak-anak Allah adalah agar kita semakin hari dapat menjadi semakin serupa dengan gambar dan rupa Allah yang sudah jelas dinyatakan di dalam anak-Nya Yesus Kristus.
Namun ironi sekali, saat ini banyak orang-orang yang mengatakan dirinya anak-anak Allah (bahkan ada yang menganggap dirinya adalah anak kesayangan Allah), tetapi tidak hidup selaras dengan sebutan anak-anak Allah. Hidupnya gelap, tidak taat, semakin hari semakin menjadi batu sandungan, penuh keangkuhan, penuh amarah, egois dan tidak ada kekudusan dalam kehidupannya. Bagaimana mungkin orang-orang ini dapat menganggap dirinya anak-anak Allah? Manusia mungkin dapat mengabaikan ketidakharmonisan antara harapannya (yang terkandung di nama anaknya) dengan realita pribadi anak-anaknya, tetapi Allah tidak begitu. Setiap orang yang di sebut anak-anak Allah sudah seharusnya memiliki kehidupan yang semakin hari semakin kudus dan serupa dengan-Nya. Kehidupan anak-anak Allah harus sejalan dengan kehendak-Nya.
Di moment natal ini mari kita merefleksikan bersama: Kristus telah lahir kedunia, karena kasih-Nya yang begitu besar kepada kita manusia yang berdosa dan hina ini. Ia rela menderita dan mati untuk memberi sebuah kado buat kita. Bukan hanya untuk menyelamatkan kita, tetapi juga untuk menguduskan sehingga kita dapat disebut sebagai anak-anak Allah. Apakah kita sudah menghargai anugerah tersebut? Apakah kita bangga di sebut sebagai anak-anak Allah? Dan yang terpenting, sudahkah kita hidup sebagai anak-anak Allah?