Saturday, October 06, 2018
Orang Terdekat
"Orang yang paling mampu melukai hati kita adalah orang terdekat kita sendiri", saya kira ini sebuah kebenaran yang telah dialami banyak orang. Termasuk saya. Entah kenapa, hati ini tampak begitu rapuh dan mudah terluka dengan apa yang dilakukan oleh orang yang paling dekat. Yang seharusnya jika itu dilakukan oleh orang lain, mungkin sakitnya tidak seperti itu. Namun ketika orang terdekat kita yang melakukannya, sakitnya itu tidak terkatakan.
Misal: Kalau teman biasa mengkhianati kita atau menolak kita, kita akan lebih tenang, dan kemudian berkata "Cukup tau dalam hati", ternyata orangnya begitu. Namun ketika sahabat atau kekasih kita yang mengkhianati atau menolak kita, kita akan bertanya "Why do you hurt me", dan seakan ada sesuatu yang menghujam jantung, dan ada gravitasi besar yang memaksa air mata kita keluar dari pelupuk mata.
Dilematis sekali bukan? Kalau dipikir-pikir, seharusnya karena dia sahabat atau kekasih kita, seharusnya mereka adalah pribadi yang paling kita maklumi, dan pribadi yang bisa kita terima apa adanya. Tapi disatu sisi, sebuah hal kecil mudah melukai hati kita. Ini dilematis yang terjadi jika kita ingin menjalin relasi dengan orang dekat kita.
Sebagian besar orang lantas memilih untuk membangun tembok, dengan dalih "takut terluka", "Cukup sekali jantung terkoyak", atau "Mau hemat air mata". Mereka menarik diri dari keterbukaan untuk terjalinnya relasi terdekat kembali. Menutup kamar hati mereka erat-erat, agar tidak ada satu pribadipun yang bisa masuk kedalamnya.
Nah, hari ini saya cuma teringat dengan peristiwa ketika Yesus dikhianati dan ditolak oleh rasul Petrus, murid terdekatnya. Saya kira tidak perlu dijelaskan kembali, betapa dekatnya relasi Yesus dengan Petrus. Yesus mengasihi Petrus melebihi kasih sebagai guru dan murid. Tapi ia mengasihi seperti seorang sahabat, seorang ayah, sebagai orang yang terdekat.
Bagaimana ya kira-kira perasaan Yesus ketika PEtrus mengatakan: Aku tidak mengenal dia? DAn itu terjadi ketika Yesus mengalami pergumulan yang sangat berat. Sedih, terluka, kecewa, atau bagaimana? Ingat, PEtrus sangat dekat dengan Yesus, dan orang terdekat itu juga yang menyangkal dan menolakYesus.
Tapi satu hal menarik yang saya perhatikan, bukan soal perasaan Yesus, tapi apa yang Yesus lakukan setelah itu. Ia yang kembali mencari Petrus, IA yang kembali menerima PEtrus, IA kembali memberikan kesempatan kepada Petrus untuk mengasihi Dia kembali, dan kembali menjalin relasi kedekatan. Bahkan Yesus memilih Petrus untuk menjadi pemimpin dari rasul-rasul lain, dan memakai PEtrus dengan luar biasa.
Ahh, Tuhan. Saya mau punya hati seperti itu. Hati yang terus terbuka untuk mengasihi. Hati yang mau menerima kembali. Hati yang siap mengampuni, bahkan sebagaimana hati ini terluka.
Mampukan kami Tuhan. PErtebal kembali hati yang rapuh ini.
Friday, September 28, 2018
Sendiri Tanpa Merasa Sepi
Sepasang suami-istri muda telah tiga tahun menikah tetapi belum dikaruniai anak. Sang suami sangat sedih dengan kondisi mereka. Ia sering menyalahkan dirinya sendiri karena tidak bisa memiliki anak.
Mencoba menghibur suaminya, suatu ketika sang istri berkata, “Yang, sudahlah, gak usah sedih. Coba lihat koko itu [maksudnya saya – penulis]. Dia malah, sudah usia segini, tinggal sendiri, gak ada istri, mengerjakan apa-apa sendiri, tetapi bisa tetap bahagia.”
Banyak orang yang sudah menikah dan punya anak, tetap saja masih merasa kesepian. Sebaliknya, tidak selalu yang hidup sendiri bergelut dengan kesepian.Ya, sendirian tidak identik dengan kesepian, bukan?
Saya adalah seorang pria single berusia 35 tahun. Awalnya, saya sempat juga mengalami kesepian. Akan tetapi, sekarang saya sangat menikmati hidup single dan menjalaninya dengan bahagia.
Untuk beberapa tips, bisa liat link yang sudah saya tuliskan di ributrukun.net
Diklik yah
http://www.ributrukun.net/2018/09/28/sendiri-tidak-berarti-sepi-berdua-belum-tentu-bahagia-single-di-usia-35-saya-happy-dan-menikmati-menjalani-hidup-sendiri/
Thursday, September 20, 2018
Rendah Hati
Zefanya 2:3 "Carilah Tuhan, hai semua orang yang rendah hati di negeri, yang melakukan hukum-Nya; carilah keadilan, carilah kerendahan hati; mungkin kamu akan terlindung pada hari kemurkaan Tuhan."
Saya tertarik dengan Firman hari ini yang meminta kita untuk : mencari kerendahan hati. Ya, kerendahan hati itu harus dicari, atau dikejar, atau diupayakan, atau diusahakan. Sikap rendah hati itu tidak akan pernah datang dengan sendirinya.
Acapkali orang keliru menafsir sikap rendah hati. Kerendahan hati bukan bicara soal apa yang kita tampilkan diluar, misal: Pura-pura mengalah, padahal hatinya ngedumel, atau misal gelagatnya dibuat santun dan penuh kesopanan, pengen dilihat berwibawa, padahal hatinya penuh kesombongan.
Rendah hati bukan juga identik dengan apa adanya saya. Ada orang yang berkata dirinya rendah hati, tapi ga mau berubah, karena dia bilang: ini lah saya, memang saya begini. Tidak, rendah hati bukan demikian.
Menurut saya,
Sebenarnya kerendahan hati ini ada kaitannya dengan penyangkalan diri. Orang yang rendah hati siap menyangkal dirinya sendiri. Bukan menyangkal diri demi dirinya sendiri atau motif pribadi, tapi demi apa yang Tuhan mau
Misal: Ketika orang muji berlebihan, hati senang, tapi menyangkal diri dengan berkata kepada hati: segala kemuliaan bagi Tuhan.
Misal, ketika terjadi pertikaian, kita minta maaf duluan, tujuannya bukan karena pengen terlihat lebih dewasa, tapi tujuannya karena kita tau Tuhan menginginkan perdamaian.
Misal lagi: Ketika kita dikecewakan, sebenarnya hati ini pengen balas, tapi orang yang rendah hati siap menyangkal diri, dan mengikuti maunya Tuhan, yaitu mengampuni orang yang sudah menyakiti dan mengecewakan tersebut.
Demikianlah kerendahan hati. Semakin rendah hati, semakin pribadi seseorang siap dibentuk.
Mari kita mengejar kerendahan hati, karena anugerah Tuhan besar diberikan kepada mereka yang rendah hati, yang siap menyangkal diri.
Wednesday, September 19, 2018
Respon
Belakangan marak dengan pemikiran-pemikiran akan netizen yang ada di sosial media. Banyak yang mengkritisi para netizen yang suka negative thinking, negative comment, dan negative habbit dengan cara mencibir orang-orang atau perihal yang lagi viral. Banyak yang membuat account palsu hanya untuk melemparkan cibiran negative karya juga pribadi orang lain. Bahkan kata-kata negatif terhadap negara sendiri atau pimpinan-pimpinan negara pun kerap banyak dijumpai.
Saya juga mau mengkritisinya. Kalau dipikir-pikir, respon negatif mereka terhadap seseorang, apalagi terhadap bangsa ini, tidak akan pernah membawa kemajuan. Kalau tidak memajukan, buat apa diberikan komentar bernada miring tersebut? Kalau ingin memajukan seseorang atau bangsa kita, kita perlu memberikan respon yang sehat. Saya percaya respon yang baik dapat membakar semangat seseorang untuk kembali berkarya.
Salah satunya blog ini. Kalau teman-teman melihat ke samping kanan, melihat jumlah post pertahun, teman-teman akan menyadari bahwa setiap tahunnya jumlah posting mengalami penurunan. Dulu bisa mencapai 60 post pertahun, tetapi terakhir di tahun 2016, hanya terhidang 2 post, bahkan di tahun kemarin 2017 tidak ada posting sama sekali.
Sebagai seorang penulis, terkadang merasa bahwa apa yang kita tulis tidak ada dampaknya sama sekali. Itu sedikit banyak memberatkan jari untuk mengetuk keyboard di blog ini lagi.
Tapi belakangan ada hal yang membuat saya berpikir untuk kembali menulis. Apa itu? RESPON. Ya respon. Bukan respon yang menjatuhkan, tapi respon yang menyemangati. Tanpa ditanya, tiba-tiba ada yang chat: "Bro, blog mu bagus-bagus." "Bro, terimakasih tulisannya memberkati" "Bro kapan nulis lagi?" dsb, semua respon itu mendorong dan menyemangati saya untuk kembali menulis. Bahkan setelah memposting tulisan pertama di tahun ini, ada yang merespon "Wah, selamat ya, akhirnya nulis lagi, pasti memberkati..." . Respon-respon demikian adalah pemicu-pemicu bagi saya untuk kembali berkarya.
Ya, kalau mau bagsa kita penuh dengan karya epic, jangan cuma ngomong obrolan mencibir. Tapi berikan dukungan, pujian, kekuatan, dan respon yang positif untuk menyemangati. Boleh berikan masukan, tapi tentu saja masukan itu harus bermotivasi membangun, bukan menjatuhkan.
Have a nice day all.
Monday, September 17, 2018
AKU BERSAKSI (YER. 1:4-12)
Zaman
sekarang kita hidup didunia postmodern.
Ciri khas post modern yang paling keliatan ialah: Tidak ada kebenaran yang mutlak. Kebenaran itu relatif. Bagi mereka kebenaran
itu tergantung masing-masing cara orang memandang sudut pandang. Misal:
Apa bedanya kursi dan meja? Oh kursi buat duduk,meja buat taruh
barang. Lah, sama-sama berkaki empat
kok. Kalau kursi sandaranya dipotong
masi kursi ga? Kalau saya duduk dimeja
emang masalah? Kalau masalah
kenapa? Gak sopan, siapa yang bilang ga
sopan? Siapa yang tentukan sopan atau
gak? Jangan-jangan dulu ada yang bilang
ga sopan, tapi orang yang bilang dulu kenapa dia bisa bilang ga sopan? Siapa yang bikin aturan bgitu? Akhirnya kita boleh duduk dimeja. Begitu pemikiran jaman sekarang. Jauh lebih terbuka, jauh lebih bebas. Pakai sandal kiri-kanan ga seragam ga
masalah. Itu keren. Rambut ga simetris gak apa-apa. Pakai rok ga harus dibawah lutut. Siapa yang tentukan pakai rok harus dibawah
lutut? Siapa bilang yang diatas lutut
tidak standard dan menggoda lak-laki berpikir negatif? Ada tuh daerah-daerah tertentu yang
cewek-ceweknya pakai rok diatas lutut tapi laki-lakinya terbiasa dan ga pikir
macam-macam. /jangan-jangan para
biarawati yang tentukan gitu. Dan sebagainya.
Semua kebenaran dipertanyakan.
Semua dijaman ini dianggap tidak ada kebenaran yang mutlak. Semua sifatnya relatif.
Nah,
salah satu hal yang paling susah dilakukan dijaman ini adalah: bersaksi. Susah sekali bersaksi ditengah orang-orang
yang tidak menganggap kebenaran mutlak itu ada. Kalau kita bilang: Percaya Tuhan. Mereka:
kenpa percaya Tuhan? Karena alkitab
mengatakan. Apakah alkitab itu
benar. Alkitab itu dikarang puluhan
orang, tidak ada kesalahan. Akan ditanya
lagi, menurut siapa? Dsb. Bersaksi menjadi jauh lebih rumit.
Tapi
panggilan semua orang Kristen adalah bersaksi.
Jadi di zaman apapun dan kondisi apapun kita tetap harus bersaksi. Kita tidak boleh menyerah dan berkata: tidak !
untuk memberian kesaksian. Karena itu
panggilan kita. Berbuah dan menjadi
berkat. Ketika Tuhan mengatakan: engkau adalah terang, engkau adalah garam,
ini berbicara tentang panggilan kita untuk bersaksi. Di kisah rasul ketika dikatakan Roh kudus
turun, dia akan bersaksi tentang Kristus, dan saya percaya kalau orang yang
penuh Roh kudus dia terlihat dari keberaniannya untuk bersaksi. Ciri-ciri orang yang penuh roh kudus bukan
bahasa roh, tapi bagaimana hidupnya perlu bersaksi.
Tapi
bagaimana caranya bersaksi bagi generasi postmodern yang susah ini? Mau adu argumentasi, sepertinya bukan cara
yang tepat. Biar kita menang
argumentasi, orang jaman sekarang akan berpikir: yah, saya tetap percaya saya
punya benar kamu mau apa. Itu kan
menurut kacamata berpikirmu. Kalau saya
gak mau percaya kamu mau apa? Sangat
tidak gampang.
Nah,
dalam kelas kami kemarin, kami menyimpulkan ada satu cara yang paling kuat
untuk dapat menyampaikan kesaksian dijaman postmo. Yaitu dengan menjadi teladan dalam hidupmu.
Menjadi teladan itu berarti kita Menjadi inspirasi, menjadi contoh, yang bikin
mereka tertarik dengan hidupmu. Lakukan
suatu untuk berkarya, yang bikin orang sekitar mu melihat: bahwa ada yang
berbeda dengan dirimu. Do something defferent. Biarkan mereka sendiri yang melihat: ada apa
dengna kita, baru mereka percaya.
Teladan hidup jauh lebih bersaksi daripada ucapan kita. Misa:
Mengapa dia lebih mengasihi daripada orang-orang yang ada disekitar
saya. Kenapa mereka bisa mengampuni
orang yang menyakiti mereka. Mereka
mereka tegar meski mereka kehilangan ornag-orang yang mereka kasihi. Mengapa mereka rela luangkan waktu sebanyak
itu untuk menolong orang lain, padahal
mereka juga punya kesibukan.
Dsb. Do something defferent. Ketika mereka tertarik dengan kisah hidup
kita, pada saat itulah kita dapat dengan mudah berbicara tentang Yesus yang
terlebih dahulu mengubah hidup kita.
Apakah
mudah? Tidak. Bersaksi disetiap jaman apapun tidak pernah
mudah. Dijaman dulu ada kesusahannya. Di jaman bokap nyokap kita ada
kesusahannya. Dijaman kita juga ada
kesusahannya. Yeremia seorang nabi
besar, tapi Ia pun menghadapi zaman yang tidak mudah. Pada saat itu begitu banyak nabi palsu yang
suka bicara pakai nama Tuhan. Ketika Yeremia
dipanggil Tuhan untuk membicarakan pertobatan, duh itu ga gampang. Nabi-nabi palsu itu terus berbicara yang
mmenyenangkan. Tuhan berbicara lewat
Yeremia, bertobat, atau saya menghukum kamu, tapi nabi-nabi itu berkata: Tidak akan, Tuhan berbicara akan menyertai
dan berperang buat kamu. Kira-kira yang
mana lebih didengarkan? Yang
menyenangkan dong. Apalagi Tuhan suruh
Yeremia itu bernubuat gini: Suruh mereka
menyerah ke Babel, karena saya mau menghukum Israel. Wah, itu berita kesaksian Firman yang sangat
susah diterima. Kalau saya jadi mereka
saya akan pikir bahwa Yeremia inila mata-matanya Babel. Dan kenyataanya demikian, Yeremia dikira
mata-mata oleh orang Israel. Habis
disuruh nyerah terus. Gampang? Tidak gampang. Intinya disetiap zaman ada kesusahannya. Tapi dari perikop yang kita baca, ada 3 hal
yang indah bagi setiap orang percaya.
Tuhan mengenal kita (ay.5)
Pengetahuan
bahwa Tuhan mengenal kita, itu memampukan kita untuk bersaksi. Dalam ayat 5 dikatakan “ Sebelum Aku membentuk Engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau. Dan sebelum engkau keluar dari kandungan Aku
telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi
bangsa-bangsa.” Tuhan mengenal siapa
kita sedetil-detilnya kita. Tuhan yang
tau seberapa kemampuan kita, dan dia tau setiap kekurangan dan kelebihan kita.
Dalam kitab
Yohanes Tuhan itu dikatakan sebagai gembala yang mengenal domba-dombanya. Gembala paling tau. Ada domba yang malas, domba yang pemarah,
domba yang suka bermain, domba yang suka sedih, domba yang banyak pergumulan,
domba yang periang. Tuhan mengenal
kita. Oleh karena Dia mengenal kita, maka perlakuannya terhadap setiap domba, Tuhan
paling tau. Tuhan tau kepada siapa dia
bersikap keras, Tuhan tau kepada siapa dia harus memanjakan, Tuhan tau domba
mana yang harus diiming-imingi. Tuhan
tau domba mana yang harus pelan-pelan diarahkan, atau yang langsung to the
point.
Pengenalan
Tuhan itu sempurna. Kadang melihat
seorang ibu mengenal anaknya kita akan kagum.
Oey, oh, lapar ya. Oekkk, oh
sakit ya. Oekk, oh lagi pura-pura
nangis. Kok bisa ya. Seorang ibu itu mengenal kita luar
biasa. Tapi satu hal yang kita perlu
tahu, pengenalan Tuhan jauh lebih itu.
Orang tua kita mengenal kita sejak kita lahir, pengenalannya progresif. Tapi Tuhan mengenal kita sbelum kita
dilahirkan. Dia bahkan mengenal dan mengetahui jumlah rambut kita.
Dalam
konteks bersaksi: itu berarti karena
Tuhan mengenal kita, Dia juga tau seberapa jauh kemampuan kita. Dia juga tau apa talenta kita. Setiap kita sudah dititipkan talenta minimal
satu. Tuhan tau bagaiamana kesusahan
anda, ia tau bagaimana permasalahan yang kamu hadapi. Ia tau seberapa jauh gejolak hatimu. Ia tau semua.
Ingat,
Tuhan mengenal kamu lebih dari siapapun.
Dia tau kekuatanmu, dia tau seluruh problemmu, dia tau semua kesusahan
hatimu. Dan sebuah keyakinan Tuhan tahu
semua tentang kita, harusnya memampukan kita untuk terbuka kepada Tuhan dalam
doa. Dan Tuhan juga tau kemampuanmu
sejauh mana bersaksi.
Tuhan menyertai kita (ay. 6-8_)
Hal
kedua yang menguatkan Yeremia juga seharusnya kita adalah sebuah kenyataan
bahwa Tuhan menyertai kita. Diayat 6,
ketika Tuhan menyatakan bahwa Ia mengenal Yeremia, ternyata itu ga cukup
membuat Yeremia berani. Itu sebabnya
Yeremiapun sempat membuat alasan : ”Ah Tuhan sesungguhnya aku tidak pandai
berbicara, sebab aku ini masih muda.”
Wajar sekali apa yang Yeremia lakukan, itu mirip anak Tuhan zaman
now. Ketika disuruh bersaksi, kita suka
berkata “ah Tuhan,saya ga punya kemampuan apapun,; ah Tuhan, saya sibuk ;ah
Tuhan, masalah saya sendiri banyak, bagiamana mau bersaksi. ; Atau
ah Tuhan, saya sendiri masi banyak dosa, bagaimana mau bersaksi.” Itu
wajar sekali. Nabi sekaliber Yeremia
juga pernah melakukannya
Tapi
menarik sekali bagaimana respon Tuhan ke Yeremia? Dia berkata demikian (ay7) “ Janganlah katakan: aku ini masih muda, tetapi kepada siapapun
engkau kuutus, haruslah engkau pergi, dan apapun yang kuperintahkan kepadamu,
haruslah kausampaikan.” Ay8 “Janganlah
takut kepada mereka, sebab Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau,
demikianlah firman Tuhan.” Tuhan tau
masalah Yeremia itu bukan ketidak mampuan bicara. Tapi Tuhan tau Yeremia itu takut. Itu sebabnya Tuhan berkata jangan takut. Dan Tuhan menjanjikan, Aku menyertai
Engkau. Penyertaan Tuhan yang memampukan
kita untuk bertahan.
Tuhan memampukan kita (ay.9-12)
Bukan
hanya mengenal, bukan hanya menyertai, tapi Tuhan juga memampukan kita. Tuhan memampukan itu berarti Tuhan memberikan
kekuatan kepada kita untuk bersaksi.
Dalam
ayat 9-12 dikatakan “Lalu Tuhan mengulurkan tangan-Nya dan menjamah mulutku;
Tuhan berfirman kepadaku: Sesungguhnya, Aku menaruh perkataan-perkataan-Ku ke
dalam mulutmu. Ketahuilah, pada hari ini
Aku mengangkat engkau atas bangsa-bangsa dan atas kerajaan-kerajaan untuk
mencabut dan merobohkan untuk membinasakan dan meruntuhkan, untuk membangun dan
menanam….” Perhatikan semua kata kerja
yang menunjukkan Tuhan yang aktif.
Dikatakan Tuhan mengulurkan tanganNya.
Tuhan menjamah mulut yeremia.
Tuhan maenaruh perkataan-perkataan dalam mulutnya. Tuhan mengangkat Yeremia. Perhatikanlah bahwa semua kata ini berbicara
tentang bagaimana Tuhan yang memampukan dan yang mengerjakan kesaksian itu
lewat Yeremia.
Dikisah
lain di perjanjian lama, Yunus juga mengalami hal yang sama. Ia tidak berani bersaksi. Setelah kejadian diperut ikan beberapa malam
lamanya, akhirnya Yunus harus menjalankan kesaksiannya ke niniwe. Kalau kita perhatikan, kesaksian yunus begitu
simpel. Dia gak dikenal suku niniwe.
Dia Cuma teriak-teriak suruh bertobat.
Tapi kenapa Niniwe itu bertobat?
Tuhan yang bekerja dan berkuasa.
Diperjanjian
baru, pun Petrus dan murid-murid lain pernah menyampaikan kesaksiian tentang
Yesus. Mereka menjelaskan kitab suci
dengan begitu baik. Semua orang pada
waktu itu terheran-heran, kenapa mereka bisa berkata-kata dengan luar biasa
(seperti orang berpendidikan) bukankah mereka Cuma nelayan? Roh Kudus memampukan mereka. Ini sejalan dengan yang Yesus janjikan,
dimana jika Roh Kudus turun atas kita, Roh itulah yang akan bersaksi dan
berkata-kata tentang apa yang harus dikatakan.
Jika Tuhan yang memampukan pastinya kita akan
berhasil bukan? Tuhan itu berkuasa. Dia sanggup melakukan segala apapun. Terlalu gampang bagi Dia untuk memampukan
kita bersaksi. Jika IA bisa membuat batu
menginjili orang, maka begitu mudahnya bagi Tuhan untuk memampukan kita. Kita sadari semua ranah pelayanan yang kita
lakukan ini jika bukan Tuhan yang mampukan kita, maka semua tidak ada artinya. Itu bukan kemampuan kita, tapi kemampuan yang
Tuhan berikan semata.
Waktu
pelayan misi juga didesa yang lain, saya sempat heran dengan seorang ibu didesa
sana. Kenapa bisa? Ibu itu banyak yang berkunjung
kerumahnya. Untuk apa? Supaya dia bisa dipijet sama ibu itu. Bahkan yang datang kerumah ibu itu dari
desa-desa yang jaraknya bisa 3-4 jam jauhnya.
Mereka rela datang ke desa ibu itu untuk dipijet sama ibu tersebut. Pertama saya kira pijetan ibu itu enak
banget, sampai orang-orang rela datang kesana.
Ternyata rumor yang beredar ialah ibu tersebut pijetannya mampu
menyembuhkan banyak penyakit. Ia bisa
menyembuhkan kanker, sakit ginjal, sakit jantung, dsb. Saya waktu mendengar hal itu saya kaget. Sampai ada suatu kesempatan ia bersaksi
kepada saya. Ini unik ceritanya. Beberapa tahun dahulu, waktu anak putranya
masi kecil. Pernah anaknya sakit keras, sampai mau mati. Di desa tidak ada perawatan yang cukup. Tidak ada rumah sakit. Ia dirawat sekedarnya. Ibu ini panik luar biasa. Dalam kepanikan itu ia berdoa. Tuhan sembuhkan anak saya, saya mau melayani
engkau. Dan ternyata anaknya
sembuh. IA berdoa lagi kepada Tuhan
demikian: Tuhan, berikan saya kemampuan
menyembuhkan, supaya saya bisa menolong orang lain yang bergumul juga. Bebebrapa waktu kemudian setelah dia berdoa,
eh ada tetangganya yang sakit minta dipijet.
IA ga tau kenapa, tapi tetangganya percaya. Setelah dipijet menjadi sembuh, lantas tetangga
lainnya juga mencobanya. Dan beberapa
yang disembuhkan, akhirnya beritanya tersiar disekitar desa tersebut. Setiap kali ada yang pijet, ibu ini suruh
percaya Tuhan dan berserah sama Tuhan.
Ia bersaksi tentang Tuhan.
Unik kan
kisahnya? Tapi saya melihat gini, kalau
Tuhan memampukan, biar karunia pijet aja bisa dipakai untuk bersaksi. Kita percaya Tuhan menaruh kita satu talenta
bukan? 1 talenta itu saja bisa dipakai
Tuhan untuk memberkati banyak orang.
Karena Tuhan memampukan.
Yang
diperlukan disini adalah ketaatan dan keberanian. Taat berarti:
Mau ga kita bersaksi, dengan cara apapun. Lewat instagram kah, lewat facebook, lewat
sikapmu, lewat hidupmu, lewat kasihmu, lewat apapun. Maukah anda bersaksi? Dan yang diperlukan kedua adalah keberanian. Lawan zona nyamanmu, ketakutanku, pikiran
negatif (takut dianggap suci, kita sendiri masi berdosa, dsb) Terlalu banyak pikiran yang mengalihkan kita
untuk tidak bersaksi. Bersaksilah,
secara otentik. Tidak perlu
dibuat-buat. Bersaksi dengan dirimu
sendiri.
Jadi
marilah bersaksi dengan kreatif, dengan otentik, dengan taat, dan dengan
berani. Jadikan 3 hal tadi sebagai
penguat kita: tuhan mengenal kita, Tuhan
menyertai kita, Tuhan memampukan kita.
Subscribe to:
Posts (Atom)